Dia menambahkan, sejauh ini pihak sekolah cukup antusias dengan adanya kurikulum PLH Tematik Mangrove. Pembelajaran untuk mencetak generasi peduli lingkungan bisa dimulai dari kelas 4 SD. Pada usia itu, siswa sudah siap menerima kurikulum PLH Tematik Mangrove. Jadi, anak tidak terbebani dengan kurikulum tersebut. Sedangkan untuk usia di bawah itu, tidak akan diberikan, karena dirasa belum siap. Terutama dari sisi mental anak.
Hasil dari dibuatnya kurikulum ini rupanya berdampak signifikan bagi lingkungan hutan bakau. Banyak hasil yang didapat. Salah satunya, para siswa rutin menanam bibit bakau. “Saat ini, bibit-bibit yang mereka tanam itu sudah besar-besar. Bisa dibayangkan, berapa pohon yang sudah mereka tanam selama ini,” katanya.
Suherna berharap, dengan adanya PLH Tematik Mangrove, anak-anak dapat memiliki sifat dan pengetahuan yang baik tentang lingkungan hidup. Punya keterampilan yang baik pula dalam upaya melestarikan hutan bakau, sehingga muncul rasa cinta dan memiliki.
Pembelajaran Tidak Monoton
Erni Heriningsih, salah satu tim Pengembang Kurikulum PLH Tematik Mangrove Dinas Pendidikan Indramayu mengatakan, kurikulum PLH Tematik Mangrove sudah dirancang sedemikian rupa, jadi per kelas sudah ada kurikulumnya masing-masing. Hal itu yang membuat interaksi di dalam kelas tidak monoton.
“Ada teori, pengayaan, dan kunjungan. Jadi kita membuat 4 kurikulum, pertama kurikulum untuk semua guru dari kelas 4 sampai kelas 6. Kedua, kurikulum panduan guru untuk masing-masing kelas. Ketiga, kurikulum teks siswa, dan keempat kurikulum LKS Siswa. Saat ini kami masih fokus untuk sekolah dasar, namun untuk ke depannya tidak menutup kemungkinan akan diterapkan juga untuk SMP dan SMU,” jelas Erni.
Menurut Erni, pada dasarnya sekolah bakau sama dengan sekolah dasar umum lainnya. Hanya saja, ada penambahan kurikulum. Kurikulum itu diberikan selama 70 menit dalam satu minggu. Dan biasanya diimplementasikan pada hari Sabtu.
Baca Juga : Kampung Sayur Hingga Aloe Vera, Uniknya Cara Warga Doudo Manfaatkan Pekarangan Rumah
“Diharapkan, tahun depan ada penambahan sekolah lagi. Dibentuknya kurikulum mangrove ini juga didukung Pertamina yang mengadakan pelatihan bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas. Perangkat kurikulum dan pembelajaran. Termasuk buku panduan guru, buku teks siswa, dan LKS siswa. Semuanya diperbanyak oleh dinas pendidikan dan didukung oleh Pertamina” ungkapnya.
Perlu diketahui, edukasi terkait bakau sudah dimulai sejak tahun 2016 di tiga sekolah. Saat itu, hanya bekerja sama dengan mahasiswa KKN dari UGM. Kemudian pada 2017, bertambah menjadi 11 sekolah. Dari sini mulai dibentuk kurikulum khusus terkait bakau, hingga akhirnya pada tahun 2018 bertambah menjadi 26 sekolah.
Penulis: Agus Wahyudi
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR