Nationalgeographic.co.id – Lazim kita mengetahui bahwa hutan hujan tropis di Indonesia adalah rumah dari berbagai macam spesies burung.
Hebatnya, Indonesia juga menjadi salah satu surga bagi puluhan ribu spesies burung yang ada di dunia.
Tapi mirisnya nasib para burung itu, kekayaan aneka ragam hayati tidak dilihat dari segi pelestarian hutan dan lingkungan hidup.
Kekayaan flora dan fauna Indonesia hanya dilihat dari segi keuntungan ekonomi oleh para pemburu dan pembalak liar.
Imbasnya, banyak burung yang diburu kemudian dijual sebagai aksesoris, pepohonan ditebang kemudian dijadikan furniture, akhirnya burung-burung kesulitan berkembang biak karena rumah mereka dipugar jadi perabotan manusia.
Kabar sedih ini datang dari Kalimantan Barat. Kalimantan yang memiliki salah satu hutan hujan tropis terbesar di Indonesia dan memiliki julukan “paru-paru Indonesia” masih menyimpan berbagai jenis satwa langka.
Baca Juga: Burung Murai Batu Terancam Punah, Akankah Kita Akan Kehilangan Penyanyi Unggas Paling Merdu?
Salah satunya adalah burung rangkong gading.
Melansir dari Kompas.com burung ini ternyata memiliki nilai budaya yang tinggi bagi masyarakat Kalimantan Barat.
Burung istimewa ini dipercaya sebagai tingang, tajak, atau tajay atau simbol “alam atas” yaitu alam kedewataan.
Salah satu faktor mengapa burung purba ini sudah kritis spesiesnya adalah masa berkembang biaknya yang membutuhkan waktu lama.
Rangkong gading membutuhkan waktu relatif lebih lama daripada rangkong jenis lainnya di Asia, yakni sekitar 180 hari atau enam bulan untuk menghasilkan satu anak.
Uniknya, sarang rangkong bukanlah sarang buatan Rangkong, melainkan harus sarang alami. Rangkong hanya bisa beranak pada lubang pohon yang tinggingya 50 meter atau lebih tinggi.
Baca Juga: Lebih Dari 11 Ribu Burung Alami Kematian Massal dan Jatuh dari Langit
Pohon yang memiliki sarang yang layak bagi rangkong hanya didapati di pohon hutan hujan purba yang memiliki diameter di atas satu meter.
Lubang pohon itu memiliki ciri khas bongol di depannya. Dan sarang alami yang dibutuhkan rangkong sangat jarang ditemui, apalagi ketika pembalakan hutan liar terjadi.
Artinya, rangkong gading sangat membutuhkan hutan, seperti hutan itu membutuhkan burung ini.
Kemudian ketika masa bertelur datang, rangkong gading betina akan mengurung diri di sarang bulunya akan merontok untuk dijadikan alas dan menjaga kehangatan telur.
Kondisi inilah yang membuat rangkong gading betina tidak bisa keluar sarang sampai anaknya bisa terbang 150 hari kemudian.
Sang Jantan lah yang bertugas mencari makan untuk anak dan betinanya di sarang.
Baca Juga: Setiap Tahun, Burung Ini Kembali Kepada Orang yang Menyelamatkannya
Maka, bisa dikatakan jika satu ekor jantang rangkong gading terbunuh, itu sama dengan membunuh satu keluarga rangkong gading di alam.
Oleh karena itu, Ir Bambang Dahono Adji, MM, Msi selaku Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati meminta masyarakat untuk turut menjaga dan mengawasi kelangsungan burung rangkong.
Salah satu caranya adalah tidak melakukan atau membantu perburuan liar burung purba ini.
Beradaptasi dengan Zaman, Tokoh Pemuda Wewo Sadar Kebutuhan Energi Ramah Lingkungan
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Mahmud Zulfikar |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR