Nationalgeographic.co.id—Untuk pertama kalinya sejak lebih dari 125 tahun yang lalu, burung hantu bermata oranye kembali terlihat di alam liar. Para ilmuwan berhasil mendokumentasikan kembali kemunculan burung tersebut di kawasan hutan pegunungan di Gunung Kinabalu, Borneo, Malaysia.
Para peneliti dari Smithsonian Migratory Bird Center mengumumkan penemuan kembali burung hantu bermata oranye itu di Wilson Journal of Ornithology pada bulan lalu. Dalam laporan penemuan tersebut mereka juga menyertakan foto-foto burung tersebut saat ditemukan di alam liar.
Dalam laporan mereka, para ahli ekologi tersebut mencatat bahwa meskipun hampir semua elemen dasar ekologi spesies itu tidak diketahui --seperti vokalisasi, distribusi, biologi perkembangbiakan, dan ukuran populasinya-- pola filogeografik burung pegunungan di Kalimantan dan Sumatra menunjukkan bahwa Otus brookii brookii, nama ilmiah burung hantu bermata oranye ini, mungkin layak untuk klasifikasi spesies.
Menurut Science Direct, filogeografi adalah bidang studi yang berfungsi untuk memahami hubungan antara genotipe-genotipe individu dalam suatu spesies atau satu kelompok spesies yang berkerabat dekat dan menghubungkannya dengan distribusi spasial spesies atau kelompok tersebut.
Baca Juga: Dianggap Punah 170 Tahun Lalu, Burung Pelanduk Kalimantan Muncul Lagi
Dengan melakukan itu, para ilmuwan dapat melacak sejarah biogeografi populasi infraspesifik dan lebih memahami faktor-faktor lain seperti aliran gen, fragmentasi, perluasan jangkauan, dan kolonisasi spesies yang diteliti.
Namun, dalam kasus Otus brookii brookii ini, para ahli ekologi mengatakan bahwa analisis filogenetik kuantitatif tidak mungkin dilakukan. Meski demikian, mereka mencatat bahwa menyelesaikan data ekologi, distribusi, dan status taksonomi burung hantu ini "dapat memiliki implikasi konservasi yang penting."
Taksonomi adalah studi tentang prinsip-prinsip klasifikasi ilmiah organisme dan pengaturannya berdasarkan "dugaan hubungan alamiah", menurut Kamus Merriam-Webster.com.
Baca Juga: Status Burung Indonesia 2021: Sembilan Jenis Makin Terancam Punah
Fox News melaporkan, burung hantu yang ditemukan kembali ini berukuran sekitar seperempat lebih besar dari burung hantu biasa yang berasal dari wilayah tersebut. Selain itu, burung hantu tersebut memiiki warna bulu antara abu-abu, hitam, dan cokelat tua.
Tidak banyak yang diketahui tentang Otus brookii brookii, termasuk lagunya dan lokasi habitat intinya. Subspesies mitranya, Otus brookii solokensis, ditemukan di Sumatra.
Dalam sebuah wawancara dengan Smithsonian Magazine, penulis laporan penemuan ini, Andy Boyce, mengatakan bahwa penemuan kembali burung hantu bermata oranye itu terjadi secara kebetulan. Dia berada di hutan di Sabah itu untuk meneliti bersama University of Montana terkait bagaimana spesies-spesies burung yang berbeda berperilaku di berbagai ketinggian. Kala itu seorang teknisi Keegan Tranquillo menunjuk keberadaan seorang burung hantu yang tampak aneh dengan mata oranye.
"Jika kami tidak mendokumentasikannya saat itu juga, burung ini bisa menghilang lagi entah sampai kapan," kata Boyce dalam laporannya. "Itu adalah perkembangan emosi yang sangat cepat. Ada kegugupan dan antisipasi ketika saya mencoba untuk sampai ke sana, berharap burung itu masih ada di sana. Hanya kegembiraan yang besar, dan sedikit ketidakpercayaan, ketika saya pertama kali melihat burung itu dan menyadari apa itu. Dan kemudian, segera, muncul banyak kecemasan lagi."
Boyce mengatakan dia yakin burung hantu yang hidup nokturnal bitu elum terlihat dalam waktu lama karena kepadatan populasinya rendah dan mungkin "endemik" di pulau itu. Beruntungnya, dia dapat menemukan spesies burung hantu itu lagi setelah pencarian selama dua minggu yang melelahkan.
Baca Juga: Temuan Mumi Burung di Gurun Atacama Chile Singkap Sisi Gelap Manusia
Dia mencatat bahwa spesies burung hantu langka itu "akan punah begitu cepat sehingga kita mungkin kehilangan spesies yang bahkan tidak pernah kita ketahui keberadaannya." Dia juga menekankan, manusia "tidak dapat melestarikan apa yang tidak kita ketahui keberadaannya." Oleh karena itu, penemuan kembali spesies burung hantu ini sangat penting untuk kelestariannya.
"Ini mengingatkan kita sebagai manusia, dan sebagai ilmuwan, bahwa ada banyak hal, ada tempat di dunia ini — ahkan pada titik ini di mana kita memiliki sidik jari di seluruh planet ini— yang masih belum kita pahami dan kita Setiap hari masih terkejut dengan hal-hal yang kita temukan," tutur Boyce.
Menurut Mongabay, status konservasi burung hantu dari jennis ini kini terdaftar sebagai yang paling tidak menjadi perhatian dalam Daftar Merah IUCN. Mongabay tersebut juga mencatat bahwa kini Kalimantan dan hutannya semakin terpengaruh oleh perubahan iklim.
Source | : | Fox News,Science Direct,Mongabay.com,Smithsonian |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR