Berbeda dengan burung kebanyakan, Maleo tidak mengerami telurnya, melainkan memendamnya di tanah. Pada proses pengeraman itulah ancaman datang dari predator dan tangan-tangan manusia yang mencoba menjualnya dengan harga tinggi.
Melalui kisah itulah, burung Maleo kemudian dibuatkan penangkaran khusus, terletak di Desa Saluki, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, yang juga masih berada di kawasan Lore Lindu. Di sini, para pejalan bisa melihat langsung kehidupan para burung Maleo tanpa adanya sentuhan tangan-tangan jahil.
Wisata megalitikum
Lepas mengamati Maleo, petualangan di Lore Lindu seakan tak lengkap tanpa mengusik peninggalan Megalitikum yang ada di dalamnya.
Tersebar di lembah Napu, Bada, dan Besoa, patung-patung batu berukuran dua kali tinggi manusia ini, disebut sebagai monumen batu yang tak hanya berusia ribuan tahun, tetapi juga memiliki klasifikasi berdasarkan jenis bentuknya.
Setidaknya terdapat lima klasifikasi yang diberikan. Pertama yakni patung batu dengan ciri-ciri manusia yang memiliki kepala, bahu, dan kelamin yang telihat jelas.
Kedua, kalamba yang menyerupai jambangan besar. Batu jenis kedua ini dapat ditemukan dengan mudah di berbagai sudut sabana Lore Lindu. Ketiga yakni tutu’na yang merupakan batu berbentuk piringan dan dianggap sebagai penutup dari kalamba.
Baca Juga: Manfaatkan Teknologi, Roh Tari Topeng Mimi Rasinah Bangkit di Tengah Pandemi
Keempat Batu Dakon yang berbentuk rata sampai cembung, batu ini menggambarkan saluran-saluran, lubang tak teratur, hingga lekukan abstrak lainnya. Sedangkan kategori terakhir merupakan patung-patung yang berada di luar keempat kategori tersebut.
Menelusuri jejak sejarah melalui wisata megalitikum juga bisa ditempuh melalui perjalanan mobil maupun motor. Bagi pejalan yang ingin menginap, terdapat beberapa penginapan yang terletak di desa Besoa yang juga menawarkan hamparan sabana yang indah.
Danau Tambing
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR