“Mereka tidak bisa melakukan ini di Waduk Aswan di Mesir,” katanya, menjelaskan bahwa pemerintah Mesir harus memindahkan berbagai relik sebelum kebanjiran. “Ini membuat saya bangga. Tidak ada perasaan kehilangan saat saya kemari; saya merasa berhasil. Kami mampu membangun Waduk Tiga Ngarai dan juga sukses melindungi White Crane Ridge.” Kemudian Huang mohon diri untuk menemui kru televisi, lalu seruan modern terdengar dari ponselnya: “Ayo, ayo, ayo, ayo, ayo!”
Fuling terletak di persimpangan antara Sungai Yangtze dan Sungai Wu, dan pada pertengahan 1990-an masih sangat sunyi dan terpencil. Tidak ada jalan raya atau jalur kereta api di sana. Dibutuhkan waktu tujuh jam untuk menumpang feri Yangtze menuju Chongqing, kota besar terdekat dari sana.
Orang asing merupakan pemandangan aneh di sana—setiap saya makan siang di kota, pernah sampai 30 orang memandangi saya. Hanya ada sebuah eskalator, sebuah kelab malam, dan tidak ada lampu lalu lintas di sana. Tidak seorang pun kenalan saya memiliki mobil.
Ketika itu, masa pendidikan di Fuling Teacher College hanya tiga tahun, menjadikan posisinya nyaris terbawah di antara perguruan tinggi lainnya di Cina. Tetapi, murid-murid saya bersyukur karena memperoleh kesempatan untuk belajar. Hampir semua mahasiswa di sana berasal dari perdesaan dengan tradisi pendidikan rendah; bahkan banyak yang memiliki orang tua buta huruf.
Tetap saja, mereka mengambil jurusan Bahasa Inggris—langkah luar biasa di sebuah negara yang tertutup selama sebagian besar abad ke-20. Esai mereka bertutur tentang kemuraman dan kemiskinan, tetapi juga tentang harapan besar: “Kampung halaman saya tidak terkenal karena bukan tempat asal benda, hasil bumi, dan orang terkenal, dan juga tidak ada pemandangan yang terkenal. Kampung halaman saya kekurangan orang yang punya keahlian… Saya akan menjadi guru, dan akan sebisa mungkin mendidik banyak orang agar memiliki keahlian.”
!break!
“Ada pepatah lama di Cina: ‘Semiskin-miskinnya si majikan, si anjing akan tetap mencintainya; seburuk-buruknya si ibu, si anak akan tetap mencintainya.’ Itulah perasaan kami. Saat ini kami bekerja keras, dan kelak suatu saat kami akan melakukan apa pun yang kami bisa untuk negeri ini.”
Saya belajar banyak dari murid-murid saya, termasuk makna menjadi penduduk desa. Sejak itu, sekitar 155 juta jiwa telah bermigrasi ke berbagai kota, dan murid-murid saya menuliskan pandangan mengharukan tentang para kerabat mereka yang berjuang menghadapi masa transisi. Saya juga belajar mengenai kompleksitas kemiskinan di Cina.
Murid-murid saya hanya punya sedikit uang, tetapi mereka optimistis dan memiliki kesempatan. Waduk Tiga Ngarai tidak akan berdiri di negara yang benar-benar miskin—Beijing melaporkan bahwa total investasi untuk pembangunannya adalah Rp320 triliun, walaupun banyak yang memperkirakan bahwa biayanya jauh lebih tinggi.
Namun, kenangan soal kemiskinan mempermudah penduduk setempat menerima pembangunan waduk. Saya pun mengerti mengapa mereka menginginkan kemajuan, apa pun caranya. Setelah menyelesaikan tugas dari Korps Perdamaian, saya kembali ke rumah orang tua saya di Missouri dan mencoba mencatat pengalaman saya di Fuling.
Saya berhasil menyelesaikan manuskrip setebal 400 halaman—saya memberinya judul River Town—dan mengirimkannya ke sejumlah agen dan penerbit, namun hampir semuanya memberikan penolakan. Pada 1990-an, Cina belum menarik perhatian sebagian besar penduduk Amerika.
Salah seorang editor berterus terang, “Kami pikir tidak ada yang ingin membaca buku tentang Cina.” Tetapi saya akhirnya mendapatkan penerbit, dan ketika itulah saya mulai mengkhawatirkan tanggapan warga Fuling terhadap buku saya.
Orang Cina dikenal sangat sensitif terhadap penggambaran negeri mereka oleh orang asing. Saya mengirim sebuah manuskrip kepada seorang mahasiswi bernama Emily, dan sebagian besar responsnya positif. Tetapi, kadang-kadang dia menyampaikan kekecewaan: “Menurut saya tidak seorang pun akan menyukai Kota Fuling setelah membaca kisah Anda. Tetapi saya tidak bisa menyanggah, karena semua yang Anda tulis merupakan fakta. Saya berharap kota itu akan lebih menarik seiring waktu.”
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR