Nationalgeographic.co.id - Sudah lebih dari satu dekade sejak dunia mengalami wabah penyakit atau pagebluk flu babi H1N1 pada 2009.
Virus yang terjadi antara musim semi 2009 hingga musim semi 2010 itu telah menginfeksi 2,4 miliar orang di seluruh dunia, juga menewaskan 151.700 hingga 575.400 orang menurut Centers for Disease Protection and Control (CDC).
Pagebluk flu babi 2009 merupakan H1N1 kedua di dunia setelah flu spanyol pada 1918. Flu babi 2009 disebabkan oleh strain baru H1N1 yang berasal dari Meksiko yang paling mematikan dalam sejarah. Sejak muncul pada Juni 2009 lalu dan menyebar ke seluruh dunia, WHO kemudian menyatakan flu babi sebagai pandemi.
Di Amerika Serikat antara April 2009 hingga April 2010, CDC memperkirakan ada 60,8 juta kasus flu babi, dengan lebih dari 274.000 yang dirawat di rumah sakit dan angka kematian mencapai hampir 12.500.
Baca Juga: LIPI: Cegah Penyebaran Virus Corona Tidak Perlu Membunuh Kelelawar
Flu babi 2009 banyak menyerang anak-anak dan orang dewasa muda. Sebanyak 80% kematian terjadi pada orang di bawah umur 65 tahun. Hal ini tidaklah biasa mengingat bahwa sebagian besar jenis flu, termasuk flu musiman justru menyebabkan presentase kematian yang lebih tinggi pada orang berusia 65 tahun ke atas menurut livescience.
Namun, orang lanjut usia tampaknya telah membangun cukup kekebalan terhadap flu babi 2009. Penulis buku The Perfect Predator, Steffanie Strathdee mengatakan bahwa begitu banyak orang bisa kebal karena vaksin atau sistem kekebalan tubuh mereka telah melawan infeksi.
Sebaliknya, pagebluk Covid-19 cenderung menyerang orang-orang yang lanjut usia. Virus corona baru bernama SARS-CoV-2 itu banyak memakan korban jiwa di usia 50-an sampai 90-an dalam kumpulan data yang dirangkum oleh CNN.
Flu babi 2009 tersebar melalui tetesan pernapasan dan partikel di udara. Sedangkan Covid-19 menyebar melalui tetesan pernapasan dan dalam beberapa kasus mungkin ditumpahkan dalam feses menurut Strathdee.
Masuk pada gejala umum flu babi 2009 mirip dengan virus flu lainnya. Terutama demam, batuk, sakit kepala, sakit tubuh, tenggorokan, menggigil, kelelahan, dan pilek. Gejala itu muncul setelah satu sampai empat haris setelah tertular virus.
Sementara, sejauh ini para dokter melihat Covid-19 dalam tanda-tanda seperti demam, batuk kering, dan sesak nafas. Gejala lain seperti sakit kepala, sakit tenggorokan, dan diare memang telah dilaporkan, tetapi lebih jarang terjadi.
Seperti halnya flu babi 2009, Covid-19 dapat menyebabkan masalah pernafasan yang mengarah ke masalah serius seperti pheumonia. Namun orang yang tanpa gejala sama sekali atau gejala ringan mampu membuat seseorang untuk membawa dan menyebarkan virus.
Berdasarkan nomer reproduksi dasar (R-nought value) flu babi 2009 kurang menular dibandingkan Covid-19. Untuk flu babi 2009 nilai R-nought value nya ialah 1,46 sementara Covid-19 nilainya antara 2 hingga 2,5 untuk saat ini.
Baca Juga: Ini yang Kita Ketahui Soal 100 Korban Meninggal Karena Corona di AS
Strathdee juga mengatakan bahwa terdapat perbedaan cara saat menanggapi pagebluk H1N1 2009 dengan Covid-19. Khususnya Amerika Serikat yang lebih lambat dari negara lainya. Strathdee juga menambahkan bahwa AS lebih siap saat kemunculan virus H1N1 2009 ketimbang Covid-19.
Urutan genetik virus kedua pagebluk ini dilepaskan ke publik dengan kecepatan yang luar biasa, sehingga negara-negara bisa membuat tes diagnostik sesegera mungkin.
Pada 24 April 2009 sembilan hari seetelah deteksi awal H1N1, CDC mengunggah urutan genetik virus berbasis data ke publik dan sudah mulai mengembangkan vaksin. Demikian pula pada 12 Januari 2020, lima hari setelah cronavirus baru diisolasi, para ilmuwan Cina menerbitkan urutan genetik virus.
Namun sejak itulah kesamaan mulai berhenti. Hal yang terjadi pada H1N1 tidak semudah itu terjadi pada Covid-19.
Kasus pertama Covid-19 di AS diidentifikasi pada 20 Januari 2020 dan Departemen Keseharan dan Layanan Kemanusiaan AS baru menyatakan Covid-19 sebagai darurat kesehatan pada 11 hari kemudian, yakni 31 Januari.
Sebaliknya saat flu babi 2009, darurat kesehatan justru dinyatakan dua hari setelah kasus AS pertama yang dikonfirmasi pada tahun 2009.
Dalam waktu empat minggu setelah mendeteksi H1N1 2009, CDC telah mulai melepaskan persediaan kesehatan dari persediaan mereka yang dapat mencegah dan mengobati virus. Serta, sebagian besar negara bagian di AS memiliki laboratorium yang mampu mendiagnosis H1N1 tanpa verifikasi dengan tes CDC.
Sementara itu, COVID-19 terus menyebar dan tidak terdeteksi selama berminggu-minggu. Pada 5 Februari, CDC mulai mengirimkan kit diagnostik untuk 2019-CoV-2 ke 100 laboratorium kesehatan di AS. Namun sebagian besar lab menerima kit yang salah sehingga menyebabkan penundaan besar dalam memerangi virus.
Pengujian lanjutan pun harus dilakukan secara ekslusif di markas besar CDC sampai mengembangkan dan mengirimkan kit pengganti.
Pada 10 Maret 2020, tujuh minggu setelah kasus pertama yang dikonfirmasi di AS, CDC mengumumkan bahwa 79 laboratorium kesehatan di negara bagian dan lokal Amerika Serikat dapat menguji orang untuk COVID-19. Tetapi beberapa laboratorium sudah kehabisan persediaan untuk menjalankan tes.
Baca Juga: Membuat Hand Sanitizer dari Tanaman di Sekitar Kita, Begini Caranya
Strathdee yang juga seorang Dekan Asosiasi Ilmu Kesehatan Global di Universitas California San Diego itu berkata bahwa seharusnya flu babi 2009 menjadi tanda peringatan untuk menghadapi kasus Covid-19.
"Pandemi H1N1 2009 seharusnya menjadi tanda peringatan. Itu tidak berakhir menjadi pandemi yang menewaskan jutaan orang seperti yang kita khawatirkan, tetapi seharusnya menjadi peringatan. Dari semua perkiraan yang serius, COVID-19 akan menjadi pembunuh utama." ucap Strathdee di halaman livescience (19/03/2020).
Namun, Strathdee juga mengatakan bahwa kekayaan informasi teknologi sekarang membuat pengetahuan tentang virus justru lebih cepat menyebar ketimbang virus itu sendiri. Pengembangan vaksin juga lebih cepat dan percobaan pertama kandidat vaksin juga sudah berlangsung.
"Akan membutuhkan waktu untuk vaksin dan perawatan dapat dipelajari dan ditingkatkan," katanya. "Jadi sementara itu, kita semua harus melakukan bagian kita dan tinggal di rumah." tutup Strathdee.
Source | : | CNN,livescience.com,CDC |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR