Penelitian ini menggunakan data primer dari survei 949 perilaku rumah tangga. Hasilnya ditemukan beberada data base sampah di Bali. Diantaranya timbunan sampah plastik 829 ton perhari, yang ditangani dengan baik sebesar 40 ton/perhari dan yang tidak ditangani dengan baik sebanyak 425 ton/perhari.
Penelitian ini kemudian dirangkum pada data platform yang bisa diakses melalui www.balipartership.org yang merupakan peta Provinsi Bali dengan berbagai data penelitian. Seperti data pengepul, data TPA, dan pemetaan organisasi dan pemangku kepentingan.
"Kami punya data berapa sampah yang tidak bisa didaur ulang. Kita punya detail per kabupaten/kota. Untuk saat ini berupa data base yang bisa kita ambil analisanya. Datanya bisa kita update," ucap Lincoln.
Sementara, Bali sendiri punya permasalahan. Minimnya partisipasi masyarakat yang peduli lingkungan membuat Komang Sudiarta membuat Komunitas Malu Dong pada 2009. "Bali yang kita punya menjual alam dan budaya tapi orang Bali tidak peduli dengan permasalahan lingkungan," ucap Komang, Pendiri Komunitas Malu Dong.
Malu Dong, sejak 2009, dengan aktif membangun mental anak muda lokal untuk menjaga lingkungan. Mengedukasi anak-anak TK sampai mahasiswa. Juga ke masyarakat dengan datang ke rumah-rumah menyampaikan pentingnya menjaga lingkungan.
"Kami membangun perilaku mentalnya dulu. Tanpa terbangun perlaku mental kita agak susah membicarakan persoalan lain. Tanpa pelatihan agak susah. Terutama anak lokal," ucap Komang.
Program Malu Dong di 2021 mengundang ketua komunitas di tiap kabupaten. Melihat sumber-sumber air. Menurut Komang, pemerintah maupun masyarakat harus menjaga sumber air di hulu. Sehingga sampah-sampah tidak mengalir sampai ke laut.
Sementara itu, edukasi adalah poin yang lebih penting ketimbang teguran menurut Malu Dong.
"Kalo menegur di komunitas kita udah nggak ada. Kita mengajar, jangan sampai menegur. Yang diperlukan konsisten edukasi. Karena di orang tua kurang. Mereka mendapatkan orang tua yang memang sudah gapeduli lagi soal sampah," ucap Komang.
Baca Juga: Olah Sampah oleh Warga Pinggir Citarum, Sungai Terkotor di Dunia
Beralih ke teknologi, sebuah perusahaan rintisan bernama Octopus Indonesia kiat menyelesaikan masalah sampah sedari 2018. Perusahaan ini memulai dengan memetakan ekosistem perdagangan jual beli kemasan bekas di pasar tradisional. Setelahnya mereka menemukan aktor-aktor apa saja yang terlibat di dalamnya, mulai dari rumah tangga, pemulung, hingga industri daur ulang.
Alih-alih tidak mau mematikan salah satu stake holder pada ekosistem itu, Octopus Indonesia coba memberikan solusi dari beberapa pertanyaan dasar. Aktifitas konsumen rumah tangga tidak mau sulit dan mengeluarkan uang, mereka lebih senang dengan daur ulang tapi tidak tahun di mana lokasinya.
Maka Octopus menyediakan platform ekonomi srikular daring. Sampah yang dihasilkan konsumen akan diambil oleh para pelestari - sebutan pemulung di Octopus. Kemudian nanti pelestari melakukan jual beli ke bank sampah.
"Untungnya masuk ekosistem Octopus adalah garansi beli. Kami sudah terkoneksi langsung dengan industri daur ulang," kata Moehammad Ichsan, Co-Founder Octopus Indonesia.
