Sejak fosil-fosil tanduk dan tengkorak mereka ditemukan, buaya ini telah diklasifikasikan oleh sejumlah peneliti ke dalam beberapa famili yang berbeda. Mereka disalahartikan sebagai spesies lain dan diberi beberapa nama berbeda, tanpa asal usul evolusioner yang jelas.
Sebelumnya buaya bertanduk ini disebut-sebut memiliki kedekatan dengan buaya Nil. Bukti-bukti paling awal terkait keberadaan buaya Nil di Madagaskar adalah sejak 300 tahun lalu. Namun cerita rakyat Malagasi menunjukkan bahwa buaya Nil mungkin telah bermigrasi ke sana lebih awal dan hidup berdampingan dengan buaya bertanduk, kata Hekkala.
Buaya bertanduk bukanlah buaya yang sangat besar, tetapi tengkorak mereka yang besar menunjukkan bahwa mereka kemungkinan besar adalah hewan yang kuat, yang menyebabkan nama spesies mereka menjadi robustus, kata Hekkala.
"Kami tidak memiliki kerangka lengkap, tetapi mereka tidak terlalu panjang," tutur Hekkala. "Berdasarkan ukuran tengkorak mereka, ukuran keseluruhan mereka mungkin mirip dengan buaya Nil."
"Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa beberapa bagian pulau (Madagaskar) menjadi lebih kering," kata Hekkala. "Bisa jadi ini menguntungkan buaya Nil yang baru tiba dan membuat pulau itu lebih tidak ramah bagi buaya bertanduk endemik."
Baca Juga: Studi: Air Mata Buaya Mirip dengan yang Dimiliki Manusia
Dalam studi terbaru yang laporannya telah terbit secara online di jurnal Communications Biology pada 27 April 2021, Hekkala bersama para peneliti lain dari American Museum of Natural History (AMNH) di New York City dan dari sejumlah kampus ternama, melakukan tes dan analisis DNA untuk mengidentifikasi identitas reptil ambigu ini secara lebih pasti. Mereka kemudian menentukan apakah buaya ini termasuk dalam kelompok unik mereka sendiri atau termasuk kelompok spesies yang sudah ada.
Catatan-catatan fosil yang terbatas dan sejarah ekologi Madagaskar yang tidak lengkap sebagian merupakan penyebab mengapa butuh hampir 150 tahun untuk berhasil menempatkan buaya bertanduk dalam kelompok evolusinya sendiri. Selain itu, secara fisik, terutama bagian tengkoraknya, spesies buaya bertanduk ini sangat mirip dengan buaya Nil, yang secara historis digunakan para ilmuwan untuk mengklasifikasikannya.
Ketika buaya-buaya bertanduk itu pertama kali ditemukan, para ilmuwan mengklasifikasikannya sebagai buaya sejati --subfamili yang mencakup buaya Nil dan buaya modern lainnya seperti buaya Amerika (Crocodylus acutus) dan buaya air asin (Crocodylus porosus)-- dan diberi nama Crocodylus robustus.
Kebingungan ini diperbesar pada tahun 1910 ketika ilustrasi populer tentang bagaimana rupa buaya bertanduk itu dirilis dalam sebuah artikel ilmiah, kata Hekkala. Sayangnya, gambar itu sebenarnya menggambarkan buaya Nil zaman modern, tetapi itu membantu memperkuat teori bahwa buaya bertanduk adalah buaya sejati. Beberapa bahkan berpendapat bahwa buaya bertanduk mungkin saja nenek moyang buaya Nil.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR