Dari pengmatan laporan yang diterima Olmsted menunjukkan bahwa hujan meteor terlihat secara nasional dan jatuh daru luar angkasa di bawah pengaruh gravitasi. Ini juga mencatat bahwa hujan telah muncul sebelumnya dalam siklus tahunan, sesuatu yang tidak diketahui para ilmuwan, tetapi tidak bagi petai Eropa, selama berabad-abad.
Olmsted menyadari bahwa meteor pasti menabrak atmosfer bumi dari luar angkasa. Dia memperkirakan kecepatannya sekitar 4 mil per detik, yang menurutnya sangat cepat. Karena dia tidak menyadari bahwa gesekkan, alih-alih pembakaran konvensional, yang menembakkan bintang jatuh. Olmsted menghitung ukurannya sangat besar hingga satu mil lebarnya, bukan partikel debu komet seukuran jarum.
Baca Juga: Hujan Asteroid Musnahkan Peradaban Manusia Kuno 12.800 Tahun Yang Lalu
Olmsted mencoba memperkirakan ketinggian meteor itu. Caranya, dia melakukan triangulasi ketinggian bola api dengan pengamat ilmiah lain di New York, yakni pada ketinggian 30 hingga 50 mil.
Dia juga menduga bahwa hujan meteor itu berasal dari sebuah benda dengan orbit yang sangat memanjang mengelilingi matahari. Namun demikian, baru pada 1867 para astronom membuat hubungan antara meteor dan debu di sepanjang ekor komet, yang menghubungkan jejak komet Tempel-Tuttle ke Perseids.
Setiap 30 tahun atau lebih, terutama pada 1966, Leonids telah menghasilkan hujan yang sangat kuat sebagai pengingat peristiwa 1833. Meskipun demikian, intensitasnya telah menurun karena awan ekor komet yang menghasilkan meteor telah menipis dari waktu ke waktu.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR