Seiring waktu, Taman Nasional Yellowstone banyak mendatangkan turis yang ingin melihat rupa alam di daerah ini. Melihat prospek wisata dan juga pentingnya pelestarian alam, Amerika Serikat akhirnya meresmikan lebih banyak lagi taman nasional, dan juga pusat konservasi serupa dalam bentuk cagar alam dan hutan nasional.
Kesuksesan Amerika Serikat memengaruhi Belanda untuk melakukan hal yang sama untuk koloninya. Pada tahun 1919, pemerintah Hindia Belanda meresmikan 55 taman nasional, yang mereka sebut sebagai Natuurmonumenten en Wildreservaten (monumen dan cagar alam). Taman nasional terbesar yang diresmikan saat itu adalah Natuurmonumenten Lorentz yang terletak di Papua, dengan luas sekitar 3.000 kilometer persegi.
Baca Juga: Taman Nasional Gunung Leuser Masih Bertarung Melawan Pembalakan Liar
Menurut Pungky, ada dua alasan mengapa Hindia Belanda tidak menggunakan istilah taman nasional. "Pertama, Belanda merasa gengsi bahwa ide taman nasional itu dari Amerika, negara yang lebih muda dibandingkan Belanda yang sudah berdiri sejak lama," kata Pungky. Ia melanjutkan, "Kalau Hindia Belanda menggunakan istilah taman nasional, itu sama dengan mengakui masyarakat Indonesia, karena ada kata 'nasional' di situ."
Indonesia sendiri baru meresmikan taman nasional pertamanya pada tahun 16 Maret 1980. Kala itu, Indonesia meresmikan lima taman nasional sekaligus, yang meliputi Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Baluran, dan Taman Nasional Komodo.
Jumlah taman nasional di Indonesia pun terus berkembang, dan perlahan-lahan juga melingkupi daerah yang sebelumnya pernah diresmikan pemerintah Hindia Belanda, seperti Taman Nasional Lorentz. "Kita sekarang mempunyai 54 taman nasional yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari laut sampai ke puncak gunung tertinggi, dan juga dari jasad renik yang kecil hingga gajah yang besar," pungkas Pungky.
Penulis | : | Eric Taher |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR