Heni menjelaskan bahwa orang-orang di Sriwijaya memiliki kebiasaan untuk berburu. Namun lama-kelamaan, muncul kesadaran dari kerajaan untuk membangun sebuah taman pelestarian, seperti dikisahkan melalui Prasasti Talang Tuo.
Dalam prasasti ini, tertulis bahwa Raja Sri Jayanasa membangun Taman Sriksetra, yakni sebuah taman yang berisi segala jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan dari seluruh penjuru Sriwijaya. Diresmikan pada 23 Maret 684, sang raja berharap bahwa taman ini dapat digunakan untuk kebaikan segala makhluk. Taman Sriksetra menjadi kawasan konservasi pertama yang diketahui di Nusantara. Taman ini juga menjadi cikal bakal taman nasional yang kita kenal saat ini.
Rekam jejak taman nasional di Nusantara baru kembali muncul di zaman kolonial Belanda. Eksploitasi rempah juga diikuti dengan penelitian saintifik terhadap tanaman-tanaman di setiap daerah jajahan.
"Pada abad ke-17, VOC memonopoli perdagangan Nusantara dan mengeksploitasi daerah jajahannya. Banyak pohon ditebang dan ditanami rempah-rempah," ujar Heni. "Akan tetapi, Belanda kemudian juga mengembangkan riset-risetnya, terutama di masa pemerintahan Raffles dari Inggris."
Baca Juga: Jelajah Akhir Pekan di Tangkahan, Tepian Taman Nasional Gunung Leuser
Di masa Raffles pula, dibangun Kebun Raya Bogor sebagai pusat penelitian flora di Hindia Belanda. Akan tetapi, Kebun Raya Bogor, dan juga Taman Sriksetra, masih merupakan pusat konservasi ex situ, dan belum dapat disebut sebagai taman nasional yang sesungguhnya.
Dalam buku ini, tertulis bahwa konsep taman nasional modern sendiri dicetuskan oleh Amerika Serikat. "Jadi, Amerika sudah sadar bahwa alam itu menawarkan sebuah keindahan yang harus diselamatkan," tutur Heni, "sehingga pada tahun 1872 Amerika meresmikan Taman Nasional Yellowstone."
Taman Nasional Yellowstone diresmikan oleh Presiden Ulysses S. Grant pada 1 Maret 1872. Keanekaraman hayati dan keindahan alam yang dimilikinya membuat para peneliti mendorong pemerintah untuk meresmikan taman nasional ini, serta melarang kepemilikan tanah dan pengrusakan di area tersebut.
Baca Juga: Mengamati Maleo dan Menelusuri Peninggalan Megalitikum di Lore Lindu
Penulis | : | Eric Taher |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR