Saat Pangeran Jawa Memohon Pertolongan 'Kaki Tangan' Ottoman di Batavia

By Muflika Nur Fuaddah, Kamis, 17 Oktober 2024 | 18:00 WIB
Kastil Batavia, dilihat dari Kali Besar Barat oleh Andries Beeckman, sekitar tahun 1656–1658 (wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Seiring menguatnya posisi Hindia Belanda, khususnya setelah menaklukkan Aceh dan wilayah Indonesia lainnya, seorang negarawan Ottoman diangkat sebagai konsul Ottoman di Batavia.

"Rafet Bey ditunjuk sebagai konsul Ottoman di Batavia pada masa yang sulit, khususnya selama Perang Dunia Pertama. Pada Perang Dunia Pertama, konsul-konsul jenderal Ottoman di luar negeri memainkan peran penting," ungkap Frial Ramadhan Supratman dalam Rafet Bey: The Last Ottoman Consul in Batavia during the First World War 1911-1924 yang dimuat jurnal Studia Islamika.

"Mereka ikut mendukung negara Ottoman, sebagai salah satu negara yang berperang. Namun, mereka juga harus menghadapi berbagai pihak yang memusuhi Ottoman.

Di Batavia, pemerintah Belanda mencurigai konsul jenderal Ottoman karena Ottoman sendiri telah mendeklarasikan jihad untuk memprovokasi umat muslim di luar negeri agar mendukung negara Ottoman dalam melawan penguasa non-muslim di koloni-koloni seluruh Asia dan Afrika.

Deklarasi jihad diumumkan pada tahun 1914 di Masjid Fatih, Istanbul, untuk mendukung Ottoman secara moral. Namun, banyak orientalis seperti C. Snouck Hurgronje menganggap bahwa deklarasi jihad berbahaya.

Faktanya, ini bukan pertama kalinya Ottoman mendeklarasikan jihad. Penasihat kolonial seperti Hurgronje tentu saja mencurigai deklarasi jihad karena dapat mengancam dominasi kolonial mereka atas umat muslim, terutama di Hindia Belanda.

Sebaliknya, Mustafa Aksakal dalam The Ottoman Road to War in 1914: The Ottoman Empire and the First World War berpendapat bahwa jihad bisa menjadi komponen kunci dalam membentuk aliansi dengan kekuatan Eropa non-muslim pada saat yang sama.

"Jihad juga bisa menjadi ideologi yang bermusuhan terhadap non-muslim di dalam kekuasaan Ottoman. Bahkan, jihad bisa digunakan untuk melawan umat muslim maupun Kristen. Oleh karena itu, deklarasi jihad harus ditempatkan dalam konteks kepentingan Ottoman," paparnya. 

Pada saat itu, selama Perang Dunia Pertama, Ottoman berusaha membangun aliansi dengan kekuatan non-muslim seperti Jerman. Hal itu menjadi kontradiksi jika kita menganggap jihad dalam konteks ini semata-mata sebagai Perang Suci melawan umat Kristen.

Lebih lanjut, Hurgronje, sebagai penasihat kolonial serta akademisi di Universitas Leiden, mengkritik rekannya di Jerman, Carl Heinrich Becker, karena memprovokasi Ottoman untuk mendeklarasikan jihad guna mendukung kepentingan politik Jerman dalam Perang Dunia Pertama.

Bentrokan antara Hurgronje dan Becker bukan tentang keterlibatan mereka dalam masyarakat dan politik, tetapi tentang kesalahan dalam mengambil keputusan.

Baca Juga: Bagaimana Band Militer Ottoman Menghancurkan Nyali Musuh Sekaligus Menginspirasi Eropa?