Nationalgeographic.co.id - Genap dua tahun Taman Pendidikan Mangrove (TPM) Labuhan (Labuhan Mangrove Education Park) di Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan Madura berdiri dan dikelola oleh Kelompok Tani Mangrove “Cemara Sejahtera”.
TPM didirikan untuk kegiatan konservasi lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat, dan pusat edukasi bakau bagi siswa usia dini hingga mahasiswa serta peneliti dari berbagai lembaga penelitian. TPM Desa Labuhan ini terletak di kawasan Penanaman Cemara Laut dan Mangrove PT. PERTAMINA HULU ENERGI WEST MADURA OFFSHORE (PHE WMO), Desa Labuhan—Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur.
Program tersebut diawali dengan kegiatan penanaman bakau dan cemara laut oleh PHE WMO di pantai bagian timur Desa Labuhan pada tahun 2013 dan berkembang dengan pendampingan program konservasi lingkungan sampai tahun 2018. Pada awal penanamannya, PHE WMO menanam 10.000 batang bakau bersama Bupati Bangkalan pada saat itu—Makmun Ibnu Fuad—karena kawasan tersebut merupakan kawasan abrasi, banjir laut, tandus dan terancam oleh kegiatan penebangan bakau dan penambangan pasir laut untuk bangunan oleh warga. Cemara laut baru ditanam di wilayah Labuhan pada tahun 2015 setelah warga yang tergabung dalam kelompok tani Cemara Sejahtera berhasil melakukan penyemaian bibit cemara laut pada tahun 2014.
Baca Juga : Raih 13 dari 20 Proper Emas, Menteri LHK: Juaranya Adalah Pertamina
Sebelumnya, area pantai Labuhan pernah mengalami masa jaya tumbuhan bakau pada tahun 1980-an dan kemudian menjadi daerah tambak udang windu pada tahun 1990-an. Dibukanya tambak udang ini menjadi salah satu penyebab penurunan kualitas ekosistem pesisir pantai. Awalnya, bakau melindungi kawasan Labuhan dari abrasi, intrusi air asin, dan angin kencang. Perlahan, tambak udang dibuka secara meluas, jumlah populasi bakau pun berkurang. Pantai mulai mengalami abrasi, sumur-sumur perumahan warga menjadi payau bahkan asin, produksi perikanan baik tangkap maupun budidaya pun menurun.
Masalah serius menghadang saat tambak udang windu mulai mengalami kemunduran akibat serangan penyakit. Tambak ditinggalkan, penurunan pendapatan warga pun terjadi secara merata. Hal ini mendorong sebagian warga desa Labuhan harus mengadu nasib di Negeri Jiran untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sebagian lagi tetap tinggal menjaga desanya dan berprofesi sebagai nelayan dan profesi lainnya, seperti guru, pedagang, dan lainnya.
Rupanya, Pertamina berhasil menggugah kesadaran warga pasca penanaman bakau dan cemara laut pada tahun 2013. Pertamina pun mulai menjalankan program-program pengembangan kapasitas masyarakat terkait kawasan bakau di pantai timur Labuhan hingga saat ini.
Tidak berhenti di situ, PHE WMO berkomitmen untuk melanjutkan program konservasi bakau dan terumbu karang di kawasan pantai barat Labuhan seperti yang diungkapkan oleh Kukuh Kuncoro, President/General Manager PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore di sela-sela kunjungannya ke Pulau Madura. Ia menyebutkan bahwa Pertamina telah memiliki komitmen terhadap beberapa wilayah di Kabupaten Bangkalan. Menurutnya, PHE WMO berkomitmen berperan aktif dalam pengembangan masyarakat yang berbasis pemberdayaan dan berkontribusi dalam Sustainable Development Goals.
Lebih lanjut, Kukuh menjelaskan bahwa beberapa program diarahkan untuk program sinergi bahari, di antaranya adalah aksi konservasi bakau yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat pesisir di desa Labuhan (Kecamatan Sepulu), program air bersih Sumber Barokah di Tanjung Bumi, dan program Kampung Hijau yang ada di Sidorukun. Ketiga program itu mengacu pada konservasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat yang tentunya akan mempunyai dampak terhadap peningkatan ekonomi masyarakat.
Sejak awal, penanaman bakau dan cemara laut di Labuhan, PT. PHE WMO menggandeng Universitas Trunojoyo Madura (UTM), sebuah institusi pendidikan tinggi negeri di Bangkalan dalam penyelenggaraan kegiatan di Labuhan. “Sejak tahun 2013 kami menggandeng UTM, kami melihat ada satu kawasan di Labuhan tanahnya tandus, masyarakat berburu binatang dan burung-burung, penebangan mangrove yang tak terkendali. Kami mencoba memberikan edukasi kepada warga. Alhamdulilah, dengan edukasi, benchmarking ke tempat lain, masyarakat mulai mulai sadar. Sejak saat itu kami mendirikan Taman Pendidikan Mangrove,” ujar Muchammad Yani, Field Operation Manager PHE WMO.
