Nationalgeographic.co.id – Sementara perhatian banyak orang terpusat pada pandemi COVID-19, deforestasi pada hutan hujan Amazon masih terjadi hingga saat ini. Menurut data dari Brazil’s National Space Research Institute (INPE), area hutan yang rusak pada April 2020, 64% lebih parah dari April 2019.
Sistem pemantauan deforestasi milik INPE, DETER, mendokumentasikan bahwa 1.202 kilometer persegi wilayah hutan Amazon telah terbakar dan ditebang mulai dari 1 Januari hingga 30 April 2020.
Lonjakan deforestasi ini sejalan dengan meningkatnya angka kerusakan hutan yang terdokumentasi sejak beberapa tahun sebelumnya.
Baca Juga: Studi Ungkap Area Laut Dalam Menjadi Tempat Berkumpulnya Mikroplastik
Banyak orang berharap, karantina wilayah dapat mengurangi deforestasi di hutan Amazon. Namun, pada kenyataannya, yang terjadi justru sebaliknya.
Dengan lebih sedikit agen lingkungan yang berpatroli di hutan Amazon dan juga meningkatnya kesulitan ekonomi di daerah pedesaan, wabah yang sedang berlangsung ini justru ‘memberi angin’ bagi pembukaan lahan ilegal.
“Masyarakat yang baik sedang dikarantina, tapi kriminal tidak. Mereka mengambil kesempatan untuk merusak hutan,” kata André Guimarães, kepala Amazon Environmental Research Institute, organisasi nonprofit yang mengadvokasi konservasi hutan Amazon.
Baca Juga: Di Tengah Pandemi, Gaya Rambut ‘Coronavirus’ Populer di Afrika Timur
Peningkatan paling tajam pada kasus deforestasi Amazon terjadi antara 1991 hingga 2003. Namun, beberapa tahun terakhir, terlihat lagi kebangkitan aksi pembukaan lahan—didorong oleh meningkatnya permintaan global untuk komoditas seperti daging sapi, kedelai, dan minyak sawit. Penebangan ilegal serta pembakaran pun dilakukan beberapa pihak demi menciptakan lahan baru bagi peternakan atau perkebunan sawit.
Minggu ini, Presiden Brasil, Jair Bolsonaro memberi wewenang kepada angkatan bersenjata untuk memasuki wilayah Amazon demi memadamkan kebakaran sebagai persiapan untuk menghadapi musim kemarau yang akan dimulai sekitar Juni. Meski begitu, para aktivitas lingkungan skeptis, langkah tersebut dapat menyelesaikan masalah yang lebih besar di kemudian hari.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR