Nationalgeographic.co.id—Kaligrafi merupakan salah satu kesenian penting di Kekaisaran Ottoman. Tidak sembarangan, mempelajari seni menulis indah ini melibatkan guru dan pengalaman spiritual tertentu.
Pepatah Arab kuno mengatakan bahwa “Al-Qur'an diwahyukan di Hijaz, dibacakan di Mesir, dan ditulis di Istanbul.” Kata-kata tersebut menunjukkan dampak besar para ahli kaligrafi Turki Ottoman terhadap kesenian menulis indah tersebut.
Dua guru besar kaligrafi dari Istana Ottoman adalah Seyh Hamdullah (1429–1520) dan Hafiz Osman (1643–1698). Seyh Hamduallah, guru Sultan Bayezid II, terkenal karena penciptaannya kembali aklam-i sitte (enam skrip utama).
Di bawah bimbingan mereka, huruf-huruf kaligrafi diubah menjadi not musik yang selaras satu sama lain dalam simfoni visual. Konon, sebagai seorang pangeran muda, Sultan Bayezid II bertanya kepada Hamdullah apakah mungkin untuk memperbaiki aklam-i sitte.
Menurut legenda, Hamdullah mengasingkan diri selama empat puluh hari untuk menciptakan gaya baru untuk menuliskan aklam-i sitte.
Penghormatan terhadap guru kaligrafi ini ditunjukkan melalui hubungan antara Hamdullah dan sang sultan. Dikisahkan bahwa sultan memegang tempat tinta Hamdullah selama berjam-jam sambil menyaksikan gurunya menulis.
Dalam Islam and the Arts of the Ottoman Empire yang diterbitkan oleh Asian Art Museum Education Department mencatat bahwa Hafiz Osman (1643–1648) adalah guru kaligrafi Sultan Mustafa II dan Sultan Ahmed III. Satu abad setelah Seyh Hamdullah, gaya artistik Osman semakin populer sehingga ditiru oleh generasi kaligrafer.
Pencapaian Osman yang paling menonjol adalah penciptaan kaligrafi nesih dengan gayanya yang halus, sederhana, dan mudah dibaca.
Dia juga merupakan kaligrafer pertama yang menyusun hilye, sebuah penggambaran kaligrafi Nabi Muhammad yang menampilkan teks dalam bundaran besar yang dikelilingi oleh sabit bulan. Pada sudut-sudut di kedua sisi teks ini, terdapat bundaran yang lebih kecil bertuliskan nama-nama 4 kalifah sahabat nabi.
Mewariskan Ilmu Kaligrafi
Sebagaimana kaligrafi indah mencerminkan jiwa yang murni, pelatihan untuk menjadi seorang hattat (guru kaligrafi) melambangkan sebuah perjalanan religius.
Baca Juga: Muslihat 'Dwifungsi ABRI' ala Pasukan Militer Kekaisaran Ottoman