Nationalgeographic.co.id - Di lepas pantai Israel, para arkeolog kelautan telah menggali kapal karam misterius yang mengubah cara para ahli berpikir tentang abad ke-7 M di Timur Tengah.
Bangkai kapal itu pertama kali terlihat oleh anggota Kibbutz Ma'agan Michael, di lepas pantai Israel, sekitar 29 mil (47 kilometer) selatan Haifa. Ia ditemukan pada tahun 2015, tetapi dibiarkan tidak terganggu dan tertutup pasir.
Barulah sejak 2016, kapal karam tersebut diselidiki oleh tim peneliti dari Institut Leon Recanati, Studi Kelautan Universitas Haifa.
Pada laman Ancient Origins disebutkan bahwa kapal itu awalnya memiliki panjang 75 kaki (23 meter)--berada di kedalaman tiga meter dan terkubur oleh lebih dari satu ton pasir.
Baca Juga: Homo Erectus Bumiayu, Temuan Arkeologi Manusia Purba Tertua di Jawa
Menurut para arkeolog, kapal ini sepertinya tenggelam karena kecelakaan navigasi. Meski begitu, bangkai kapal sangat terawat, mungkin karena terkubur di pasir.
Deborah Cvikel, yang merupakan bagian dari tim peneliti, mengatakan: "Kami belum dapat menentukan dengan pasti apa yang menyebabkan kapal itu karam, tetapi kami pikir itu mungkin kesalahan navigasi."
Karena tenggelam begitu dekat pantai, diperkirakan tidak ada korban jiwa. Bangkai kapal sangat umum di Mediterania kuno.
Kapal diyakini tenggelam sekitar 1.300 tahun yang lalu pada abad ke-7. Ini adalah era kemenangan Arab atas Bizantium di Yarmouk. Kaum Muslim menaklukkan sebagian besar apa yang sekarang dikenal sebagai Timur Tengah modern.
Orang-orang Arab mencoba dan gagal menaklukkan sisa Kekaisaran Bizantium, negara penerus Roma. Abad ke-7 memulai transisi wilayah dari yang didominasi oleh orang Kristen menjadi mayoritas Muslim.
Para arkeolog kelautan menemukan beberapa prasasti yang ditulis dalam bahasa Arab dan Yunani pada kayu serta keramik di kapal karam Israel ini.
Mereka juga menemukan beberapa simbol Kristen seperti salib, sekaligus tanda keagamaan Muslim. Ada satu prasasti yang menguraikan kata Allah.
Source | : | ancient origins,Jerusalem Post,ASUH |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR