Nationalgeographic.co.id - Sabtu (22/12/2018) malam, kawasan Pantai Anyer mendadak ramai. Banyak orang berlarian menjauhi pantai, seiring air laut yang mengalir menuju daratan. Dalam berbagai video terlihat air laut memasuki sebuah lobi hotel. Tidak hanya itu, beberapa video juga memperlihatkan antrean mobil yang berlomba meninggalkan lokasi.
Saat itu sekitar pukul 21.15 WIB, media sosial ramai dengan cuitan maupun unggahan yang mengatakan bahwa pantai Anyer, Carita, hingga Labuan Banten diterjang tsunami. Bahkan ramai juga yang mengatakan bahwa ada hotel dan beberapa warung yang mengalami kerusakan akibat terjangan gelombang.
Merespons informasi ini, Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, melalui akun resmi Twitter-nya mencuit bahwa fenomena ini bukanlah tsunami, melainkan naiknya gelombang laut.
Baca Juga : 5 Gempa yang Mengakibatkan Tsunami Paling Mematikan Abad Ini
Sementara itu, informasi yang berkembang dan tersebar di masyarakat adalah Gunung Anak Krakatau yang meletus sejak Sabtu (22/12/2018) pagi menjadi penyebab naiknya gelombang di barat Pulau Jawa ini. Lebih lanjut Sutopo mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh Bulan purnama yang memicu kenaikan gelombang laut.
Saat air laut masuk ke hotel akibat gelombang pasang naik. Bulan purnama memang memicu naiknya tinggi muka air laut. Masyarakat mengira ada tsunami sehingga melakukan evakuasi ke perbukitan. Sekali lagi, tidak ada tsunami. Hanya gelombang laut naik. pic.twitter.com/Kql3phaomU
— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) December 22, 2018
Berbeda dengan BMKG
Dilansir dari Kompas.com, cuitan awal BMKG menyatakan bahwa peristiwa ini bukanlah tsunami. Namun dalam siaran pers BMKG menyatakan peristiwa ini adalah tsunami. Bukan tanpa alasan, BMKG menyimpulkan hal ini setelah mempelajari data yang mereka dapat dari empat stasiun pengamatan.
Hasil pengamatan menunjukkan beberapa kali kenaikan gelombang. Pada pukul 21.27 WIB tercatat tinggi gelombang mencapai 0,9 meter di Serang. Pada pukul 21.33 WIB tercatat tinggi gelombang mencapai 0,35 meter di Banten. Pada pukul 21.35 tercatat ketinggian gelombang di Kota Agung mencapai 0,36 meter, dan pada pukul 21.53 tercatat ketinggian gelombang mencapai 0,28 meter di Pelabuhan Panjang.
Baca Juga : Mengenal Krampus, Iblis Penghukum Anak-anak Nakal Saat Natal
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rachmat Triyono menyatakan bahwa tidak ada aktivitas seismik di sekitar lokasi kenaikan gelombang tersebut.
"Masih belum jelas penyebabnya. Apakah mungkin karena aktivitas Krakatau? Kita belum tahu," ungkap Rachmat dikutip dari Kompas.com.
Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda memang meletus sejak 22/12/2018 pagi hingga siang. Letusannya kecil. Letusannya tidak menimbulkan tsunami atau menaikkan gelombang tinggi. Adanya gelombang tinggi di Anyer dan Lampung Selatan bukan disebabkan erupsi Gunung Anak Krakatau. pic.twitter.com/YfDp2Gx1rz
— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) December 22, 2018
Sementara itu, hingga malam ini, Minggu (23/12/2018) pukul 01.00 WIB, dalam rilis yang dikeluarkan oleh BPBD, tercatat terdapat tiga orang korban jiwa dan 21 orang mengalami luka-luka. Lebih dari 30 rumah mengalami kerusakan.
Waspada hoax
Seperti halnya dengan peristiwa alam sebelum-sebelumnya, terjangan gelombang ini juga berpotensi disusupi oleh informasi yang tidak benar. Oleh karena itu masyarakat diimbau untuk tidak langsung percaya mengenai informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Baca Juga : Muncul Retakan Tanah yang Besar, Benua Afrika Akan Terbelah Dua?
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR