Sebelumnya, pantai berpasir putih ini merupakan tidak terawat. Keberadaannya hanya dijadikan lokasi penambangan pasir putih liar untuk dijual keluar desa. Alhasil, yang tersisa di pantai ini hanya karang.
Ketua Pokdarwis Desa Tlangoh Dulasir menceritakan awal mula pengembangan pantai ini sebelum menjadi tempat wisata. Menurutnya, PHE WMO dahulu sempat mencoba untuk menanam 2 bibit cemara laut pada 2019, tetapi tidak berhasil. Percobaan yang sama kembali dilakukan dengan menyebar bibit cemara dan mangrove lain namun hasilnya tetap sama.
“Dulu ditanam cemara 2 biji, tapi mati. Tanem lagi agak banyak, sama juga,” kata Dulasir melalui wawancara telepon bersama tim National Geographic Indonesia, Senin (23/11/2020).
Setelah diteliti lebih jauh, situasi pasir dan bebatuan di pantai Tlangoh rupanya terlalu keras dan tidak cocok untuk ditanami mangrove dan cemara dalam jumlah besar, inilah yang membuat lokasinya hanya cocok sebagai pantai lepas biasa.
Tidak menyerah, warga Bersama PHE WMO akhirnya mengubah konsep konservasi mangrove dan cemara menjadi lokasi wisata pantai putih.
Baca Juga: Go Laba, Soliditas Orang-orang Bajawa Membangun Kebersamaan
Pembuatan jalan sebagai akses transportasi, pengembangan lokasi pantai, hingga pendirian Pokdarwis sekaligus pengadaan program wisata, menjadi upaya yang dilakukan PHE WMO. Fasilitas penunjang seperti toilet, ayunan, gapura, payung pantai, dan kafetaria dibangun.
“Di pantai itu dibuatlah jalan, lama kelamaan jadi banyak wisatawan yang datang. Sebelum pagebluk itu 2.000-an orang udah dateng ke sini,” ungkap Darwis.
Agar masyarakat di sekitar juga bisa menerima manfaat dari lokasi wisata pantai, PHE WMO melakukan pendampingan untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan pedagang kaki lima (PKL).
Untuk menambah daya pikat, juga terdapat penyewaan ATV dan perahu yang dikelola oleh anggota Pokdarwis dan warga lokal.
Baca Juga: Memata-matai Kawanan Bekantan di Hutan Mangrove Teluk Semanting
Keberadaan lokasi ini juga disyukuri Darwis sebagai suatu anugerah bagi warga sekitar. Mengingat di tengah situasi pagebluk saat ini, cukup banyak warga yang menjadi tenaga kerja migran terpaksa dipulangkan.
“Di sini kan banyak TKI yang kerja di Jepang, nah ada pagebluk semua jadi dipulangin. Untungnya ada pantai ini, warga bisa terus hidup dari jualan di tempat ini. Wisatawan juga masih banyak yang datang,” pungkasnya.
Dikutip dari data yang diberikan Pokdarwis Desa Tlangoh, setidaknya terdapat 9.500 pengunjung yang mendatangi lokasi Pasir Putih dengan total pendapatan tiket masuk dan parkir mencapai lebih dari Rp 40 juta selama periode Juli-September 2020.
Lebih lanjut, seluruh proses yang dilakukan PHE WMO turut berkolaborasi dengan dinas lingkungan hidup serta pemerintah setempat, guna mendukung program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Baca Juga: AKSILARASI 2020: Memberdayakan Ekonomi Kreatif di Labuan Bajo
Kedua program tersebut yakni mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan melalui pengembangan sumber daya yang dimiliki daerah, serta menciptakan lapangan kerja yang layak bagi para penduduknya.
Program SDg selanjutnya yaitu upaya melindungi pantai dan lautan melalui konservasi kawasan pesisir sekaligus mengelola dan menjaga ekosistem laut dari sampah dan limbah.
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR