Nietzsche, Prometheus, dan Kejatuhan Manusia dari Kehidupan Surgawi

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 29 Oktober 2024 | 10:00 WIB
Friedrich Wilhelm Nietzsche (Wikimedia Commons)

Di saat yang sama, Prometheus tengah menerima hukuman abadi, ia diikat pada sebuah batu di pegunungan dan Zeus mengirimkan seekor elang untuk menyiksa Prometheus.

Melalui bahasa mitos Hesiod, terjadilah fenomena kejatuhan manusia, terhempas dari kehidupan surgawi di kahyangan bersama para dewa.

Zaman Keemasan telah ditinggalkan, dan manusia mulai melangkah memasuki dimensi sejarah tragisnya yang diwarnai oleh berbagai drama dan ketidakpuasan tiada akhir.

Kisah semacam ini seakan-akan menggambarkan pilihan yang keliru, sebuah tindakan ketidaktaatan leluhur yang menyebabkan manusia terpisah dengan para dewa.

Hal itu sekaligus menjadi dorongan awal untuk berkembangnya perjalanan manusia dari masa lalu yang tak terukur hingga saat ini.

Sebelum pemikiran Yunani kuno mengembangkan konsep tentang waktu dan kondisi manusia, para penyair Yunani kuno telah mencoba memahami misteri hidup dan mati.

Mereka menganggap kemunculan dan berpulangnya manusia sebagai sesuatu yang misterius, seolah-olah manusia datang dari tempat yang lebih tinggi lalu terasing dari sana dengan turun ke bumi. Kematian, bagi mereka, adalah tanda tak terhindarkan yang menegaskan kenyataan hidup di tengah aliran waktu.

Pendekatan-pendekatan mitologis yang mendasar ini memberikan ukuran kedalaman jiwa Yunani kuno yang tidak dapat dilihat, seperti yang diusulkan oleh Friedrich Nietzsche sebagai kecelakaan sederhana dari sebuah peradaban yang sedang berkembang.

Ketika Nietzsche mengamati budaya Yunani kuno, dia melihat sesuatu yang lebih dari sekadar produk peradaban yang "berkembang" atau sekadar "kecelakaan" sejarah yang menguntungkan.

Bagi Nietzsche, kebudayaan Yunani kuno, terutama dalam hal seni, tragedi, dan filsafat, menggambarkan pergulatan yang lebih dalam antara dua kekuatan dasar dalam kehidupan manusia, yaitu Apollonian dan Dionysian.

Kedua elemen ini dianggap sebagai prinsip yang menggambarkan cara orang Yunani memahami dunia: yang pertama mewakili keteraturan, keindahan, dan harmoni, sementara yang kedua mewakili kekacauan, ekstasi, dan kebebasan dari batasan.

Baca Juga: Plato Ubah Mitos Prometheus hingga Jadi Alat Gerakan Intelektual Revolusioner