PHE WMO pun memiliki tujuan utama dalam membuat desa ekowisata. “Cita-cita besar PHE WMO menjadikan wilayah Labuhan sebagai daerah pesisir utara Bangkalan menjadi destinasi ekowisata serta ikon di Madura. Jadi orang yang belum datang ke taman mangrove ini belum afdol main ke Madura,” ujar Yani. Lebih lanjut ia pun menyampaikan bahwa tujuan pengembangan kawasan konservasi dan pendidikan bagi masyarakat di wilayah ini juga bertujuan untuk menyosialisasikan kepedulian lingkungan hidup kepada masyarakat untuk peduli pada lingkungannya, dan bersahabat dengan lingkungan.
Masalah utama pelestarian bakau yang dihadapi oleh PHE WMO adalah sulitnya mengajak masyarakat untuk bersama-sama memahami apa itu bakau. “Namun begitu warga mengerti arti pentingnya mangrove, maka kendala itu menjadi kekuatan yang sangat berharga sehingga dapat membangun lingkungan mangrove seperti sekarang ini,” ujar Yani.
Yani mengungkapkan, pada awalnya sepuluh orang warga desa Labuhan bergabung dalam kelompok tani bakau yang mereka sebut sebagai kelompok tani Cemara Sejahtera. “Mereka ini yang kami bawa studi banding ke Tuban hingga Bali, juga ke desa wisata di Jawa Tengah untuk menimba ilmu guna mengembangkan hal serupa di Labuhan. Mereka bersemangat tanpa pamrih,” jelas Yani. Hingga pertengahan tahun 2018 anggota kelompok tani Cemara Sejahtera bertambah menjadi 40an.
Keberhasilan ini berarti penting bagi PHE WMO bahwa kegiatan konservasi lingkungan di Labuhan memberikan citra positif bagi Pertamina. “Bahwa PHE WMO sebagai perusahaan migas BUMN yang patuh pada peraturan perundangan di Indonesia, berwawasan lingkungan, selalu peduli pada masyarakat sekitar,” terang Yani.
Sedangkan bagi masyarakat, manfaat keberadaan taman bakau mendorong warga untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari hasil ekowisata yang dikembangkan karena tingkat kunjungan yang cukup tinggi. “Masyarakat yang datang tidak hanya masyarakat umum tetapi juga masyarakat dunia pendidikan mulai dari PAUD sampai perguruan tinggi. “Bahkan peneliti dan mahasiswa dari luar, waktu itu dari Ceko, datang untuk studi mangrove di sini,” jelas Yani.
Lebih lanjut Yani menyampaikan bahwa masyarakat menjadi kreatif dengan munculnya kegiatan tambahan seperti penanaman pepaya, budidaya kepiting soka, peternakan kambing etawa, dan pengolahan kopi bakau yang menambah pemasukan warga.
Hal senada diungkapkan oleh Supriyadi, kepala desa Labuhan. “Sejak desa ini mangrove-nya banyak dan tumbuh, jadi ramai. Banyak yang datang, kemah juga sering,” ujar Supriyadi. Supriyadi menyebutkan bahwa warga memperoleh pendapatan tambahan dari berjualan di sekitar kawasan mangrove, parkir, katering dan pelayanan wisata seperti homestay. “Pertamina kasih pelatihan, juga beberapa kali mengadakan acara khusus di sini, tamu-tamu menanam bibit mangrove, makan urab daun mangrove juga,” ujar Supriyadi.
Baca Juga : Ustaz Arifin Ilham Derita Kanker Nasofaring, Apa Saja Gejalanya?
Yani menambahkan bahwa kegiatan konservasi lingkungan hidup di Labuhan sangat berarti bagi PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore. “Dengan adanya kegiatan seperti ini (konservasi bakau dan ekowisata) PHE WMO berhasil meraih penghargaan tertinggi di bidang lingkungan Proper Emas untuk kedua kalinya secara berturut-turut dan semoga mendapatkan Proper Emas ketiga kalinya tahun ini dengan kegiatan konservasi lingkungan dan terumbu karang di pantai barat Labuhan tahun ini,” pungkas Yani ketika menjelaskan prestasi yang didapat oleh PHE WMO, yaitu penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2016 dan 2017, penghargaan Penilaian Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper) kategori emas.
Penulis | : | Agni Malagina |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR