Gelar kebesaran Maha Sarri Maulana digunakan dalam petisi untuk sultan Ottoman, bersama dengan gelar-gelar kebesaran lain untuk wakil atau utusan sultan, yakni Maha Sarri Tuan dan Maha Muliya Sarri Paduka Tuan.
Dalam hal ini, gelar-gelar tersebut memang digunakan juga dalam protokol resmi kesultanan Sulu, lebih tepatnya untuk raja dan elit politik yang berkuasa.
Bersama dengan itu, bahasa petisi juga menggunakan gelar khusus untuk pejabat Amerika, seperti Paduka Tuan untuk gubernur Moro dan Paduka Tumanggung Bendahara untuk pejabat yang bertanggungjawab dalam pertahanan.
Sementara Finley disebut dengan gelar Paduka Tuanku Maas, yang berarti tuan senior, untuk menghormati pengetahuan dan kebijakannya saat menjabat sebagai gubernur distrik Zamboanga.
Abdullah Nuno menyebut Finley diakui “lebih sebagai ayah dan ibu kita,” suatu ungkapan penghormatan tinggi kepada seorang yang diakui berjasa dalam kehidupan masyarakat.
Terkait dengan substansi petisi, sejumlah isu keagamaan jelas mengemuka, semisal tentang makna Islam, tauhid dan ma’rifat. Bersama dengan itu, isu terkait dengan hukum yang sesuai dengan sistem Amerika juga menjadi satu elemen penting.
Teks petisi mencatat bahwa mereka (Muslim Zamboanga) mengharapkan utusan Ottoman untuk mengamati ucapan dan perbuatan muslim di Moro dan mengajarkan dua hal penting, yakni bagaimana adat dan hukum syari’ah (shara’) bisa dikombinasikan dengan hukum Amerika; dan bagaimana mereka mengikuti firman Allah dan menegakkan agama Islam tanpa menyalahi prinsip dan aturan pemerintah Amerika.
Baca Juga: Nama Sultan dalam Doa: Cerminan Hubungan Ottoman-Hindia Belanda