Nationalgeographic.co.id - Warga Korea Selatan tampaknya sangat penasaran dengan kematian. "Layanan pemakaman untuk orang hidup" menjadi populer baru-baru ini di sebuah pusat penyembuhan. Ada sekitar 25 ribu orang yang berpura-pura mati di sana sejak 2012.
Tren yang tidak wajar ini dilakukan di Pusat Penyembuhan Hyowon di Seoul. Di sana, para 'mayat hidup' mengenakan pakaian penguburan, dipotret seperti mayat, membuat surat wasiat, serta berbaring di peti mati selama sepuluh menit.
Seorang instruktur kemudian akan mengantar mereka melewatkan masa-masa terakhir di dunia sebelum masuk ke dalam peti mati kayu. Ia berperan seolah-olah seperti malaikat maut.
"Di saat-saat terakhir sebelum mati ini, siapa yang ada di pikiran Anda? Sekarang Anda sedang sekarat, organ-organ berhenti berfungsi, dan Anda akan menghembuskan napas terakhir," seru instruktur kepada para partisipan sebelum peti mati benar-benar ditutup.
Baca Juga: Di Tengah Perang Suriah, Pria Pecinta Kucing Ini Dirikan Klinik Hewan
Meskipun pengalaman ini tampaknya akan memberikan mimpi buruk, tapi tujuan dari aksi pura-pura mati tersebut adalah untuk menghargai kehidupan.
Jeong Yong-mun, kepala pusat penyembuhan Hyowon mengatakan, para peserta akan menyadari kesalahan-kesalahan mereka di dunia, lalu meminta maaf kepada teman dan keluarga--sesuatu yang biasanya baru disadari terlambat.
"Inilah alasan mengapa saya berpikir bahwa prosesi ini sangat penting. Kita bisa meminta maaf dan berbaikan lebih cepat, kemudian menjalani sisa kehidupan dengan bahagia," katanya.
Para partisipan mengaku bahwa dengan berpura-pura mati, mereka mendapat banyak pelajaran.
"Ketika Anda mengenal dan mengalami kematian, Anda mulai berpikir untuk menjalani kehidupan yang lebih baik," ujar Cho Jae-hee setelah mengikuti layanan gratis ini.
Baca Juga: Kisah Dusun Bondan Bangkit dari Kegelapan Berkat Kincir Angin dan Panel Surya
Jeong menambahkan, pemakaman untuk orang hidup yang diselenggarakannya tersebut bisa membantu orang-orang yang ingin bunuh diri berubah pikiran.
Korea Selatan sendiri diketahui sedang menghadapi krisis kesehatan mental ekstrem. Menurut data yang dipublikasikan pada jurnal BMJ Open, dari 1993 hingga 2016, ada sekitar 250 ribu orang--atau 4,2% dari jumlah populasi negara--yang meninggal akibat bunuh diri.
Source | : | New York Post |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR