Nationalgeographic.co.id – Taman Nasional Lore Lindu memang masih asing di telinga pejalan awam. Namun, bagi pejalan yang menggemari aktivitas wisata petualangan, taman nasional yang berada di jantung Sulawesi ini cukup populer sebagai destinasi.
Memiliki luas 231.000 hektare, sejarah Lore Lindu yang berada di patahan Sulawesi Tengah ini pun terbilang cukup unik, penamaannya disebut berasal dari tampilannya yang dikelilingi oleh punggung pegunungan.
Meski begitu, keberadaan Lore Lindu pada awalnya hanya digunakan sebagai hutan lindung. Kemudian, sempat ditetapkan menjadi kawasan wisata danau, hingga akhirnya berubah menjadi taman nasional pada tahun 1993.
Taman nasional ini berlokasi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, sebelah selatan Poso dan Donggala. Jika ingin menjangkau taman nasional ini dari Kota Palu, pejalan perlu menempuh jarak sekitar 60 kilometer (km).
Meski perjalanan cukup panjang, setibanya di sana rasa lelah akan terbayar. Taman nasional yang terbagi menjadi tiga wilayah ini—Suaka Margastawa Lore Kalamanta, Hutan Wisata Danau Lindu, dan Suaka Margasatwa Sopu Gumbasa—menawarkan pemandangan alam menakjubkan.
Adanya berbagai ekosistem mulai dari hutan hujan daratan rendah, rawa, sabana, hutan pegunungan atas, hingga ekosistem sungai, membuat keberadaannya seolah menjadi hidden gems yang belum terjamah banyak manusia.
Taman nasional ini pun menjadi rumah bagi vegetasi hutan yang masih perawan dan fauna endemik yang unik. Sebab, Taman Nasional Lore Lindu terletak di garis Wallace yang menjadi peralihan zona Asia dan Australia, berbagai fauna langka turut hidup di wilayah ini.
Mulai dari mamalia asli Sulawesi seperti pelanger sulawesi, musang sulawesi, hingga berbagai jenis burung turut melengkapi keindahan Lore Lindu.
Baca Juga: Perjalanan Ramah Lingkungan dengan Bahan Bakar dari Sampah Plastik
Laman resmi Pesona Sulawesi Tengah menyebut, Lore Lindu setidaknya memiliki 267 jenis populasi burung, di mana 97 di antaranya merupakan spesies endemik.
Salah satunya yakni burung Maleo, memiliki kisah hidup yang unik, burung khas Wallacea ini menghadapi tantangan di habitatnya sendiri.
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR