Misal, Anda adalah pengangguran dan memiliki sepupu yang sudah memiliki usaha, sedangkan. Kemudian Anda ditanya oleh paman Anda yang bukan ayah dari sepupu itu. Sepupu Anda otomastis menjadi standar paman Anda. Standar ini kemudian menjadi kebanggaannya.
Sama ibaratnya jika Anda menganggap tim sepak bola yang ideal adalah yang berhasil menjuara Liga Champion. Bila sering menyasikan pertandingan itu, Anda kemudian menganggap tim yang juara adalah yang ideal, sedangkan tim lain tidak.
"Kita enggak bisa pisahkan orang dari opininya. Itu yang jadi pandangani dia. Itu kenyataannya kalau mereka punya standar opini--meski tidak menghidupinya, dan merasa mereka benar," papar Ariel.
Untuk menghadapi momen bertemu keluarga besar, banyak yang kerap merencanakan jawaban apa yang harus diberikan. Bahkan mungkin Anda bisa saja menciptakan suatu skenario untuk berbohong.
Bagi Ariel, berbohong bisa saja memanipulasi penanya. Tetapi akan berbahaya apabila penanya akan mengecek kebenarannya, seperti bertanya lebih lanjut dengan anggota keluarga yang paling dekat. Efeknya bisa mengakibatkan konflik jangka panjang dalam keluarga.
Baca Juga: Seperti Apa Cahaya Natal dan Ramadan Bila Dilihat dari Luar Angkasa?
Maka saran terbaik untuk menghadapinya adalah jujur. Kadar kejujuran ini bisa diberikan tergantung kasus seperti alasan apa yang harus diberikan.
Misal, apabila Anda ditanya "Sudah umur segini, kenapa belum nikah juga?".
Maka, berilah alasan yang jujur terkait kondisi Anda seperti masih fokus dengan aktivitas sendiri, belum memiliki calon pasangan, atau kondisi belum siap nikah lainnya yang sedang dihadapi. Setelah itu kendalikan percakapan untuk membahas betapa asiknya kesibukan yang membuat Anda belum menikah juga.
"Kalau ada yang basa-basi, dia mau cepat pergi kok, apalagi kalau dia (yang suka membandingkan) mau melihat kemenangannya," jelas Ariel. "Anda tahu kok dia mau menjatuhkan atau bukan. Kalau mau singkat, hindari berbicara dengannya."
Kita bisa melihat karakteristik anggota keluarga dengan melihat polanya, atau berdasarkan anggota keluarga terdekat lainnya. Sebaiknya untuk menghindari dan meverifikasi karakternya karena belum kenal, "cukup wait and see."
Tak hanya untuk kalangan mereka yang sering ditanyakan, anggota keluarga lain yang kerap memberikan pertanyaan harus menyadari betapa rawannya suatu ucapan.
Jika hendak berkomunikasi dengan ponakan atau anggota keluarga lainnya, ketahui terlebih dahulu apa tujuan Anda ingin bertanya. Agar menghindari perkataan yang menyinggung, sebaiknya Anda lebih sering mendengarkan.
"Memang bertanya itu perlu (di kumpul keluarga). Tapi saya enggak akan menanya sesuaty yang membuatnya defensif seperti "Kenapa kamu enggak lulus-lulus juga?", saya cenderung "kamu ngapain saja selama ini, ada peristiwa apa?". Kemudian saya pilih dengar ceritanya," jelas Ariel memberikan contoh kasus.
Baca Juga: Kumpul keluarga
Jangan menginterupsi ceritanya, biarkan anggota keluarga itu menjawab. Mungkin mereka sudah memiliki solusi, sehingga Anda tak perlu menceramahinya.
"Pelajaran pertama dalam komunikasi adalah jadi pendengar baik, kita harus cek dulu, jangan langsung menyerang masuk dengan asumsi kita. Apalagi kalau kita dengarnya dari pihak yang lain."
Jika dia memiliki solusi atas masalah yang dihadapinya, berilah dorongan yang membuatnya semangat menjalani hidup.
Tetapi jika anggota keluarga bertanya untuk sebuah solusi, Anda bisa memberikan jawaban yang bisa membantunya. Apabila masalahnya di luar kemampuan, Anda bisa menyarankannya untuk meminta bantuan ke anggota keluarga lain atau pihak lain.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR