Nationalgeographic.co.id – Jumlah obat-obatan seperti antibiotik dan untuk penyakit epilepsi kini meningkat. Dan menurut sebuah studi terbaru, obat-obatan ini bahkan ditemukan di sungai-sungai yang akhirnya membahayakan ekosistem sekitarnya.
Para peneliti di Belanda mengembangkan model untuk memperkirakan jumlah konsentrasi obat yang ada di sistem perairan tawar dunia. Ini diharapkan dapat mengetahui di mana ‘kerusakan’ jaringan makanan yang akhirnya menyebabkan sungai tercemar obat-obatan.
Baca Juga : Dari Plastik Hingga Puntung Rokok, Ini 5 Jenis Sampah Terbanyak di Bumi
Studi yang dipublikasikan pada Enviromental Research Letters, berfokus pada dua obat: yakni, antibiotik siprofloksasin dan obat antiepilepsi carbamazepine.
Antara 1995 dan 2015, diketahui bahwa meningkatnya konsentrasi obat-obatan dan jumlah muka air yang tercemar, lebih tinggi 10-20 kali lipat dibanding dua dekade sebelumnya.
Carbamazepine dapat mengganggu perkembangan telur ikan dan pencernaan kerang. Sementara itu, risiko dari siprofloksasin lebih luas. Ada 223 dari 449 ekosistem yang terancam rusak akibat pencemarannya.
“Konsentrasi antibiotik ini dapat berbahaya bagi bakteri dalam air. Padahal, mereka memainkan peran penting dalam berbagai siklus nutrisi,” papar Dr Rik Oldenkamp, pemimpin penelitian dari Radboud University.
Baca Juga : Semakin Tercemar Limbah, Danau Toba Seperti ‘Toilet Raksasa’
Ia menambahkan: “Antibiotik juga berdampak negatif pada efektivitas koloni bakteri yang berguna dalam pengolahan air limbah.”
Itu akan mengganggu bakteri dalam proses dekomposisi dan oksigenasi dari tanah–kedua proses yang menopang kehidupan. Selain itu, konsentrasi obat yang menumpuk juga akan memengaruhi perilaku hewan di sungai.
Residu farmasi dapat masuk ke sistem air tawar ini melalui air limbah dari selokan yang tidak dikelola dengan baik, atau dari limpasan ladang untuk obat-obatan yang digunakan pada ternak.
Source | : | The Independent |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR