Nationalgeographic.co.id – Sebuah keluarga albino di Afrika Selatan mengungkapkan bagaimana mereka hidup dalam ketakutan setelah serentetan pembunuhan terjadi pada anak-anak yang memiliki kondisi sama dengan mereka.
Keluarga Tyongose mengidap albinisme. Sang ayah, Themba (54), mengatakan, mereka masih sangat terdiskriminasi.
Themba hidup bersama dengan istrinya, Nokwanda, dan ketiga anaknya: Abongile, Siphosethu, Linamandla, di perkampungan.
Baca Juga : Bukan Hantu, Inilah yang Paling Ditakuti Orang-orang Amerika
Menurutnya, akan ada hal lain yang dilakukan pemerintah selain serangan mengerikan pada orang-orang albino.
“Sebagai contoh, jika seorang anak lahir dengan kondisi albinisme di bangsal buruh, tidak ada yang memberi tahu apa yang harus dilakukan. Sebaliknya, pertanyaan pertama yang diajukan kepada sang ibu adalah: ‘siapa lagi dalam keluargamu yang memiliki kondisi seperti ini?’,” papar Themba.
Terpedaya mitos
Belum lama ini, bayi berusia 15 bulan dan anak perempuan 13 tahun, diculik dan dibunuh oleh para “penyembuh” di Mpumalanga, salah satu provinsi di Afrika Selatan. Mereka menganggap bahwa albinisme adalah kutukan.
Ntando Gweleza, seorang pekerja amal, mengatakan kecewa dengan kondisi ini. “Albinisme bukanlah kutukan. Namun, banyak orang meludah ketika melihat kami,” tuturnya.
Di lain sisi, banyak orang di Afrika percaya bahwa bagian tubuh orang-orang albino mengandung kekuatan ajaib. Beberapa dari mereka kemudian membunuh dan mengambil bagian tubuh orang-orang albino untuk membuat muthi atau mantra sihir yang dianggap dapat memberikan kesehatan dan nasib baik bagi pemiliknya.
Baca Juga : Kisah Jamal Kashoggi, Jurnalis yang Dibunuh di Konsulat Arab Saudi
Kasus pelecehan seksual dan perkosaan pada perempuan albino juga tinggi. Meski tidak masuk akal, namun beberapa warga Afrika Selatan percaya bahwa berhubungan seks dengan seorang albino dapat menyembuhkan HIV/AIDS.
“Saya tidak mengerti mengapa banyak orang mendiskriminasi albino. Padahal, kami juga manusia dan sama-sama diciptakan Tuhan,” pungkas Gweleza.
Source | : | thesun.co.uk,thesouthafrican.com |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR