Nationalgeographic.co.id - Istilah “smiling depression” atau “depresi tersenyum”-tampak bahagia di depan orang banyak ketika sebenarnya mengalami gejala depresi–menjadi semakin populer. Artikel tentang topik ini telah merangkak naik dalam literatur populer, dan tahun ini, jumlah pencarian Google untuk kondisi ini telah meningkat secara dramatis. Namun, beberapa orang mungkin mempertanyakan apakah ini sebenarnya kondisi patologis yang nyata.
Walau depresi tersenyum bukan istilah teknis yang digunakan para psikolog, istilah ini merujuk pada orang yang mungkin mengalami depresi dan berhasil menutupi gejalanya. Istilah teknis terdekat untuk kondisi ini adalah “depresi atipikal”. Bahkan, sebagian besar orang yang mengalami suasana hati yang kacau dan kehilangan kesenangan dalam beraktivitas berhasil menyembunyikan kondisi mereka dengan cara ini. Dan orang-orang ini mungkin sangat rentan untuk bunuh diri.
Mungkin sangat sulit untuk menemukan orang yang menderita depresi tersenyum. Mereka mungkin terlihat seperti mereka tidak punya alasan untuk bersedih–mereka punya pekerjaan, apartemen, dan mungkin bahkan anak-anak atau pasangan. Mereka tersenyum ketika Anda menyapa mereka dan dapat bercakap tentang hal yang menyenangkan. Singkatnya, mereka mengenakan topeng ke dunia luar sambil menjalani kehidupan yang tampaknya normal dan aktif.
Namun di dalam, mereka merasa putus asa, terkadang bahkan berpikiran untuk mengakhiri semuanya. Kekuatan yang harus mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat mereka sangat rentan untuk merencanakan bunuh diri. Ini berbeda dengan bentuk depresi lainnya, saat orang mungkin memiliki ide bunuh diri tapi tidak punya cukup energi untuk bertindak berdasarkan niat mereka.
Baca Juga : Telusuri Asal Kata, Pendidik Ini Ingatkan Kita Agar Berhati-hati dengan Ndasmu
Meski orang-orang dengan depresi tersenyum menunjukkan “wajah bahagia” kepada pada dunia luar, mereka dapat mengalami perbaikan suasana hati mereka sebagai akibat dari kejadian positif dalam kehidupan mereka. Misalnya, mendapatkan pesan teks dari seseorang yang mereka ingin dengar atau mendapat pujian di tempat kerja dapat membuat mereka merasa lebih baik selama beberapa saat sebelum kembali ke perasaan yang kacau.
Gejala lain dari kondisi ini termasuk makan berlebihan, merasakan berat di bagian lengan dan kaki dan mudah tersinggung oleh kritik atau penolakan. Orang dengan depresi tersenyum juga lebih cenderung merasa tertekan di malam hari dan merasa perlu tidur lebih lama dari biasanya. Namun, dengan bentuk-bentuk depresi lainnya, suasana hati Anda mungkin lebih buruk di pagi hari dan Anda mungkin merasakan keinginan untuk tidur lebih sebentar dari biasanya.
Depresi tersenyum tampaknya lebih umum terjadi pada orang dengan temperamen tertentu. Khususnya, hal ini dikaitkan pada keadaan lebih cenderung untuk mengantisipasi kegagalan, mengalami kesulitan mengatasi situasi yang memalukan dan cenderung merenungkan atau secara berlebihan memikirkan situasi negatif yang telah terjadi.
Majalah Women’s Health menangkap esensi dari depresi tersenyum ketika majalah ini meminta perempuan untuk mengunggah gambar ke media sosial mereka dan kemudian memberikan keterangan kembali tentang bagaimana perasaan mereka ketika foto tersebut diambil. Berikut adalah beberapa unggahan mereka.
Sulit untuk menentukan dengan tepat apa penyebab depresi tersenyum, tapi suasana hati yang kacau dapat berasal dari sejumlah hal , seperti masalah pekerjaan, gangguan hubungan, dan perasaan seolah-olah hidup Anda tidak bertujuan dan bermakna.
Hal ini sangat umum. Sekitar satu dari sepuluh orang mengalami depresi, dan antara 15% dan 40% dari orang-orang ini menderita bentuk depresi atipikal yang menyerupai depresi tersenyum. Depresi tersebut sering dimulai sejak awal kehidupan dan dapat bertahan lama.
Jika Anda menderita depresi tersenyum, sangat penting untuk meminta pertolongan. Sayangnya, orang yang menderita kondisi ini biasanya tidak minta bantuan, karena mereka mungkin tidak berpikir bahwa mereka memiliki masalah-ini terutama terjadi jika mereka tampaknya menjalankan tugas dan rutinitas sehari-hari seperti sebelumnya. Mereka mungkin juga merasa bersalah dan berpikir bahwa mereka tidak perlu bersedih. Jadi mereka tidak memberi tahu siapa pun tentang masalah mereka dan akhirnya merasa malu dengan perasaan mereka sendiri.
Jadi bagaimana Anda bisa memutus siklus ini? Titik awalnya adalah mengetahui bahwa kondisi ini benar-benar ada dan itu serius. Ketika kita berhenti merasionalisasi masalah kita karena kita berpikir itu tidak cukup serius barulah kita mulai membuat perbedaan yang sebenarnya. Bagi sebagian orang, pandangan ini mungkin cukup untuk membalikkan keadaan, karena hal itu menempatkan mereka pada jalan untuk mencari bantuan dan membebaskan diri dari belenggu depresi yang telah menahan mereka.
Meditasi dan aktivitas fisik juga telah terbukti memiliki manfaat kesehatan mental yang luar biasa. Bahkan, sebuah studi yang dilakukan oleh Rutgers University di Amerikan Serikat menunjukkan bahwa orang yang telah bermeditasi dan beraktivitas fisik dua kali seminggu mengalami penurunan hampir 40% tingkat depresi mereka dalam waktu delapan minggu. Terapi perilaku kognitif, belajar mengubah pola dan perilaku berpikir Anda adalah pilihan lain bagi mereka yang mengalami kondisi ini.
Dan menemukan makna dalam hidup adalah yang paling penting. Ahli saraf Austria Viktor Frankl menulis bahwa kunci dari kesehatan mental yang baik adalah memiliki tujuan hidup. Dia mengatakan bahwa kita seharusnya tidak berusaha berada dalam “keadaan tanpa ketegangan”, bebas dari tanggung jawab dan tantangan, tapi kita harus berjuang untuk sesuatu dalam hidup.
Baca Juga : Penelitian: Mengubah Suasana Hati yang Buruk Hanya Perlu 12 Menit
Kita dapat menemukan tujuan hidup dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan menempatkannya pada sesuatu yang lain. Jadi temukan tujuan yang bermanfaat dan cobalah untuk membuat kemajuan secara teratur, bahkan jika jumlahnya kecil tiap harinya, karena ini benar-benar dapat berdampak positif.
Kita juga dapat menemukan tujuan dengan merawat orang lain. Ketika kita mengalihkan perhatian dari diri kita dan mulai berpikir tentang kebutuhan dan keinginan orang lain, kita mulai merasa bahwa hidup kita penting. Ini dapat dicapai dengan menjadi sukarelawan, atau merawat anggota keluarga atau bahkan binatang.
Pada akhirnya, merasa bahwa hidup kita penting adalah apa yang memberi kita tujuan dan makna–dan ini dapat membuat perbedaan yang signifikan bagi kesehatan mental dan kesejahteraan kita.
Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Jamiah Solehati.
Penulis: Olivia Remes, PhD Candidate, University of Cambridge
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR