Nationalgeographic.co.id - Dari London ke Delhi dan Beijing, jutaan manusia hidup dan bekerja di kota-kota besar di mana debu dan asap beracun tak dapat dihindari--mengelilingi udara yang kita hirup.
Akhir-akhir ini, banyak penelitian yang menemukan fakta bahwa udara kotor tersebut berbahaya bagi kesehatan kita, mulai dari menyebabkan asma hingga menurunkan IQ.
Kini, studi terbaru menyatakan bahwa partikel kecil dalam polusi udara, berkaitan dengan risiko kanker otak.
Baca Juga: Benarkah Tidur Menggunakan Kipas Angin Berakibat Buruk Bagi Kesehatan?
Dipublikasikan pada jurnal Epidemiology, sekelompok peneliti dari McGill University berfokus pada ambient ultrafine particles (UFP), partikel mini berukuran kurang dari 100 nanometer yang ditemukan di udara. Tidak seperti partikel besar, UFP sangat kecil sehingga dapat dengan mudah terserap oleh paru-paru, berkeliaran dalam tubuh melalui darah, hingga memasuki organ-organ tubuh kita.
Penelitian sebelumnya sebenarnya sudah menemukan fakta bahwa UFP dapat masuk ke otak, tapi studi terbaru ini lah yang pertama kali menyatakan bahwa ia dapat berisiko menyebabkan tumor otak.
Untuk mendapatkan hasil tersebut, para peneliti mempelajari catatan kesehatan 1,9 juta orang di Kanada antara tahun 1991 hingga 2016, dengan membandingkan paparan polusi udara yang mereka alami. Ketika para peneliti melakukan follow up, 1.400 di antaranya ternyata mengidap tumor otak.
Dari 100 ribu orang, kemungkinan ada satu orang yang akan mengidap tumor otak jika tingkat polusi mencapai 10 ribu nanopartikel per sentimeter kubik.
Baca Juga: Kurangnya Kesadaran, Penyebab Tingginya Angka Diabetes di Indonesia
Meski begitu, peneliti mengatakan, masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mengonfirmasi temuan ini dan apakah benar-benar ada hubungan yang kuata antara polusi udara dan tumor otak.
Selain itu, kanker otak merupakan penyakit langka. Artinya, bahkan dengan peningkatan risiko, hanya beberapa orang saja yang akan mengidapnya. Studi ini memperkirakan, tingginya UFP akan meningkatkan risiko tumor otak di antara 100 ribu orang. Itu merupakan 0,001 persen dari populasi.
Namun, bagaimana pun juga, penemuan terbaru tersebut seharusnya memacu pemerintah untuk segera mengatasi masalah polusi udara di negara mereka.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR