"Tapi dari luar negeri datang ke sini—orang Amerika, Perancis, Jepang. Dari segala benua—kecuali Afrika—datang ke sini."
Padahal ada banyak koleksi buku di sini, mulai dari fiksi untuk anak-anak hingga koleksi tinjauan akademis. Buku-buku itu di bawanya sejak berkuliah di Uni Soviet, hasil belanja saat masih menjadi dosen di Jakarta—yang sering dibelinya di Pasar Senen, Jatinegara, dan Tanah Abang.
Meski demikan, Soesilo mengaku dirinya sendirilah pengusung ide perpustakaan ini. Berawal dari kebiasaannya menyisihkan uang untuk membelikan buku dan mentraktir para mahasiswanya ketika ia masih mengajar di Universitas 17 Agustus di Jakarta.
"Saya bilang ke mahasiswa saya yang sering datang ke rumah 'silahkan apa saja berbuat di sini, asal jangan mabuk!' Bebas mau urusan studi atau diskusi," ujarnya.
Dari sana, ia terpikirkan untuk membuat perpustakaan, terlebih pengalaman hidupnya ia bisa berkuliah gratis di Uni Soviet.
Sehingga Perpustakaan PATABA merupakan ungkapan balas budi untuk mencerdaskan bangsa, dengan moto "Masyarakat Indonesia Membangun Melalui Indonesia Membaca, Menuju Masyarakat Indonesia Menulis"
Dana pengembangan perpustakaan ini berasal dari biaya Soesilo Toer sendiri dari hasil penerbitan buku dan kegiatannya memulung. Untuk lokasinya sendiri adalah rumah masa kecil dirinya bersama saudara-saudari kandungnya yang terus dirawat dari waktu ke waktu.
Untuk merealisasi peranan perpustakaan untuk literasi masyarakat luas, perpustakaan PATABA kerap mengadakan berbagai kegiatan seperti bedah buku, diskusi dan seminar, workshop penulisan, penerbitan buku, dan pagelaran budaya.
Baca Juga: Mengikuti Ritual Rambu Solo di Mamasa, Apa Bedanya dengan di Toraja?
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR