Citra Suara-Suara untuk Hari Esok Papua

By Mahandis Yoanata Thamrin, Sabtu, 15 Februari 2025 | 13:30 WIB
Yakob Irab, 30 tahun, duduk di pohon sagu sembari memegang alat penokok sagu di Kampung Imsar. Beberapa daerah di Papua memiliki kekhasan dalam alat penokok sagu. Sagu merupakan jati diri orang-orang Papua yang melambangkan ketahanan pangan dan keberlanjutan. Kampung ini menggelayuti punggungan bukit di Distrik Nimboran, sekitar 60 kilometer sisi barat Danau Sentani.
Yakob Irab, 30 tahun, duduk di pohon sagu sembari memegang alat penokok sagu di Kampung Imsar. Beberapa daerah di Papua memiliki kekhasan dalam alat penokok sagu. Sagu merupakan jati diri orang-orang Papua yang melambangkan ketahanan pangan dan keberlanjutan. Kampung ini menggelayuti punggungan bukit di Distrik Nimboran, sekitar 60 kilometer sisi barat Danau Sentani. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Kekuatan foto cerita

"Sebuah foto melukiskan seribu kata-kata," kata Direktur Eksekutif Photovoices International Tri Soekirman saat membuka Pameran dan Diskusi Foto Program Photovoices 'Suara Kampung Imsar' yang digelar di sebuah hotel tepian Danau Sentani pada 13 Februari silam. "Sebetulnya foto merupakan sebuah jendela ke dalam suatu waktu, tempat, keadaan. Dengan melihat sebuah foto, kita bisa ikut merasakannya."

Menurutnya, media foto menjadi sesuatu yang sangat penting bagi partisipan program ini karena mereka bisa menyampaikan aspirasinya, harapannya, kekhawatirannya, bahkan pengalaman-pengalaman pribadinya. Kekuatan foto pun mampu menciptakan panggilan atas kondisi sesungguhnya yang ingin diubah menjadi lebih baik.

"Kami berkomitmen untuk membantu masyarakat untuk meningkatkan kehidupan mereka," ujar Tri. "Berlandaskan pada kekuatan perspektif tersebut masyarakat menyuarakannya melalui foto dan cerita." 

Tri menambahkan bahwa enam belas partisipan—laki-laki, perempuan, termasuk anak muda—telah menetapkan enam tema, yakni kepemudaan, kesehatan, pendidikan, pertanian-perkebunan, budaya, dan kepariwisataan.

'Bulan Baru' karya Rosmina Wadi, ibu rumah tangga berusia 28 tahun. Ia mengungkapan dalam takarir fotonya: Bila bulan tampak setengah seperti ini, biasanya orang tua di Kampung Imsar akan bilang, 'Oh… bulan sabit sudah naik, daun baru keluar dari pohon, semua setan keluar, makhluk hidup yang tinggal di lubang kayu, batu, dan tanah keluar, seperti ular, babi, kasuari, dan lain-lain.'
'Bulan Baru' karya Rosmina Wadi, ibu rumah tangga berusia 28 tahun. Ia mengungkapan dalam takarir fotonya: Bila bulan tampak setengah seperti ini, biasanya orang tua di Kampung Imsar akan bilang, 'Oh… bulan sabit sudah naik, daun baru keluar dari pohon, semua setan keluar, makhluk hidup yang tinggal di lubang kayu, batu, dan tanah keluar, seperti ular, babi, kasuari, dan lain-lain.' (©ITAH.WADI/PVI-Suara Grina Imsar/2024)

Program ini memiliki tiga tujuan utama, demikian paparnya. Pertama, terjadinya dialog kritis antara peserta atau pihak lain mengenai isu-isu yang mereka anggap penting dalam kehidupan mereka. Kedua, menghasilkan foto-foto atau cerita-cerita yang kuat, yang benar-benar merefleksikan perspektif mereka mengenai isu-isu penting dalam komunitas. Ketiga, perlunya suatu forum yang bisa disampaikan kepada pembuat kebijakan dengan harapan bahwa suara-suara ini bagian dari proses pembuatan kebijakan.

Acara pameran foto dan diskusi ini dihadiri oleh para pemangku kebijakan di Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura: Kepala Dinas Kesehatan, Sekretaris Dinas Pendidikan, Kepala Bidang Dinas Perkebunan dan Peternakan, Kepala Bidang Pemuda Dinas Pemuda dan Olahraga, Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, dan Pelaksana Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional. Mereka menanggapi dan berkomitmen dalam mencarikan solusi atas permasalahan-permasalahan di Kampung Imsar.

'Pengaruh Miras' karya Marthen Giay, seorang petani berusia 33 tahun. Ia berkisah dalam takarir fotonya: terdapat banyak pemuda dan orang dewasa yang mengonsumsi minuman beralkohol atau minuman keras (miras) di Kampung Imsar. Sekarang, tidak hanya pemuda dan orang dewasa saja yang mengonsumsi miras, tetapi sudah sampai pada kalangan remaja. Seorang remaja berinisial LG yang masih duduk di bangku SMA, untuk mendapatkan sebotol miras, ia dan teman-temannya sering melakukan 'pajak' atau meminta uang secara paksa kepada teman-teman atau adik-adik kelasnya. (MR.JEKSON.G/PVI-Suara Grina Imsar/2024)

Elphyna Situmorang, Asisten I Bidang Pemerintahan Umum di kantor Sekretaris Daerah Kabupaten Jayapura, mengatakan dalam sambutannya bahwa metode Photovoices dan kegiatan foto yang bersuara seperti ini masih terbilang jarang. Ia mengharapkan bahwa program semacam ini seharusnya dikembangkan juga untuk distrik-distrik lainnya. "Kita menganggap tahu kebutuhan mesyarakat," imbuhnya, "padahal yang tahu tentang kebutuhan masyarakat adalah masyarakat sendiri." 

"Lewat foto dan cerita, masyarakat menyuarakan berbagai hal yang terjadi di sekitarnya sehingga mampu melihat kondisi sekitarnya dengan lebih peka, mendengarkan dan menggali cerita untuk menajamkan isu, dan mencari solusi terbaik untuk membuat perubahan," ujar Elphyna. "Tidak sedikit di antaranya, cerita-cerita yang selama ini belum terungkap."

Baca Juga: Pusparagam Cycloop: Gerabah Terakhir Papua di Tepian Danau Sentani