Tentu saja Darwin tidak tercengang. Bagi Darwin, gagasan itu sudah berumur 20 tahun dan itu adalah gagasannya. Namun, meski sudah selama dua dasawarsa melakukan penelitian yang terus menerus, mengasah pendiriannya, mengalami godaan dari berbagai proyek lain, dan keraguan, Darwin tidak pernah menerbitkannya sehingga tidak memiliki bukti bahwa dialah yang pertama kali merumuskan gagasan itu.
Alfred Wallace sedang terjebak di pantai Papua, menderita akibat cuaca basah, kelaparan, dan demam pada suatu senja di bulan Juli ketika makalahnya, bersama tulisan Darwin yang belum diterbitkan, dibacakan sebagai presentasi bersama di hadapan Linnean Society. Peristiwa itu, sebuah hasil kompromi yang rentan dan agak angkuh yang memberikan kesempatan kepada Darwin untuk secara bersama-sama mengumumkan penemuan tersebut bersama Wallace, diatur oleh dua orang ilmuwan sahabat Darwin yang sangat berpengaruh. Wallace sendiri tidak dimintai pendapat soal perhelatan tersebut, meskipun dia merasa senang dan tersanjung ketika mendengar berita itu. Pada bulan November tahun berikutnya, 1859, Wallace masih berada di Nusantara, masih tetap mengejar spesies kupu-kupu baru, dan menjalani kerasnya kehidupan, ketika Charles Darwin menerbitkan On the Origin of Species, buku yang dengan terburu-buru ditulisnya setelah dipicu oleh makalah Wallace. Wallace menerima salinan yang dikirim untuknya melalui kapal pos sebagai bentuk penghargaan dari Darwin, dan membacanya lima atau enam kali, dan setiap kali merasa terkesan oleh cara Darwin meramu seluruh pokok bahasan itu secara padu. “Ini adalah ‘Principia,’ dalam bidang sejarah alam,” begitu tulisnya kepada seorang teman lama.
“Bapak Darwin telah memberikan kepada dunia sebuah ilmu pengetahuan baru dan menurut pendapatku namanya patut dianggap lebih penting daripada nama filsuf masa lalu dan zaman modern mana pun. Inilah pujian tertinggi yang dapat kuberikan untuknya!!!” Jika nama Darwin lebih penting daripada nama filsuf mana pun, jelas akan lebih penting pula daripada nama Wallace sebagai pengarang teori evolusi ini. Memang seperti itulah yang terjadi. Namun, Wallace, sebagai sosok yang rendah hati, yang merasa cukup nyaman dengan kekuatan dan keterbatasannya sendiri, tidak mempersoalkannya.
Pada waktu yang hampir bersamaan, Wallace mengirimkan makalah lain ke London untuk diterbitkan dalam jurnal Linnean Society dengan judul “On the Zoological Geography of the Malay Archipelago”.
Dalam makalahnya, dia menulis secara lebih terperinci tentang pengamatannya atas penyebaran satwa untuk mengenali dua wilayah biogeografi yang sangat berbeda, India dan Australia. Tariklah garis melalui selat antara Kalimantan dan Sulawesi, teruskan ke selatan antara Bali dan Lombok, maka di sebelah barat garis itu akan kita dapati primata, karnivora (termasuk harimau, ada di Bali, tetapi tidak lebih jauh dari situ), insektivora, ayam pegar, burung luntur, cucak-cucakan, dan spesies lain yang khas Asia; di sebelah timurnya akan kita dapati burung kakaktua, burung serindit, kasuari, burung gosong, kuskus dan mamalia berkantung lainnya, serta jauh lebih banyak jenis burung betet daripada bajing. Kedua wilayah ini, meskipun kondisi iklim dan habitatnya bermiripan, dihuni oleh dua kelompok satwa yang benar-benar berbeda. “Fakta semacam ini hanya bisa dijelaskan dengan penerimaan penuh atas perubahan besar di permukaan Bumi,” begitu tulis Wallace. Yang dimaksudkannya adalah: tidak begitu saja Tuhan menempatkan spesies di tempat kita menemukannya. Sejarah, evolusi, sebaran ekologis, dan perubahan geologislah yang menempatkannya.
!break!
Delapan tahun kemudian, ahli anatomi yang brilian dan juga pendukung Darwin, Thomas H. Huxley, menyebut batas timur-barat ini sebagai “garis Wallace” dan nama itu terus abadi sampai sekarang. Meskipun Wallace dengan tepat menyimpulkan bahwa Bali dan Kalimantan dulu pernah menjadi bagian dari daratan Asia, dia tidak tahu bahwa mendangkalnya laut (selama zaman es) telah menyebabkan kedua daratan itu sesekali menyatu; dia juga tidak dapat membayangkan bahwa Sulawesi adalah sebuah pulau tak lazim yang terbentuk akibat bertemunya beberapa lempeng tektonik. Namun, dia memiliki beberapa petunjuk yang memperkirakan hal tersebut dengan presentasi yang spesifik dari sejumlah bukti yang berhasil dikumpulkannya selama tahun-tahun ketika dia mencari dan mengumpulkannya. Garis Wallace, yang memisahkan wilayah Asia Tenggara dari wilayah Australia, menjadi salah satu fakta mendasar dalam biogeografi modern. Garis itu sendiri hanyalah cara menjelaskan perbedaan antara fauna Asia dan Australia; yang membuatnya istimewa dan bermanfaat adalah berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan evolusi, ekologi, dan geologi jadi tersalurkan. Alfred Wegener, yang mengajukan teori pergeseran benua di awal abad ke-20, pastilah termasuk salah seorang ilmuwan yang harus berterima kasih pada karya Alfred Russel Wallace ini.
Wallace kembali ke Inggris pada tahun 1862, dan saat itu edisi ketiga On the Origin of Species sudah terbit dan Charles Darwin semakin dikagumi dan dikecam di penjuru dunia. Wallace tiba di London sambil membawa dua ekor cendrawasih yang masih hidup, yang dijualnya ke Zoological Gardens. Darwin menyambut kedatangannya sebagai sejawat yang berharga dan mengundang Wallace berkunjung ke rumahnya segera setelah Wallace turun dari kapal. Selama ekspedisinya di Nusantara, Wallace memperkirakan dia telah menempuh perjalanan sejauh 22.500 kilometer di kepulauan itu (tidak termasuk jarak London-Singapura), terdiri atas 60 atau 70 kali perjalanan terpisah, dan mengumpulkan 125.660 spesimen. Berkat Samuel Stevens, Wallace memiliki cukup banyak uang yang menunggunya di Inggris.
Namun, kehidupan selanjutnya tidaklah mudah bagi Wallace. Dia kehilangan tabungan dalam jumlah yang cukup berarti akibat investasi yang ceroboh dan dia juga ikut menafkahi anggota keluarganya, termasuk ibunya. Dia berusaha melamar dua pekerjaan yang menarik (pengurusan museum, pengelolaan hutan), tetapi tidak berhasil dan mau tidak mau harus terus bekerja. Jadi, dia menyibukkan diri sebagai penulis lepas yang mengerjakan artikel dan buku. Pekerjaan itu memberinya kebebasan untuk berpikir dan melakukan penelitian sebagaimana yang diinginkannya, tetapi tidak menjamin masa depannya. Pada awal 1869 dia sudah beristri dan punya dua orang anak. Pada tahun itu pula dia menerbitkan The Malay Archipelago, uraian istimewa tentang perjalanannya di kepulauan di belahan timur. Pada tahun 1880, ketika keadaan keuangan Wallace sangat memerihatinkan, Darwin membantu mitranya itu, giat melakukan lobi, dan berhasil mengupayakan agar Wallace mendapatkan pensiun khusus dari pemerintah.
Karier Wallace selanjutnya dan pemikirannya yang beragam terlihat jelas dalam berbagai buku terbitannya. Di antaranya adalah Contributions to the Theory of Natural Selection (1870), On Miracles and Modern Spiritualism (1875), The Geographical Distribution of Animals (1876), Tropical Nature, and Other Essays (1878), Island Life (1880), Land Nationalisation (1882), Bad Times: an Essay on the Present Depression of Trade (1885), Is Mars Habitable? (1907), dan The Revolt of Democracy (1913). Ketika dia menerbitkan wacana lengkap tentang seleksi alam, pada tahun 1889, dengan kerendahan hati yang menjadi sifatnya, dia memberinya judul Darwinisme. Eponim (pencantuman nama) tidaklah penting baginya; yang penting adalah gagasan; dan dia benar-benar tidak peduli siapa yang mendapatkan nama harum untuk suatu karya tertentu.
Wallace telah menjalani kehidupan yang kaya bagi seseorang yang tidak mendapatkan pendidikan yang terlalu tinggi dan tidak pula kaya raya. Dia telah menempuh perjalanan jauh dan luas, baik dalam dunia nyata maupun dunia ilmu. Wallace telah menemukan garis kehidupannya. Tidak ada garis yang mirip dengan yang dimilikinya.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR