Earle L. Evey selaku komandan Kapal Liberty mengirimkan sinyal SOS dan direspon oleh dua kapal perusak yaitu kapal Amerika USS Paul Jones dan kapal Belanda HNLMS Van Ghent. Dua kapal penolong ini berhasil mengevakuasi kapal USAT Liberty pada tanggal 12 Januari 1942. Kolonel Laut Juang Pawana menerangkan bahwa pada awal tahun 1942 dibentuk aliansi ABDACOM atau American British Dutch Australian Command, sebuah aliansi pertahanan antara Amerika, Inggris, Belanda dan Australia. Ini menjelaskan kenapa kapal dari aliansi negara-negara ini beroperasi di wilayah perairan Indonesia pada masa itu.
Letkol Laut Yudo Ponco Ari menambahkan bahwa usia ABDACOM sangat pendek, armada Jepang dengan mudah mengobrak-abrik pertahanan gabungan negara besar ini karena di dalam mereka sendiri tidak ada kekompakan. Amerika merasa paling cakap dalam memimpin sekaligus memandang Belanda sebagai negara dengan kecakapan militer yang buruk, di sisi lain Belanda merasa harus memimpin karena ia pemilik wilayah.
Kapal Liberty yang lumpuh kemudian ditarik menuju pelabuhan Celukan Bawang di Singaraja yang saat itu menjadi pusat administrasi wilayah perairan Sunda Kecil (sebutan untuk Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur di masa kolonial). Namun akibat banyaknya air yang masuk ke lambung, kapal Liberty hanya mampu ditarik mencapai desa Tulamben yang berjarak sekitar 75 km dari Singaraja. Di desa inilah kapal tersebut disandarkan dan dipindahkan isi kargonya sebelum terguling di pantai pada 14 Januari 1942.
Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, seluruh awak yang berjumlah 53 orang dan satu penumpang berhasil selamat menggunakan tiga sekoci. Sebuah pesawat amfibi Belanda yang juga ditugaskan untuk menolong berhasil menemukan ketiga sekoci dan berhasil mengevakuasi keseluruhan 54 jiwa dalam tiga kali penerbangan. Dua penerbangan pertama, para penyintas diterbangkan ke Bali dan penerbangan berikutnya diterbangkan menuju Surabaya. Earle L. Evey tercatat pulang ke Amerika dan kembali mengomandani kapal kargo lain bernama USS Draco pada Februari 1943.
Laksamana Hariyo menjelaskan bahwa pada masa pendudukannya, Belanda memiliki armada pesawat amfibi cukup besar yang bermarkas di Morokrembangan Surabaya. Strategi penggunaan pesawat amfibi dipilih Belanda karena wilayah Indonesia disatukan oleh lautan, sehingga tidak terlalu sulit untuk mendaratkan pesawat dan terbukti efektif pula dalam menjalankan operasi penyelamatan.
Kapal Liberty tetap berada di tempatnya hingga lahar dingin dari letusan gunung Agung menghempaskannya ke laut pada 1963. Letusan ini tercatat sebagai salah satu letusan gunung paling mematikan pada abad 20 di Indonesia, menewaskan sekitar 1500 orang dan mereduksi ketinggian puncak gunung Agung dari 4.000 meter menjadi 3.142 meter.
Kapal Selam Jepang I-66, Sang Pemburu
Pembangunan Kapal selam ini selesai pada 10 November 1932 di galangan kapal Angkatan Laut Sasebo. I-66 baru meninggalkan Jepang pada 26 November 1941, I-66 yang saat itu berada di bawah kepemimpinan Kaigun Sosha Yajima Yashuo (setingkat Mayor TNI) meninggalkan Jepang bersama dengan 97 kapal perang, diiringi 527 pesawat tempur. Sebuah iringan yang berangkat dengan penuh kebanggaan menuju medan perang Pasifik. I-66 menempati posnya di Palau, sebuah kepulauan di utara Papua.
Pada 8 Desember 1941, kapal selam I-66 terlibat dalam Operasi E, penyerbuan ke Malaya, bersamaan dengan penyerbuan Jepang ke Pearl Harbor, perlu dicatat bahwa terdapat selisih waktu 17 jam dengan Hawai. I-66 membentuk garis patroli bersama kapal selam lain diantaranya I-57, I-58, I-62 dan I-64.
Seminggu kemudian, pada 15 Desember 1941, I-66 terlibat Operasi B, penyerbuan ke Serawak. Brunei, Kuching dan Miri yang segera jatuh dalam hitungan hari. I-66 dan I-65 kemudian ditugaskan di perairan Kuching, mendekati perairan Indonesia, mereka harus mewaspadai keberadaan kapal selam dari ABDACOM, saat itu Belanda saja memiliki sekitar 12 armada kapal selam.
Korban pertama dari I-66 adalah kapal selam Belanda K-XVI dibawah pimpinan Louis J. Jarman. Pada 24 Desember 1941, Kaigun Sosha Yoshitome melihat bayangan kapal selam Belanda di cakrawala dari jarak 5 km. Ia segera memburu dan melepaskan satu torpedo, K-XVI terpecah menjadi dua tanpa perlawanan. Hanya berselang minggu dari korban pertama, Yoshitome meluncurkan dua torpedo yang menghajar USAT Liberty pada 11 Januari 1942.
Baca Juga: Penyelidikan Teka-teki Tenggelamnya Kapal Titanic Dibuka Kembali berkat Kemajuan Pemindaian 3D