Dari Kota Makassar, ada 7000 lebih order per hari. Bahkan bulan Oktober, satu pelestari dapat pendapatan sepuluh juta empat ratus perbulan. Hal ini dikarenakan banyaknya permintaan daur ulang di Kota Makassar. Sementara di Bali sudah ada sekitar seribu pengguna baru yang terkoneksi pada aplikasi Octopus.
Menerapkan teknologi di sektor informal menurut Ichsan adalah sebuah tantangan. Apalagi menyasar daerah-daerah yang minim akses teknologi. Tapi Octopus sebetulnya adalah hal yang simpel.
"Kalau kita bicara daerah kecil ada Ada tps dari situ salah satu Langkah ekosistem Octpus bisa masuk. Masyarakat sekitar bisa jadi pelestari. Dengan menggunakanya platformnya kita. Permintaan octopus sudah cukup banyak. Memang harapnaya kita buat sistem kita tidak tersentralisasi. Jadi temen-temen yang buka di daerah bisa membuka ekosistemnya," ujar Ichsan.
Pantai Bali banyak tertutup oleh sampah plastik, Ratih Anngaraeni, Head of Climate & Water Stewardship Danone Indonesia menduga bahwa itu karena minimnya tempat pengumpulan sampah plastik yang ada di Bali. ekosistem ekonomi sirkular bertumbuh pesat. Karena kesempatan ini diharapkan Bali menajdi percontohan untuk Indonesia.
Aqua, berfokus pada tiga hal untuk bijak berplastik. Pertama pengumpulan, dengan ambisi mengumpulkan sampah plastik yang lebih banyak dihasilkan pada tahun 2025 mendatang. Kedua Edukasi, dengan ambisi memperluas edukasi di sekolah sehingga menjangkau lima juta anak dan memimpin kampanye dengan target 100 juta konsumen pada 2025. Ketiga, Inovasi, dengan ambisi menggunakan kemasan 100% dapat didaur ulang atau dijadikan kompos. Serta meningkatkan material kandungan daur ulang hingga 50%.
Khusus kemasan 100% bahan daur ulang saat ini ada pada kemasan Aqua 600 ml.
"Kenapa kita lakukan di produk 600 ml. Karena ini cukup populer untuk konsumen kita. Harapanya ketika kita bisa memberikan opsi hidrasi yang ebrkelanjutkan. Maka konsumen secara tidak langsung menjaga lingkungan yang lebih bersih. Ini mengubah masalah menjadi solusi," kata Ratih.
Di Bali, Aqua mempunyai dua unit bisnis daur ulang. Dari dua unit ini Aqua berhasil mengumpulkan lebih banyak botol plastik yang diproduksi. Sekitar 5000 ton botol plasti per tahun. Ini adalah jaringan inklusif hasil bekerjasama dengan Octopus Indonesia. Diharapkan konsumen bisa lebih mudah untuk akses pelestari.
Dari sisi edukasi, Aqua bekerjasama dengan Malu Dong di Bali. Ratih merasa bahwa Aqua satu visi dengan komunitas yang memedulikan edukasi tentang sampah.
"Bersama Octopus dan Malu Dong. Akhirnya kita bisa melakukan kemitraan tidak hanya menyasar satu aspek tapi juga tiga aspek. Sehingga harapanya kita bisa menghasilkan dampak yang signifikan untuk Bali. Kita juga membuka tangan dengan pihak yang lebih luas untuk bisa menghasilkan inovasi untuk Bali," ucap Ratih.
Tokoh-tokoh di atas sepertinya dapat membantu perubahan dan mendorong transformasi yang lebih besar. Seperti yang diutarakan Didi sebagai penutup. "Kita seperti diserang begitu banyak masalah. Tapi dari teknologi sampai korporasi besar bisa membawa perubahan. 2021 saatnya kita meneriakkan hal-hal yang belum tercapai di tahun sebelumnya."
Sudut Pandang Baru Peluang Bumi, Pameran Foto dan Infografis National Geographic Indonesia di JILF 2024
Source | : | Berbagi Cerita NGI |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR