Nationalgeographic.co.id - Lebih dari seribu ruas jalan di dunia menyandang nama Martin Luther King, Jr. Lima puluh tahun setelah pembunuhannya, bagaimanakah jalanan ini merefleksikan nilai dan ajaran sang ikon penegakan hak sipil?
Tiga pekan setelah pembunuhan Pdt. Martin Luther King, Jr. pada 1986, dewan kota di Mainz, Jerman, memasang nama sang aktivis hak-hak sipil itu di salah satu jalan kota—keputusan itu diambil hanya dalam beberapa hari, sementara kota kelahiran King, Atlanta, membutuhkan waktu delapan tahun.
Memphis, Tennessee, tempat King dibunuh, juga memasang namanya di salah satu jalan kota—tetapi setelah lebih dari 40 tahun sejak dia wafat.
Nama baru bisa mengisyaratkan masa depan cerah. Penggantian nama suatu tempat juga menunjukkan kekuatan dan pengaruh. Maka di Schwerin, Jerman, Dr. Martin Luther King Strasse mendampingi Anne Frank Strasse.
Di Saint-Martin-d’Hères, Prancis, Rue Martin Luther King berjajar dengan Rue Rosa Lee Parks, untuk menghormati wanita yang memicu pemboikotan bus di Montgomery, Alabama, pada 1955.
Di Port-au-Prince, Haiti, jalan yang menyandang nama tokoh revolusi abad ke-18, Toussaint L’Ouverture bersimpangan dengan jalan King.
Baca Juga : AS Sadap Martin Luther King dan Muhammad Ali
Dua tahun sebelum kematiannya, angka dukungan untuk King di Amerika Serikat hanya 33 persen, kemungkinan cerminan rasisme dan ketidaknyamanan banyak orang kulit putih Amerika terhadap agenda radikalnya untuk keadilan ekonomi.
Bersama berlalunya setiap dekade, bagaimana pun, popularitasnya terus menanjak—walaupun agendanya mungkin justru semakin pudar. Saat ini, 50 tahun setelah kematiannya, sekitar 90% penduduk Amerika berpendapat baik tentang King.
Setidaknya terdapat 955 ruas jalan di Amerika Serikat yang menyandang nama King. Sebagian besarnya berada di area-area berpenghasilan rendah. Namun, stereotip bahwa semua jalan itu suram dan berada di lingkungan kumuh adalah berlebihan. Penelitian ratusan jalan, menunjukkan hanya segelintir perbedaan antara aktivitas bisnis di jalan-jalan tersebut dengan di jalan-jalan protokol pada umumnya.
Ada lebih dari seribu jalan yang menyandang nama MLK di seluruh dunia, termasuk sejumlah jalan Martin Luther King di Jerman, negara tempat King mendapatkan namanya. King dan ayahnya sesungguhnya bernama Michael. Tetapi sang ayah, yang juga seorang pendeta Baptis, sangat terkesan pada tokoh reformasi Protestan Martin Luther dalam kunjungannya ke Berlin pada 1934, sehingga dia mengganti namanya dan anak sulungnya, yang ketika itu berumur lima tahun.
Kemenangan gerakan penegakan hak-hak sipil adalah kemajuan dalam proses pewujudan mimpi Luther King, Jr. untuk mengakhiri segregasi yang didukung negara. Kematiannya mendorong Kongres meloloskan Fair Housing Act.
Bagi warga kulit hitam Amerika, puluhan tahun kemudian, kematian King menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan angka kelulusan SMA dan kepemilikan rumah. Tetapi peningkatan pesat jumlah jalan MLK tidak mencerminkan komitmen global untuk memutus rantai kemiskinan.
Di Memphis, kota tempat King terbunuh, angka kemiskinan justru melonjak. Upaya mengganti nama salah satu jalan dengan nama King pada 1971 menemui kegagalan. Pada 2012, rencana itu dihidupkan lagi oleh anggota dewan kota Berlin Boyd dan disetujui.
“Di kota ini, darahnya menjerit-jerit dari jalanan,” kata Boyd. Membentang sejauh tiga kilometer, Dr. M. L. King Jr. Avenue adalah salah satu jalan terakhir yang dilewati King dalam unjuk rasa. Tidak ada pemandangan istimewa di sepanjang jalan ini, yang rutenya mencakup bagian belakang sebuah stadion NBA dan gedung universitas terbuka.
Pada 28 Maret 1968, King memimpin ribuan pengunjuk rasa berpawai dari Linden Avenue saat itu hingga balai kota untuk memprotes wali kota antipenyatuan dan segregasionis, Henry Loeb, yang menolak negosiasi dengan para buruh sanitasi berkulit hitam yang tengah melakukan aksi mogok. Pawai itu berujung rusuh. Untuk membuktikan bahwa dia bisa memimpin aksi damai, King kembali pada 3 April.
Malam itu dia membawakan pidato “I’ve Been to the Mountaintop.” Keesokan harinya dia ditembak di balkon motel. Saat ini Memphis tengah berupaya memberikan penghormatan pada pengorbanan King.
Pada musim panas lalu, dewan kota sepakat untuk memberikan santunan kepada 29 tukang sampah pengunjuk rasa yang masih hidup untuk mengatasi kondisi yang mengakibatkan terpangkasnya nilai pensiun mereka.
Setelah dipotong pajak, nilai pendapatan yang mereka terima sejak kematian King hanya sekitar 14 juta rupiah per tahun. Namun, bagi sebagian dari mereka yang masih mengoperasikan truk sampah, uang sebanyak itu tak cukup untuk masa pensiun.
Baca Juga : Dipanagara, Lelaki Ningrat yang Gemar Blusukan
King kerap dikenang dengan cita-cita sederhananya: Anak-anak kulit hitam dan kulit putih bergandengan tangan, seakan bersaudara.
Ucapan King yang lebih sering terlupakan mengandung jauh lebih banyak tuntutan, yakni “redistribusi radikal kekuatan politik dan ekonomi.”
“Di seluruh dunia,” ujar King pada saat setahun sebelum dia terbunuh, “manusia memberontak melawan sistem eksploitasi dan penindasan yang telah ketinggalan zaman, dan dari luka dunia yang rapuh, sistem keadilan dan kesetaraan baru terlahir.”
Penulis: Wendi C. Thomas
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Rahmad Azhar Hutomo |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR