“Dulu ada orang main bilyar di sini tanya nama. Nama saya sebut Pok Siang, dia bilang Botan, dia panggil Botan. Johan orangnya, sudah meninggal 2 tahun lalu,” ujar Akong Botan – belakangan saya turut memanggilnya Akong Botan.
“Kalau tak kenal Botan, berarti bukan orang sini,” kata Akong tergelak bersama menantunya, Elsye. Elsye menambahkan,”Ini nama tokonya kan Simpang Jaya. Tapi tak ada yang kenal kalau sebut Toko Simpang Jaya. Semua taunya Botan.” Ia pun menambahkan informasi bawa nama kedai berevolusi memiliki nama Sejahtera, Simpang Jaya, hingga kini dikenal dengan nama kedai kopi Botan.
Kedai Kopi Botan rupanya buka mulai pukul 04.45 pagi hingga pukul 13.30 siang.
“Kedai buka pagi, kebanyak tamu warga yang habis shalat. Ada dua masjid dekat sini, jadi ramai kalau pagi,” ujar Elsye. Lebih lanjut ia menambahkan,” siang jam satu itu sudah siap-siap bersih-bersih tutup, tapi kalau ada tamu yang beri kabar mau datang ya bisa tunggu.”
Baca Juga : Melihat Rumah Adat dan Kain Tenun Khas Kampung Adat Prailiu
Istimewanya, peramu kopi untuk pelanggan yang datang adalah istri Akong Botan—Analisa yang lahir 51 tahun silam, saya memanggilnya Ama (nenek). Ia bergantian dengan anak lelakinya yang dipanggil Willy untuk meracik aneka pesanan para tamu, seperti kopi kosong (kopi tanpa gula), kopi 0 (kopi dengan sedikit gula), dan kopi susu di dapurnya yang berkeramik dengan cita rasa klasik.
Peralatan pembuatan kopi pun khas kopitiam, dengan ceret leher tinggi, dengan mulutnya yang panjang. Tak lupa ada saringan khasnya. Ama rupanya belajar meracik kopi secara autodidak.
“Dulu ada Ama ya Emak, ada adek dulu kan belum nikah. Lihat emak dulu bikin. Saya dulu rumah tak di sini. Ini dulu rumah kayu belum begini, kalau angin datang dia bisa goyang-goyang,” katanya sambil tersenyum. “Adek nikah, saya ke sini. Ini tahun delapan anam baru bangun begini,” kata Ama. Ia tampak sangat piawai menuangkan air kopi panas ke dalam cangkir dan gelas-gelas, sambil sesekali memanggil pelayannya jika racikannya telah siap.
Tempat gulanya yang berupa ‘gentong kecil’ terletak di area tempat Ama menuangkan kopi, ‘gentong’ keramik Tiongkok yang cukup tua. Dari pukul 06.00 pagi sampai jelang jam kantor dimulai, tingkat kesibukan di dapur kedai makin meninggi.
Lima orang pelayannya hilir mudik bergantian melayani tamu. Harga per cangkir kopi hitam di sana adalah Rp5.000, harga per gelasnya Rp7.000. Sedangkan harga secangkir kopi susu Rp6.000 dan per gelasnya Rp8.000. Tak hanya kopi, menu sarapannya pun tersedia, dan tentunya menu klasik.
Menu sarapan yang dipilih pengunjung biasanya roti goreng biasa (dengan olesan selai kaya/serikaya buatan kedai), roti bakar biasa, atau keju. Untuk roti goreng dan roti bakar biasa harganya Rp8.000, sedangkan untuk roti keju harganya Rp14.000.
Penulis | : | Agni Malagina |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR