Nationalgeographic.co.id - Sampah merupakan salah satu isu penting perkotaan. Setidaknya 175 ribu ton sampah per hari dihasilkan dari seluruh Indonesia. Pemerintah sendiri sudah mengumumkan target pengurangan sampah hingga 30% pada tahun 2025.
Target yang sangat ambisius. Namun, bukan tidak mungkin tercapai apabila bisa melibatkan semua pihak.
Di bawah Program PILAH (singkatan dari Peningkatan Daur Ulang dan Kolaborasi Pengelolaan Sampah) yang merupakan bagian dari Program Hibah dari USAID, penelitian kami dari Universitas Diponegoro bersama Yayasan Bintari, yayasan yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup, menyimpulkan bahwa pembangunan tempat pengelolaan sampah 3R (Reduce, Reuse, and Recycle) atau TPS-3R dan bank sampah menjadi dua program andalan pemerintah daerah untuk mencapai target tersebut.
Baca Juga: Pandemi COVID-19 Sebabkan Limbah Infeksius, Bagaimana Penanganannya?
Sayangnya, kedua program ini masih menemui kendala di lapangan dan membuat masyarakat menjadi skeptis terhadap upaya pemilahan sampah yang merupakan upaya awal penting dalam mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Untuk mengatasi penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah kelebihan kapasitas, maka sampah seharusnya dipilah dulu mulai dari rumah tangga.
Secara sederhana, sampah di Indonesia minimal terpilah menjadi dua jenis yaitu sampah anorganik (plastik dan kardus) dan organik (sisa-sisa makanan).
TPS-3R dan bank sampah merupakan dua program pemerintah yang diharapkan bisa mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan pemilahan sampah.
Kegiatan di TPS-3R mencakup daur ulang sampah anorganik (plastik dan kardus) dan pengolahan sampah organik (sisa makanan menjadi kompos).
TPS-3R biasanya memiliki teknologi pencacah sampah dan pengayak kompos yang lebih efektif dan efisien. Hasil kompos dari TPS-3R akan dijual untuk pupuk tanaman hias atau digunakan di lahan sekitar areal TPS.
Sementara, bank sampah merupakan solusi yang terlihat ideal dan praktis untuk mengurangi sampah rumah tangga sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pengelola.
Layaknya sistem perbankan, warga menabung bukan dengan uang melainkan dengan sampah kering, seperti plastik, kertas, kardus. Mereka akan mendapatkan buku tabungan dan bisa meminjam uang. Pengembalian pinjaman berupa sampah senilai dengan uang yang dipinjam.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR