Nationalgeographic.co.id - Orang yang merokok tahu bahwa kebiasaan itu buruk bagi kesehatan, tapi tetap saja kebanyakan dari mereka sulit berhenti.
Untuk membuatnya lebih mudah, para ilmuwan mengambil pendekatan baru, mereka beralih ke mikroorganisme yang berkembang pada nikotin.
Dalam studi yang dipublikasikan pada Journal of the American Chemical Society, para ilmuwan menggambarkan tes yang sukses pada penurunan enzim nikotin dari bakteri tanah yang disebut Pseudomonas putida.
Baca Juga : Rasa Pahit Kopi Tidak Membuat Orang Kapok untuk Mengonsumsinya, Mengapa?
Nikotin merupakan salah satu kandungan berbahaya dari rokok yang akan menempel pada paru-paru. Nikotin bisa merusak sel-sel di paru-paru dan berdampak buruk bagi organ lainnya.
Perokok yang ingin berhenti dapat beralih ke berbagai bantuan farmakologis. Termasuk permen dan produk pelepas nikotin lain yang dirancang untuk menggantikan rokok, serta obat-obatan yang menyerap nikotin dalam tubuh untuk mencegahnya mencapai otak, namun adiktivitas akan terus berlanjut.
Namun, tingkat keberhasilan dari cara-cara tadi cukup rendah. Hanya 15 sampai 30% dari perokok yang mencobanya yang mampu berhenti merokok selama lebih dari satu tahun.
Melihat hal itu, Dr. Kim Janda dari Scripps Research Institute dan rekan-rekannya mencoba mencari sudut pandang baru. Mereka pun menggunakan enzim bernama NicA2 yang berasal dari Pseudomonas putida, sejenis bakteri yang sudah diketahui mendegradasi limbah tembakau.
Baca Juga : Roti Tepung Kecoak dan Kekayaan Protein yang Terkandung di Dalamnya
Dalam eksperimen mereka, NicA2, protein yang mengandung flavin, berhasil merusak semua nikotin pada sampel darah dalam waktu 30 menit.
Hasilnya juga tetap stabil selama lebih dari tiga minggu dalam larutan penyangga, setidaknya tiga hari dalam serum. Tikus yang diberi enzim pun tidak menunjukkan efek samping.
"Kami telah melakukan profil kinetik pada enzim dan telah menemukan bahwa NicA2 memiliki banyak kualitas yang diperlukan untuk pemanfaatan terapi berhenti merokok, atau keracunan nikotin," kata Dr. Janda.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR