Berlawanan dengan itu, sukses yang ditimbulkan Jamkhed sungguh dramatis. Tiga puluh delapan tahun setelah pendiriannya, program tersebut telah melatih tenaga-tenaga kesehatan di 300 desa. Di antara penyakit yang ditangani dalam program itu selama beberapa tahun adalah momok tradisional seperti diare pada anak, pneumonia, kematian pasca kelahiran, malaria, lepra, tetanus pada ibu, tuberkulosis—nyaris sirna. Desa-desa Jamkhed memiliki tingkat vaksinasi yang jauh lebih tinggi dan tingkat kematian bayi sebesar 22 per 1.000 kelahiran, kurang dari separuh rata-rata angka kematian bayi di pedesaan Maharashtra. Hampir setengah dari keseluruhan anak India yang berusia di bawah tiga tahun menderita kekurangan gizi, sementara di desa-desa Jamkhed hampir tidak ada kasus yang tercatat. Di wilayah pedesaan Maharashtra, 56 persen proses persalinan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan, dibandingkan 99 persen di desa-desa Jamkhed.
Transformasi yang terjadi jauh melampaui masalah kesehatan. Di wilayah yang sebelumnya nyaris gundul tanpa pepohonan, kini penduduk desa yang turut berpartisipasi dalam program telah menanam jutaan tanaman dan sebagian besar warga telah memiliki dapur hidup yang menghasilkan bayam, pepaya, serta buah-buahan dan sayuran lainnya. Seluruh warga di desa-desa Jamkhed kini memiliki air bersih dan banyak yang telah memiliki sambungan pipa ke pompa air di halaman belakang masing-masing. Kebanyakan rumah memiliki lubang resapan, sebuah sistem pembuangan air sederhana yang menghilangkan genangan air limbah.
Sathe dan Salve telah menyusun delapan kelompok perempuan di Jawalke yang berhasil membuahkan perubahan tersebut. Mereka mengajari anggota-anggotanya keterampilan usaha dan memulai sebuah koperasi simpan-pinjam—setiap orang menyetor beberapa rupee yang kemudian dipinjamkan kepada satu orang secara bergantian sehingga si peminjam dapat membeli ikan kering untuk dijual kembali atau membeli kambing untuk dipelihara. Ketika kami mengunjungi Jawalke, kampanye yang tengah berlangsung adalah pemasangan jamban. Hanya 85 dari 240 rumah di desa tersebut yang telah memilikinya dan Sathe berupaya mengatur hari kerja agar melibatkan semua warga dalam penggalian saluran air dan pemasangan toilet secara serentak.
Mungkin wilayah tersulit yang harus dijajah sebenarnya berada di dalam kepala para warga, tempat bercokolnya takhyul dan stigma. Bagi penduduk di wilayah Jamkhed, penyakit berasal dari para dewa. Ketika seorang ibu meninggal karena tetanus yang diakibatkan oleh pemakaian alat yang kotor saat pemotongan tali pusar, tidak seorang pun yang bersedia merawat bayinya, kata Salve. ”Orang-orang mengatakan bahwa si ibu akan berubah menjadi hantu dan mengambil pergi anaknya.” Ada takhyul-takhyul berkisar pada zat gizi dasar: perempuan hamil tidak disarankan makan terlalu banyak, dan ibu yang baru melahirkan harus menunggu beberapa hari sebelum menyusui. Adapun penderita jenis-jenis penyakit tertentu, seperti tuberkulosis dan lepra, yang tahu benar bahwa mereka akan dihindari oleh tetangganya, tidak berani mencari pertolongan secara terbuka.
!break!
Sedikit demi sedikit, Salve dan Sathe membuang sikap-sikap seperti itu, melenyapkan hal-hal yang menyesatkan tentang kesehatan. Sebagai contoh, lepra kini ditangani seperti penyakit apapun lainnya, kenyataannya lepra sulit untuk ditularkan dan dapat disembuhkan melalui pengobatan. Perubahan tersebut terlihat nyata di tangan Sakubai Gite. Ia kini berusia 32 tahun dan tengah menginjak tahun keenamnya sebagai tenaga kesehatan di desa Pangulghavan. Penyakit lepra menyerang sebagian jemari tangannya ketika ia remaja, sebelum akhirnya dapat disembuhkan. Kedua tangannya kini berlekuk-lekuk dan cacat.
Bentuk kedua tangannya itulah yang menjadi salah satu alasan Jamkhed menginginkannya. “Kami ingin menunjukkan bahwa seorang pasien penderita lepra yang telah sembuh dapat menjadi tenaga kesehatan desa,” kata Gite. ”Kini saya bahkan sudah diizinkan untuk membantu proses persalinan.”
Diskriminasi terhadap kaum paria menjadi dasar berbagai kasus kekurangan gizi, pengabaian, dan penyakit, tetapi Jamkhed melawannya—seringkali dengan cara yang menjengkelkan. Selama bencana kelaparan melanda pada 1970-an, Jamkhed mendapatkan uang untuk menggali sumur. Kaum paria yang terpaksa tinggal di pinggiran desa memohon kepada Arole agar dibuatkan dua sumur pada tiap desa: Satu untuk para perempuan dari kasta yang lebih tinggi dan satu lagi di lingkungan mereka sehingga kaum paria dapat menggunakan pompa tersebut.
Arole menolak permintaan mereka. Ia tidak ingin mengemong diskriminasi kasta. Ia mendatangkan seorang geolog Amerika yang memiliki reputasi sebagai peramal untuk memilih titik terbaik bagi pengeboran. ”Tugasmu adalah,” Arole memberitahunya, ”berkeliling desa mencari air—tetapi menemukannya hanya di lingkungan tempat tinggal kaum paria.”
Tidak lama kemudian, penduduk dari kasta paria memeroleh air di tengah lingkungan tempat tinggal mereka. Perempuan dari kasta yang lebih tinggi, yang tidak lazim bepergian ke wilayah tersebut harus berpisah dari tradisi—air lebih penting daripada kasta. ”Ketika 50 desa akhirnya punya sumur, orang mulai bertanya-tanya mengapa kita hanya menemukan air di lingkungan tempat tinggal kaum paria,” kata Arole. ”Namun ketika hal tersebut mengemuka, sudah terlalu terlambat.”
!break!
Sebuah kejutan menanti kami di rumah ibunya Kale. Sinar lampu temaram di pintu rumahnya membuat kami melihat Kale tergeletak di atas kain di belakang gubuknya dengan seorang bayi lelaki di antara kedua kakinya, tali pusarnya masih tersambung. Kejutan kedua: ada kembarannya yang masih di dalam perut.
Salve mencuci tangannya dan melakukan pemeriksaan panggul sementara Sathe memegang senter. ”Anak [kedua] ini sungsang,” ia mengumumkan.
”Kita harus membawamu ke rumah sakit.”
”Tidak, ia harus melahirkan di sini,” tukas seorang wanita tua. Ia adalah salah seorang tetangga dan sebelum Salve maupun Sathe bekerja di desa ini, ia telah bekerja sebagai bidan atau dai. Namun, ia telah kehilangan banyak sekali pelanggan usahanya. Kini, dia sudah berhasil membantu proses persalinan anak kembar yang pertama dan berniat membantu proses persalinan anak yang kedua. Banyak negara bagian di India yang tengah berusaha melatih para dai, tetapi sebagian besar tidak memiliki pengetahuan dasar tentang perawatan prakelahiran dan saat persalinan.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR