Setibanya sekoci Palang Merah di lokasi, sekoci Belanda telah kembali ke Kortenaer. Pimpinan sekoci Palang Merah meminta kepada kapal musuh itu agar menyerahkan para korban kepada pihak Indonesia. Namun, mereka menolak permintaan ini. Sebagai gantinya, mereka memberikan daftar 22 nama tawanan dari Gadjah Mada.
Sementara nasib para awak lainnya tidak diketahui, Kortenaer perlahan hilang dari cakrawala. Para penumpang sekoci Palang Merah berusaha mencari para korban yang masih tercecer, namun mereka menghadapi kesulitan karena lautan yang begitu luas. Upaya ini ibarat mencari jarum di tumpukan jerami.
Saya mencari sumber dari Belanda terkait jumlah tawanan itu. Surat kabar Het Dagblaad yang terbit pada 6 Januari 1947—sehari setelah peristiwa perang laut—juga memberitakan bahwa mereka menawan sebanyak 22 pelaut Indonesia, plus mewartakan dua awak kapal lainnya terbunuh.
Pada 7 Januari 1946, serombongan nelayan mendatangi markas ALRI Cirebon sambil membopong sosok jenazah. Lengan kiri milik jenazah itu putus dan wajahnya sudah sulit dikenali karena hangus terbakar. Namun, rekan-rekannya meyakini sebagai jenazah Letnan Samadikun.
Kembali ke lokasi penyelaman. Kami beruntung suasana siang itu mendung dan sedikit gerimis. Angin berembus dengan kecepatan dua knot. Saya dan Kolonel Juang menanti di atas perahu karet sambil mencatat log sembari diayun-ayun ombak setinggi satu meter.
Setelah menanti lebih dari satu jam, semua penyelam sudah naik ke permukaan. Saya melihat Edwin tampak bersungut-sungut. Pasalnya, kondisi bangkai kapal yang penuh besi-besi tajam dan tali-temali jaring nelayan telah menyebabkan papan untuk mencatat atau slate miliknya tersangkut. Ia kemudian berpesan kepada penyelam lain untuk lebih waspada untuk penyelaman berikutnya.
Setelah kembali ke dermaga dan membilas peralatan, kami kembali ke mes untuk mendiskusikan hasil pengamatan.
Mengamati detail perbedaan
Usai salat magrib, kami berkumpul di ruang tengah Mes Pangakalan Angatan Laut. Proyektor diarahkan ke dinding, semua mata mengamati dengan teliti hasil rekaman video hari pertama. Perairan sangat keruh, bangkai kapal berada di kedalaman delapan meter. Jarak pandang tanpa alat bantu senter hanya berjarak 20 sentimeter. Kami semua memicingkan mata, beberapa bagian kapal berhasil kami identifikasi.
Usai mengamati kondisi reruntuhan kapal, kami melanjutkan dengan mengamati foto dan video sezaman dari dua gambar kapal yang diduga sebagai Gadjah Mada.
Baca Juga: Jelajah Tengara-Tengara Cirebon