Bantuan pangan internasional lah yang membantu mengurangi kelaparan di Korea Utara. Hingga saat ini, negara tersebut pun masih bergantung kepada organisasi internasional, seperti PBB. Bencana alam dan pola iklim membuatnya rentan terhadap fluktuasi dan ketersediaan pangan.
Di Korea Utara, peristiwa kelaparan paling parah ini memiliki nama -- istilah yang jika diterjemahkan berarti “Bulan Maret yang Sulit”. Perumpamaan itu memungkiri penderitaan warga yang kelaparan dan mati karenanya. Mencerminkan penolakan peran pemerintah atas fenomena tersebut.
Pemimpin diktator Korea Utara terus menyalahkan bencana alam dan faktor eksternal lainnya sebagai penyebab kelaparan.
(Baca juga: Suku Bajau, ‘Penjelajah Air’ yang Ditakdirkan Menjadi Penyelam Terkuat)
Melihat kondisinya yang begitu dirahasiakan, sulit untuk memperkirakan jumlah korban kelaparan. Para ahli menduga, jumlah bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan orang atau 5% dari total penduduk.
Ancaman kelaparan selanjutnya
Para peneliti memprediksi, kelaparan di Korea Utara akan terjadi dalam waktu dekat.
Menurut Jason Le Miere dari Newsweek, kekeringan dan kebijakan yang salah bisa membawa negara tersebut kepada krisis pangan lainnya.
Berdasarkan data PBB, dua dari lima penduduk Korea Utara mengalami kekurangan makanan serta akses ke perawatan kesehatan dasar dan sanitasi. Lebih dari 70% populasi bergantung pada bantuan makanan internasional untuk bertahan hidup. Dan sebanyak 41% populasi Republik Rakyat Demokratik Korea mengalami kekurangan gizi.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | hera sasmita |
KOMENTAR