Bencana memalukan itu juga merupakan kali pertama bangsa Romawi menemukan komoditas yang menjadi asal muasal nama Jalur Sutra. Ketika kavaleri Parthia maju, mereka membentangkan spanduk berwarna berkilauan yang terbuat dari kain aneh seperti kain kasa. Spanduk itu berkibar tertiup angin. Itulah kali pertama bangsa Romawi melihat sutra Tiongkok.
Pada dekade-dekade berikutnya, masyarakat Romawi menjadi tergila-gila terhadap sericum. Bahkan Senat mencoba, namun gagal, untuk melarang penggunaan kain sutra.
Namun, Kekaisaran Parthia akan tetap menjadi penghalang kuat dalam menjalin kontak langsung dengan Kekaisaran Tiongkok. Alhasil, Romawi mencari cara lain dengan memperluas Jalur Sutra melalui laut.
“Ikatan sutra” antara Romawi dan Kekaisaran Tiongkok
Beberapa dekade setelah bencana di Carrhae, Romawi mencaplok kerajaan Helenistik terakhir. Romawi pun memperoleh kendali atas wilayah kaya di Mesir kunodan Mediterania Timur. Romawi telah menjadi Kekaisaran, negara adidaya dunia kuno.
Tidak mengherankan, periode stabilitas dan kemakmuran yang panjang – Pax Romana – memenuhi kas kekaisaran. Kekayaan Romawi pun merangsang permintaan akan barang-barang mewah, termasuk sutra.
Untuk menghindari perantara Parthia, Kaisar Augustus mendorong pembentukan jalur perdagangan maritim yang menguntungkan ke India. Pada abad-abad berikutnya, India menjadi pengekspor utama barang-barang mewah, termasuk sutra Tiongkok.
Perdagangan Samudra Hindia akan tetap menjadi jalur komunikasi utama antara Romawi, India, dan Tiongkok. Hal ini berlangsung hingga hilangnya Mesir Romawi pada pertengahan abad ketujuh Masehi.
Jalur Sutra dan kontak langsung dengan Kekaisaran Tiongkok (Seres, “negeri sutra” bagi orang Romawi) tetap berada di luar jangkauan kekaisaran. Namun, perdagangan terus berlanjut selama masa Kekaisaran Romawi.
Karavan yang membawa barang-barang akan meninggalkan ibu kota besar Han (dan kemudian Tang) di Chang'an (Xi'an modern) dan Luoyang. Karavan-karavan melakukan perjalanan ke tepi paling barat kekaisaran, Gerbang Giok yang terkenal.
Yang terjadi selanjutnya adalah perjalanan panjang dari satu oasis ke oasis berikutnya, dengan karavan melewati Gurun Taklamakan yang berbahaya. Mereka juga mengambil rute selatan, melewati pegunungan Tian Shan atau Pamir.