Sudah untung jika kami dapat menempuh satu kilometer sehari—bayangkanlah Anda sedang melintasi kota dengan memanjati setiap gedung lalu turun dari sisi lainnya. Karena lambat, kami menjadi sasaran empuk nyamuk dan penyengat, Ini semakin menegaskan betapa sulitnya penelitian biologi di sini, memanggul peralatan dan spesimen melintasi medan tersebut. Namun, walaupun jarak tempuh tak sejauh yang kami harapkan, kami tetap melihat ratusan hewan dan tumbuhan, lebih dari yang dapat kami kenali. Pada saat-saat yang lebih tenang, dapat aku bayangkan betapa banyak tempat dalam taman itu yang tak pernah dan tak akan pernah terjamah manusia.
Suatu sore setelah kembali dari perjalanan melelahkan yang panas dan kuyup, aku tersandung di jalan setapak dan lulutku mendarat di atas sebuah batu kecil. Di daerah asalku saya di New England, yang batunya lebih bulat, paling hanya akan memar sedikit. Tetapi batu kecil ini adalah miniatur tsingy. Batu gamping runcing menusuk lutut hingga hampir ke tulang. Perjalanan ke rumah sakit memakan waktu dua hari dan seorang perawat membersihkan kotoran dari luka itu. “Untuk apa kau melakukan hal ini?” tanyanya sambil mengusap-usapkan kapas jauh ke dalam luka. Dia mendongak. Saya berkeringat. “Menurutku kamu agak dungu,” ujarnya. Tsingy adalah senjata sempurna untuk menggembosi ambisi manusia.
!break!
Formasi yang tak umum di Tsingy de Bemaraha adalah sejenis sistem karst, lanskap yang terbentuk akibat batu gamping berpori dilarutkan, digerus, dan dibentuk oleh air. Proses yang memahat lanskap batu ajaib itu kompleks dan langka; hanya ada sedikit formasi karst serupa di luar Madagaskar. Para peneliti yakin bahwa air tanah menyusup ke dalam endapan batu gamping raksasa dan mulai melarutkan bagian sambungan dan patahannya, membuat gua dan terowongan. Lubang itu membesar dan akhirnya atapnya runtuh di sepanjang sambungan tersebut, menciptakan ngarai lurus yang disebut grike hingga sedalam 120 meter dan berdampingan dengan menara batu yang menjulang. Beberapa grike sangat sempit sehingga sulit dilalui manusia; sementara yang lainnya selebar jalan raya.
Jika dilihat dari udara, tsingy bakal mengingatkan pilot pada ngarai kota nan tinggi di Manhattan, tempat barisan pencakar langit yang bersegi-segi menjulang di atas jaringan jalan dan gang, bangunan dan taman, dan di bawahnya terbentang sistem pipa, pelimbahan, dan terowongan kereta. Metafora itu juga berlaku bagi penghuni tsingy karena formasi tersebut menjadi barisan gedung apartemen nan jangkung, menyediakan naungan bagi kumpulan spesies yang berbeda di setiap tingkatnya.
Di tempat tertinggi yang ada hanyalah sedikit tanah dan tak ada tempat berlindung dari Matahari. Di sini suhu sering mencapai 32°C dan kehidupan satwa dan tanamannya terbatas pada makhluk yang dapat melawan dehidrasi atau berpindah-pindah antara puncak dan ngarai. Lemur seperti sifaka Decken berbulu putih dan lemur cokelat menggunakan tsingy sebagai jalan raya, melompat dari menara ke menara saat berpindah dari pohon buah ke pohon buah. Di dalam ceruk dan celah, kadal mengejar serangga melintasi taman tumbuhan xerofit yang tahan kemarau—euphorbia, lidah buaya, Pachypodium berduri, dan tumbuhan lain yang menjulurkan akar panjangnya laksana kabel ke dalam batu untuk mencari air.
Di paruh ketinggian apartemen tersebut terdapat lebih banyak relung di dinding ngarai. Keluang dan betet vasa gelap bersarang di sini, celoteh dan jeritannya bergema di ruang berkubah dan galeri yang runtuh. Di tempat yang lebih teduh, lebah bersarang dalam lubang di batu.
Namun di dasar grike yang lembaplah air dan tanah terkumpul dan lingkungan di tempat inilah yang paling beragam. Di sini, di antara barisan anggrek dan kayu keras tropis yang besar, berkeliaran bermacam satwa: keong raksasa dan serangga mirip jangkrik sebesar kepalan, bunglon besar, ular hijau zamrud, dan tikus merah. Fossa pemakan lemur—mamalia kurus berbulu tipis dengan cakar yang dapat dimasukkan seperti kucing besar—juga berkeliaran di tsingy. Dan akhirnya, di bawah tanah dan lumpur terdapat jalur gua dan terowongan, sistem lorong bawah tanah tempat ikan, ketam, serangga, dan makhluk lainnya hidup dan berkeliaran, beberapa bahkan tak pernah muncul ke permukaan.
Kota benteng ini melindungi penduduknya bahkan di saat ekosistem Madagaskar yang lain hancur. Para ilmuwan menyebutnya suaka yang sempurna.
!break!
Konsep “suaka” dalam biologi bermakna zona aman, seperti kamp pengungsian, tempat pelarian makhluk hidup saat habitatnya menyusut. Setelah terkucil di dalam suaka, hewan dan tumbuhan sering menjadi berbeda bahkan dari kerabat dekatnya. Madagaskar mencerminkan hal ini, banyak spesiesnya yang sangat aneh dan berbeda dengan kerabatnya di benua Afrika. Lemur adalah satwa paling terkenal dari Madagaskar. Leluhur lemur dulu hidup di Afrika tetapi akhirnya punah di sana, menyerahkan benua itu ke tangan primata lainnya, dan kini lemur hanya ditemukan di Madagaskar. Lemur yang terbebas dari persaingan yang dapat menyebabkan kepunahannya di tempat lain berevolusi menjadi berbagai bentuk yang sangat beragam, termasuk spesies sebesar gorila yang telah punah serta lemur mencit setelapak tangan, primata terkecil yang masih hidup di dunia.
Tsingy juga memberi perlindungan dalam skala yang lebih kecil. Hutan di dalam tsingy yang terlindung dalam tembok batu dan disiram oleh hujan musiman sangat berbeda dari sabana palem yang mengelilingi tsingy di sebelah timur dan wilayah pesisir yang mengapitnya di sebelah barat. Hutan ini sisa masa lalu, saat koridor hutan mungkin membentang dari sisi pulau ke sisi lainnya.
Pada beberapa milenium terakhir, kecenderungan pengeringan alami memutus koridor tersebut. Lalu, manusia datang. Sejak manusia pertama tiba di Madagaskar sekitar 2.300 tahun lalu hingga kini, hampir 90 persen habitat asli pulau itu hancur, sebagian besar ditebang untuk diambil kayunya atau dibabat untuk ladang dan belakangan, untuk beternak. Akibatnya, banyak spesies yang hidup di pulau itu diperkirakan telah punah.
Di sebelah barat, tsingy melindungi sebagian besar hutan. Batu tersebut berfungsi sebagai penghalang dari pemukiman manusia dan hewan ternak. Ternaklah yang mengancam habitat margasatwa di seluruh Afrika dengan injakan kaki dan nafsu makannya yang tak kunjung padam. Tsingy juga berfungsi sebagai penahan api, melindungi hutan dari kebakaran—baik yang terjadi secara alami maupun akibat perbuatan manusia.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR