Selain Halloween, Ini Perayaan Unik dan Menyeramkan di Penjuru Dunia

By Sysilia Tanhati, Jumat, 18 Oktober 2024 | 12:00 WIB
Dari Setsubun di Jepang hingga Fet Gede di Haiti, ada beragam festival yang unik dan menakutkan dari berbagai penjuru dunia. (CodinaMoni/CC BY-SA 4.0)

Nationalgeographic.co.id—Bagi sebagian orang, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa, Halloween adalah salah satu momen yang paling menyenangkan.

Orang-orang dari segala usia mengenakan kostum yang menyeramkan dan mengukir labu. Anak-anak berkeliling meminta permen dari rumah ke rumah. Kisah-kisah horor pun diceritakan saat perayaan Halloween.

Halloween berasal dari festival Pagan kuno Samhain. Saat perayaan Samhain, dipercaya bahwa penghalang antara dunia orang hidup dan orang mati berada pada titik tertipisnya. Halloween—dengan hantu, setan, penyihir, dan manusia serigala—memikat imajinasi kita selama berabad-abad.

Namun, Halloween hanyalah satu dari sekian banyak festival di dunia yang berfokus pada aspek-aspek kehidupan yang lebih gelap. Semua festival tersebut memiliki kesamaannya: mengenang dan menghormati orang mati, kumpul keluarga, makanan dan minuman tradisional. Masyarakat mengenakan kostum yang luar biasa, mendengarkan musik, menampilkan tarian, dan bercerita.

Dan di dunia yang sering kali terasa terbelah oleh perbedaan pendapat, pengalaman bersama ini dapat mendekatkan kita.

Berikut adalah festival-festival yang unik dan menakutkan dari berbagai penjuru dunia.

Awuru Odo di Nigeria

Dalam beberapa festival yang menyeramkan, orang mati yang kembali dari sisi lain harus ditakuti atau dihindari. Arwah juga harus ditenangkan agar mereka tidak menyakiti orang yang masih hidup.

Namun, hal ini tidak terjadi selama Awuru Odo. Festival ini dirayakan oleh orang-orang Igbo, yang sebagian besar tinggal di Nigeria.

“Suku Igbo percaya bahwa mereka yang meninggal tetap menjadi roh pelindung yang membimbing orang yang masih hidup,” tulis Matt Ralphs di laman Smithsonian Magazine.

Untuk itu, selama beberapa bulan setiap 2 tahun, mereka kembali dari akhirat untuk tinggal bersama keluarga mereka lagi.

Baca Juga: Mengisi Nuansa Halloween, ESO Memotret Sisa 'Hantu' Bintang Raksasa

Kunjungan bahagia ini terjadi antara bulan September dan November. Untuk mewakili kembalinya roh-roh tersebut, para pria mengenakan topeng dan kostum dari serat tanaman. Mereka menari di jalan-jalan diiringi oleh genderang dan gambang.

Roh-roh tersebut menetap di rumah keluarga untuk tinggal dan berbagi makanan sebagai tamu terhormat. Setelah itu, banyak kerabat yang masih hidup datang dari jauh untuk membawa hadiah dan memberikan penghormatan.

Namun, kepahitan harus menyeimbangkan kebahagiaan. Tak lama kemudian tibalah saatnya bagi roh-roh untuk pergi lagi. Mereka melakukannya diiringi doa dan harapan baik dari tuan rumah. Para pria bertopeng dan berkostum yang memerankan kembali kepergian mereka.

Dia de los Muertos di Meksiko

Setiap tanggal 1 November, seluruh wilayah Meksiko dipenuhi dengan orang mati. Pada Dia de los Muertos—Hari Orang Mati—tirai antara dunia orang hidup dan orang mati menipis.

Saat itu, jiwa orang yang telah meninggal dapat kembali dan bersatu kembali dengan keluarga mereka. Perayaan ini adalah waktu yang membahagiakan, dipenuhi dengan musik, warna, makanan, dan minuman.

Pada Dia de los Muertos—Hari Orang Mati—tirai antara dunia orang hidup dan orang mati menipis. (Jaredzimmerman/CC BY-SA 3.0)

Dia de los Muertos berasal dari Mesoamerika kuno, yang dirayakan sekitar bulan Juli. Namun, setelah bangsa Aztec ditaklukkan oleh bangsa Spanyol tahun 1520-an, tanggal tersebut dipindahkan ke bulan November. Tujuannya agar bertepatan dengan hari raya umat Katolik, yaitu Hari Raya Semua Orang Kudus.

Kendaraan dihias, masyarakat mengenakan kostum rumit, dan topeng mengerikan. Wajah dilukis seperti tengkorak. Semuanya berparade di jalan-jalan. Jalan-jalan dan rumah dipenuhi dengan bendera kertas warna-warni yang disebut papel picado.

Keluarga menyiapkan meja-meja yang dihiasi dengan foto-foto orang terkasih yang telah meninggal. Ofrendas (persembahan) berupa air, buah, tengkorak gula, dan roti manis juga diletakkan sebagai hadiah. Semua persembahan itu akan dinikmati oleh arwah yang berkunjung.

Suasananya penuh dengan kegembiraan, karena Dia de los Muertos merupakan perayaan kehidupan. Perayaan ini merupakan demonstrasi yang bersemangat bahwa kematian bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti.

Baca Juga: Festival Lemuria, 'Halloween' ala Romawi untuk Mengenang Orang Mati

Correfoc di Catalonia

Dirayakan di Catalonia pada hari-hari orang suci Katolik, Correfoc adalah salah satu festival seram yang paling berisik, paling terang, dan seru. Festival ini juga sedikit berbahaya.

“Correfoc dimulai setelah gelap,” tambah Ralphs. Orang-orang berkumpul di jalan atau menunggu di jendela. Kemudian orang-orang tiba dengan mengenakan kostum setan merah.

Mereka dilengkapi dengan terompet dan garpu rumput yang dilapisi kembang api yang berkilauan. Penabuh drum menabuh genderang, petasan meledak dan berdesis. “Setan” berjingkrak-jingkrak dan menari.

Dipercayai bahwa perayaan ini berasal dari jenis teater jalanan Catalonia Abad Pertengahan ball de diables (tarian setan). Pertunjukan keagamaan ini melibatkan malaikat dan setan. Keduanya menggambarkan pertempuran abadi antara kebaikan dan kejahatan.

Saat ini, penekanannya adalah pada kesenangan. Penonton dapat mendekati para penampil untuk berlari membawa api. Naga mungkin merupakan bagian paling dramatis dari Correfoc. Dikendalikan oleh orang-orang di dalamnya, kostum-kostum besar ini ditutupi kembang api. Oleh karena itu, naga tampak seperti binatang buas sungguhan yang menyemburkan api dan belerang.

Basler Fasnacht di Swiss

Selama 72 jam selama festival Basler Fasnacht, Kota Basel di Swiss berubah. Musik, kegembiraan, cahaya, dan warna memenuhi jalan-jalan. Semua pekerjaan berhenti. Namun bar serta restoran tetap buka sepanjang malam.

Perayaan dimulai pukul 4 pagi pada hari Senin setelah Rabu Abu. Kerumunan orang berkumpul, dengan gembira menunggu pesta dimulai. Pertama-tama, semua lampu—bahkan lampu jalan—dimatikan.

Selama 72 jam selama festival Basler Fasnacht, Kota Basel di Swiss berubah. Musik, kegembiraan, cahaya, dan warna memenuhi jalan-jalan. (Public Domain)

Sejak saat itu, penerangan dipancarkan oleh lautan lentera yang dicat yang ditempatkan di seluruh kota. Kemudian, melalui lampu warna-warni, ratusan musisi dan pemain bertopeng berbaris dan membawa spanduk warna-warni.

Baca Juga: Bukan Halloween, Orang Meksiko Rayakan Tradisi Hari Orang Mati

Basler Fasnacht diperkirakan berdasarkan ritual Celtic kuno yang dilakukan untuk menyambut musim panas. Selama Abad Pertengahan, ritual ini dikaitkan dengan duel para kesatria, dan kemudian upacara militer. Keduanya dapat menjelaskan penekanan pada seragam dan marching band.

Saat ini, kostumnya beragam, mulai dari karakter dongeng, badut hingga tentara dan Napoleon. Tiga hari Basler Fasnacht diisi dengan lebih banyak parade, konser, dan penampil yang mengendarai kendaraan hias. Para penampil melemparkan permen, konfeti, dan bunga kepada penonton.

Fet Gede di Haiti

Fet Gede dirayakan oleh para pengikut agama Voodoo di pulau Karibia Haiti. Perayaan ini dimulai pada tanggal 1 November dan bisa berlangsung sepanjang bulan.

Seperti banyak festival seram lainnya, Fet Gede adalah waktu untuk mengenang orang yang telah meninggal. Namun, ini sama sekali bukan peristiwa yang menyedihkan. Sebaliknya, Fet Gede lebih merupakan perayaan penuh suka cita atas kehidupan yang dijalani oleh mereka yang telah meninggal.

Masyarakat berkumpul untuk menari, memainkan musik, dan ikut serta dalam parade yang meriah. Prosesi biasanya berakhir di permakaman. Orang-orang meletakkan makanan (pisang goreng, jagung manis panggang, dan kue manis) dan menyalakan lilin di atas makam. Selain itu, rum dan kopi pun dipersembahkan bagi keluarga yang sudah meninggal.

Penganut Voodoo percaya pada roh yang disebut Iwa, yang dapat dimintai bantuan atau perlindungan di masa-masa sulit. Dari sekian banyak Iwa yang berbeda, kelompok yang disebut Gede paling erat kaitannya dengan kematian dan Fet Gede. Fet Gede berarti Festival Orang Mati.

Roh Papa Gede diyakini sebagai orang pertama yang pernah meninggal. Dialah yang membimbing jiwa orang mati ke alam baka dan menjaga orang-orang Haiti. Sebagai balasannya, mereka menghormatinya selama Fet Gede dengan mengenakan warna favoritnya, yaitu ungu, hitam, dan putih. Masyarakat juga mengenakan topi tinggi.

