Nationalgeographic.co.id—Penampungan ikan di Teluk Semanting rupanya tak berhenti sebagai tempat jual beli ikan pada konsumen rumah tangga namun juga dimanfaatkan untuk pengolahan kerupuk. 25 ibu-ibu Teluk Semantinglah yang mengolah ikan sebagai bahan kerupuk kemasan.
Sri Ngesti Utami misalnya, sejak 2010 sudah mencoba mengolah tangkapan ikan menjadi kerupuk. Dengan bantuan berbagai pihak ia membantu perekonomian keluarga.
Kampung Teluk Semanting, Kalimantan Timur memiliki 5 kelompok pengolah kerupuk. Produk kemasanya terbagi dua, yakni ada kemasan BUMK (Badan Usaha Milik Kampung) dan ada kemasan milik kelompok. Masing-kelompok memiliki 5 anggota.
Sebagai salah satu ketua kelompok, Sri mengerjakan semua proses, Seperti memilah ikan dari penampung, perebusan, mengiris, dan pemasaran.
Ilmu penjualan didapat Pada 2016, Sri dan pengolah kerupuk lainya mendapat pelatihan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk melakukan pembukuan, pembagian kerja anggota, dan penjualan. Maka sejak itu, dibentuklah kelompok pengolah kerupuk di Semanting.
Mulanya Sri melakukan penjualan produknya sendiri. Ia pergi ke Pasar Adjidilayas, Berau. Dengan perjalanan selama 2 jam ia membawa sampel produk kerupuknya dan membagikanya secara gratis ke toko-toko. Tak ketinggalan kantor-kantor di Berau juga menjadi sasaran sampel kerupuk Sri.
Seiring berjalanya waktu sampel itu laris manis. Bahkan terjual sampai toko-toko swalayan di Berau dan Bandara Kalimarau. Sri menjual produknya sebesar Rp 25.000 untuk satu kemasan. Sampai saat ini produk kelompok kerupuk Semanting memiliki langgananya sendiri.
“Karena di Berau ada penampung jadi ndak susah kesana kesini. Begitu minta berapa ratus kemasan tinggal drop. Kalo di Tanjung Batu juga tinggal drop,” ucap Sri pada National Geographic Indonesia di Teluk Semanting, Kalimantan Timur (06/03/2020).
Namun bahan baku ikan laut saat ini sulit didapat karena tangkapan ikan yang berkurang. Selain itu, produksi kerupuk juga sangat bergantung pada cuaca karena sinar matahari memengaruhi kualitas kerupuj baik atau tidaknya. Jika tidak segera dijemur maka kerupuk akan berjamur dan rasanya akan berbeda.
Baca Juga: Kisah Alfred Rambaldo, Orang Belanda Pertama yang Terbang dengan Balon Udara di Batavia
Alat-alat yang digunakan untuk produksi pun masih serba tradisional. Kelompok belum memiliki oven untuk pengeringan, pemotongan masih dengan pisau, dan tidak memiliki mesin pendingin (freezer) untuk menyimpan ikan.
Dalam anggota kelompok tidak ada perbedaan pendapatan keuntungan. Perhitungan disesuaikan dengan pembagian kerja, uang bahan baku (ikan, tepung, bawang). Keuntungan yang didapat dikurangi uang modal dan dibagikan secara merata.
Source | : | Wawancara warga Teluk Semanting |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR