Kalau dilihat dari sejarahnya, keberadaan rendang berkaitan dengan tradisi marantau (merantau) dan budaya pandai besi di Minang. Orang Minang terkenal dengan budaya merantau, yaitu meninggalkan kampung halaman di Sumatera Barat dan berjuang di kampung halaman orang.
"Mula-mula rendang diciptakan lantaran masyarakat Minang butuh makanan untuk dibawa lebih dari 2 bulan," ungkap Heri Priyatmoko dalam Menyelisik Industri Kuliner Berbahan Rempah di Kota Gudeg.
Hal ini, ditegaskan oleh Heri, disebabkan oleh kebiasaan merantu suku Minang. Termasuk saat perjalanan menggunakan kapal laut selama beberapa bulan untuk menjelanakan ibadah haji ke Mekkah, Arab Saudi.
"Makanya, (makanan) diawetkan dengan cara dikeringkan. Jika dimasak dengan benar sampai kering, rendang mampu tahan 1-3 bulan di udara terbuka," tulisnya.
Hingga saat ini, fakta bahwa rumah makan Padang bisa banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia juga menjadi bukti tradisi merantau masyarakat Minang.
Gudeg dan kerajaan Mataram
Sementara itu di belahan bagian Indonesia lainnya, yaitu Yogyakarta, ada makanan legendaris gudeg yang sudah ada sejak zaman kuno.
Dalam jurnal karya Maya Putri Utami, Anand Reyna Maulana, Ekawati Marhaenny Dukut, dan Dyah Wulandari yang berjudul Modern Javanese Canned Gudeg Viewed from Cultural, Food Safety, and Visual Design Perspectives, mereka mengungkap bahwa hidangan khas ini telah menjadi bagian dari budaya kuliner daerah tersebut selama berabad-abad.
"Meskipun asal-usul pasti gudeg tidak diketahui, diyakini bahwa hidangan ini dipengaruhi oleh budaya Hindu-Buddha yang berkembang di Jawa pada masa lalu."
Baca Juga: Tradisi 'Tabuik' Minangkabau Warisan Perang Karbala Era Kekhalifahan
"Gudeg memiliki kemiripan dengan masakan India dalam hal penggunaan rempah dan bumbu, yang dapat ditelusuri dari pengaruh sejarah ini," katanya.