Setsubun di Jepang

Setsubun, yang berarti pembagian musiman, adalah festival tahunan Jepang yang sudah ada sejak berabad-abad. Festival ini diselenggarakan untuk menyambut musim semi dan mengusir setan jahat.

Kacang kedelai panggang yang disebut fukumame (kacang keberuntungan) dilemparkan ke seluruh rumah. Saat melempar kacang, orang berteriak, “Oni wa soto! Fuka wa uchi!” atau Setan keluar! Kebahagiaan masuk!

Baca Juga: Asal-usul Perayaan Halloween: Mengapa Identik dengan 'Trick or Treat'?

Untuk menambah keseruan, anggota keluarga dewasa dan terkadang bahkan guru sekolah mengenakan topeng setan yang menakutkan. Mereka berpura-pura meneror lingkungan sekitar. Anak-anak bisa mengejar dan melempari mereka dengan fukumame.

Setsubun, yang berarti pembagian musiman, adalah festival tahunan Jepang yang sudah ada sejak berabad-abad. (Katorisi/CC BY-SA 3.0)

Seperti banyak festival lainnya, makanan memegang peranan penting dalam Setsubun. Merupakan tradisi untuk memakan sushi gulung yang disebut ehomaki (gulungan arah keberuntungan).

Terbuat dari tujuh bahan (angka 7 adalah angka keberuntungan di Jepang), ehomaki dimakan dalam keheningan sambil menghadap ke arah yang dianggap paling beruntung. Arah ini berubah setiap tahun.

Merupakan kebiasaan juga untuk memakan kacang dalam jumlah yang sama dengan usia Anda. “Tujuannya adalah untuk memastikan kesehatan yang baik selama setahun,” ujar Ralphs.

Gai Jatra di Nepal

Festival Gai Jatra di Nepal (biasanya diadakan sekitar bulan Agustus dan September) merupakan perayaan yang menggembirakan. Meski begitu, perayaan ini sebenarnya berakar pada tragedi.

Pada abad ke-17, putra Raja Pratap Malla terbunuh oleh seekor gajah. Ia putus asa dan ingin menghibur istrinya yang berduka. Pratap Malla meminta siapa pun di kerajaannya yang telah kehilangan anggota keluarga untuk berdandan dan mengadakan parade yang meriah untuknya.

Setelah melihat rakyatnya tertawa dan bercanda meskipun sedang sedih, sang ratu pun mendapatkan kembali ceria. Maka, lahirlah festival Gai Jatra dan dirayakan sejak saat itu.

Festival Gai Jatra di Nepal (biasanya diadakan sekitar bulan Agustus dan September) merupakan perayaan yang menggembirakan. Meski begitu, perayaan ini sebenarnya berakar pada tragedi. (S Pakhrin/CC BY 2.0)

Nuansa Gai Jatra adalah kegembiraan dan tawa. Perayaannya meliputi parade warna-warni yang berpindah dari satu tempat suci ke tempat suci lainnya. Selain itu, ada musik, tarian, dan rutinitas komedi.

Seperti yang dimaksudkan Pratap Malla di abad ke-17, tujuannya adalah untuk memberikan sedikit penghiburan bagi mereka yang berduka. Selama Gai Jatra, keluarga yang kehilangan orang terkasih tahun lalu memimpin seekor sapi dalam prosesi.

Sapi dipercaya dapat menuntun jiwa orang yang telah meninggal ke surga. Dan jika sebuah keluarga tidak memiliki sapi, mereka dapat mendandani anak-anak seperti sapi dan mengajak mereka untuk ikut serta.

Matariki di Aotearoa Selandia Baru

Munculnya gugusan bintang Matariki (Pleiades) di cakrawala menandai datangnya te matahi o te tau: tahun baru. Hal ini dipercaya oleh masyarakat adat Maori di Aotearoa Selandia Baru.

Gugusan bintang Matariki ini biasanya muncul di musim panas. Saat itu, keluarga berkumpul untuk memainkan musik dan bercerita. Mereka pun memikirkan hal yang paling penting: mengenang orang terkasih yang telah meninggal.

Keluarga bersyukur atas hal-hal baik dan membuat rencana untuk masa depan. Mereka juga menceritakan kisah-kisah tradisional Maori tentang bagaimana Matariki terbentuk di langit malam.

Satu cerita menampilkan Tawhirimatea, dewa cuaca. Ketika Tawhirimatea mengetahui bahwa orang tuanya, Ranginui Sang Bapak Langit dan Papatuanuku Sang Ibu Bumi, telah berpisah, ia mencungkil matanya. Ia marah dan melemparkan matanya ke langit. Kedua matanya berubah menjadi gugusan bintang Matariki yang bersinar.

Kata Matariki adalah versi singkat dari Nga mata o te ariki Tawhirimatea, yang berarti mata dewa Tawhirimatea. Suku Maori percaya bahwa angin yang tidak dapat diprediksi disebabkan oleh kebutaan yang ditimbulkan sendiri oleh Tawhirimatea.

Meski terdengar menyeramkan, festival-festival di atas diselenggarakan untuk mengenang orang yang meninggal dan merayakan kehidupan.