Nationalgeographic.co.id - Pada September lalu pemerintah telah memutuskan menaikkan tarif cukai rokok. Kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen dan berlaku mulai 1 Januari 2020.
Keputusan ini diambil dalam rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 13 September 2019.
Ada tiga alasan yang mendasari keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok.
Pertama, tak ada kenaikan sejak tahun lalu.
Kedua, ada alasan objektif menaikkan cukai yaitu menurunkan konsumsi karena alasan kesehatan.
Ketiga, terkait urusan penerimaan negara. Pemerintah yakin, kenaikan cukai akan mendongkrak penerimaan negara dan bisa digunakan untuk pembiayaan anggaran di APBN 2020.
Baca Juga: Tak Hanya Sampah Plastik, Puntung Rokok Juga Berbahaya Bagi Lingkungan
Akibat kenaikan tarif cukai rokok, beberapa hari lalu, informasi adanya kenaikan harga puluhan merek rokok merebak ke masyarakat luas.
Pesan berantai yang menyebutkan 42 merek rokok mengalami kenaikan harga tersebar secara luas melalui aplikasi pesan WhatsApp. Dalam pesan itu menyebutkan harga rokok per 1 Januari 2020, di mana besarannya berkisar Rp 30.000 hingga Rp 50.000-an.
Beberapa merek rokok yang tertera pada pesan berantai ini merupakan produksi PT HM Sampoerna, dan tertulis harga per bungkuskan di kisaran hampir Rp 50.000. Melalui keterangan tertulis, PT HM Sampoerna menyatakan informasi ini tidak benar.
Baca Juga: Sampah Puntung Rokok Semakin Banyak, Bahayakan Pertumbuhan Tanaman
Sebelumnya, bantahan yang sama juga disampaikan PT Djarum, menanggapi sejumlah produknya yang juga disebut dalam pesan yang sama.
Tidak bisa dipungkiri lagi, rokok sering sekali dikaitkan dengan berbagai macam masalah kesehatan.
Mulai dari masalah kesehatan mulut seperti munculnya plak gigi, sampai penyakit kronis seperti kanker paru.
Terbaru, sebuah penelitian bahkan mengungkapkan kebiasaan merokok dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan pendengaran alias 'budek'.
Baca Juga: Lima Kebiasaan Ini Memiliki Efek Mematikan Seperti Rokok
Risiko tersebut juga dapat meningkat sesuai dengan setiap batang rokok yang diisap.
Untuk mendapatkan temuan tersebut, para peneliti meneliti gaya hidup dan kesehatan dari 50.000 pekerja di Jepang.
Mereka menggunakan data yang diambil dari catatan pemeriksaan kesehatan tahunan yang mencakup tes pendengaran.
Hasilnya, penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nicotine and Tobacco Research ini menemukan bahwa perokok 60% lebih mungkin mengalami gangguan pendengaran.
Frekuensi tinggi dan juga mungkin kehilangan beberapa kemampuan untuk mendengar suara frekuensi rendah.
Tak hanya itu, selama masa penelitian 8 tahun tersebut menunjukkan bahwa satu dari 10 pekerja menunjukan beberapa bentuk gangguan pendengaran.
Menurut mereka, semakin banyak rokok yang dikonsumsi para pekerja, semakin tinggi pula risikonya terkena ketulian ini.
Sayangnya, penelitian tersebut belum bisa menemukan penyebab mengapa merokok dapat meningkatkan risiko ketulian.
Baca Juga: Dianggap Lebih Sehat, Vape Ternyata Sama Berbahayanya dengan Rokok
Untuk itu para peneliti mengatakan perlu penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi hal ini.
Meski begitu, dengan jumlah sampel yang besar dan penilaian obyektif setidaknya mereka telah memberikan bukti kuat terkait hubungannya rokok dengan masalah kehilangan pendengaran ini.
Melihat hasil tersebut, tidak ada salahnya mengubah kebiasaan buruk merokok agar terhindar dari risiko tersebut.(Anjar Saputra/Grid Health)
Penulis | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR