"Qu Yuan adalah seorang menteri yang jujur dan setia," tutur Udaya. Ia bercerita, bahwa pejabat-pejabat Chu pada masa itu merupakan orang-orang yang lalim. Mereka suka bermabuk dan tidak segan untuk memfitnah.
Namun, mereka sangat cerdik dalam mempengaruhi raja. Bahkan hingga pada suatu hari, para pejabat lalim itu berhasil menghasut raja untuk mengusir Qu Yuan dari istana.
Qu Yuan amat bersedih. Ia kecewa karena sang raja tidak menghargai kesetiaannya, dan lebih suka mendengar fitnah dan kebencian. Dalam pengasingannya, ia menulis banyak puisi dan berkelana ke desa-desa. Para warga pada saat itu sudah mengenal Qu Yuan sebagai sosok yang jujur, dan mereka turut iba dengan pengasingannya.
Kesedihan Qu Yuan semakin merana dari hari ke hari. Hingga pada suatu ketika, Qu Yuan merengkuh sebongkah batu besar, dan menceburkan dirinya ke Sungai Miluo.
Para nelayan pun panik. Mereka mencari-cari tubuh Qu Yuan yang seketika hilang di kedalaman air. "Mereka tidak percaya bahwa seorang menteri yang begitu gagah dan bijaksana telah bunuh diri," ujar Udaya.
Baca Juga: Kisah Teladan Para Tokoh yang Menginspirasi di Balik Festival Peh Cun
Hari demi hari berganti, dan para nelayan masih menyisir sungai untuk mencari Qu Yuan. "Mereka mencari dengan menaiki perahu naga karena kepercayaan adat bahwa sang naga bisa membantu pencariannya," jelas Udaya, "mereka juga melempar bakcang ke sungai agar tubuh Qu Yuan tidak dimakan binatang buas."
Dari legenda itulah tradisi Peh Cun bermula. Menurut cerita, hari di saat Qu Yuan melakukan bunuh diri jatuh pada tanggal lima bulan lima kalender Imlek. "Jadi, hari itulah yang kita kenang sebagai hari kejujuran dan kesetiaan," ungkap Udaya.
Selain mengupas sejarah Peh Chun, Udaya juga menjelaskan mengenai filosofi bakcang yang dimakan di setiap hari raya ini. "Filosofi Bakcang berdasar pada bentuknya yang menyerupai piramida," jelasnya.
Penulis | : | Eric Taher |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR