“Bisa dibilang, Pasar Legi tidak pernah tidur. Datang jam berapa pun, selalu ada kegiatan,” kata Adit.
Dari Pasar Legi, kita berjalan menuju Ponten, kediaman Mangkunegara sekitar akhir abad ke-18, Legiun Mangkunegaran hingga bertemu dengan Mbah Wasinen dan Mbah Ngadimin yang merupakan abdi dalem istana.
Di akhir acara, Adit mengajak peserta untuk berisitirahat dan menikmati camilan sore di Kusuma Sari yang telah berdiri sejak tahun 1970.
Meski dilakukan secara virtual, tapi acara ini dirancang seperti perjalanan biasanya sehingga para peserta tetap dapat menikmatinya meskipun berada di rumah. Dilengkapi dengan video, cerita langsung dari para pemandu lokal, serta masyarakat asli di Surakarta, membuat kita seperti berada di sana.
Valentina Wiji, salah satu peserta #JelajahDariRumah mengatakan, meskipun berada di Bogor, ia mengaku bisa merasa ikut jalan-jalan di Surakarta. “Gaya bertutur pemandu wisata yang menghanyutkan membuat saya serasa ikut secara fisik menjelajah ruang,” ungkapnya.
Valentina juga mengungkapkan bahwa virtual tour ini memiliki dimensi yang lengkap. “Menyalakan empati untuk pemandu wisata yang terdampak pandemi, tapi di saat yang bersamaan juga menguatkan pengetahuan warga terkait detail-detail situs wisata. Tidak hanya sekilas pandang, namun sungguh mendalam,” papar Valentina.
Acara avontur daring #JelajahDariRumah Mengenal Jejak-Jejak Mangkunegara diikuti oleh 140 peserta dari berbagai kota selama dua jam. Program ini berhasil mengumpulkan donasi sebesar Rp3.685.000 (per 22 Juni 2020 pukul 12.30 WIB). Donasi tersebut ditransfer langsung ke nomor rekening akun pemandu wisata yang tercantum dalam selebaran digital.
Terima kasih kepada Sahabat yang telah berpartisipasi dalam "Akhir Pekan Bersama". Kendati pagebluk belum usai, semoga ketulusan hati kita turut membantu menghidupkan wisata di Indonesia. Sampai berjumpa dalam perjalanan daring selanjutnya.
Ibnu Battuta, pejalan abad ke-14 asal Maroko, pernah menulis dalam jurnalnya tentang moral cerita perjalanan. Menurutnya, "Perjalanan akan membuatmu tak bisa berkata-kata, namun akan mengubahmu menjadi pencerita."
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR