Nationalgeographic.co.id – Pertumbuhan populasi monyet liar di Florida, AS, meresahkan para peneliti. Pasalnya, primata ini membawa virus Herpes B yang sangat berbahaya—dapat menyebabkan kerusakan otak yang parah dan kematian pada manusia.
Menurut studi yang dipublikasikan pada jurnal Wildlife Management, monyet rhesus yang ditemukan di Silver Spring State Park dapat meningkat dua kali lipat pada 2022. Saat ini, jumlahnya mencapai 300 ekor.
Hewan yang aslinya dari Asia Selatan dan Tenggara ini, telah sampai di Florida sejak akhir 1930-an. Menurut keterangan University of Florida’s Institute of Food and Agricultural Sciences, saat itu, enam monyet rhesus diduga dilepaskan oleh operator perahu yang ingin menggunakan binatang dalam atraksi.
Baca Juga : Mengapa Komodo Hanya Ditemukan di Indonesia? Ini Penjelasannya
Diperkirakan, sekitar 30% primata di Florida tersebut membawa virus Herpes B. Infeksinya dapat menular dari monyet ke manusia melalui transmisi cairan tubuh, gigitan, dan cakaran.
Setidaknya, ada 50 kasus di mana orang-orang terinfesksi virus Herpes B setelah digigit dan dicakar monyet rhesus di laboratorium. Hampir setengah pasien dari kasus tersebut meninggal dunia, sementara sisanya mengalami kerusakan saraf.
Peneliti dari University of Florida mengatakan, belum ada laporan mengenai kontak manusia dengan monyet rhesus pembawa virus Herpes B di alam liar. Meski begitu, para ahli mengingatkan, hal tersebut dapat terjadi jika populasi monyet rhesus tidak terkontrol.
Di masa lalu, pemerintah berusaha untuk mengontrol perkembangan monyet ini, terutama ketika jumlahnya mencapai 400 pada 1980-an. Pada waktu itu, petugas diizinkan untuk menangkap monyet. Beberapa monyet rhesus betina disterilkan, sementara yang lain digunakan untuk penelitian. Namun, cara-cara tersebut menimbulkan kontroversi dan akhirnya dihentikan.
Baca Juga : Berkaki Delapan dan Memiliki Kepala Menyerupai Kepala Anjing
Jane Anderson, ahli ekologi alam liar dan asisten profesor di Texas A&M University-Kingsville, mengatakan bahwa populasi mereka dapat dikontrol—mengurangi hingga sepertiganya—jika setengah monyet rhesus betina disterilkan. Atau, opsi lainnya adalah dengan memusnahkan populasi mereka sepenuhnya.
Namun, lagi-lagi, warga lokal menentang penghapusan primata tersebut.
“Monyet rhesus telah berada di sini selama 80 tahun, padahal mereka tidak pernah meminta untuk dibawa keluar dari habitatnya. Jadi rasanya tidak adil jika harus membunuhnya hanya karena kita tidak menyukainya,” papar Debbie Walters, pemandu wisata di daerah tersebut.
“Lagipula, selain monyet rhesus, banyak hewan-hewan lain yang juga menyebabkan penyakit, tapi kita tidak pernah membunuhnya,” pungkasnya.
Source | : | nypost.com |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR