Hasilnya segera terlihat. Susu dari para petani Csíkborzsova yang telah bergabung dengan sistem baru itu dikumpulkan dan dijual terpisah. Harga susu bersih awalnya naik sekitar 50 persen, dan pada 2012 tiga kali lebih tinggi daripada harga susu dari desa lain.
Di pusat pengumpulan susu di Csíkdelne, saya bertemu dengan Jeno Kajtár pada suatu malam. Masih mengenakan seragam pertanian biru, dia membawa 50 liter susu dari lima ekor sapi yang diperahnya. Semuanya berjalan mulus. Sebelumnya, ia hanya memiliki empat ekor sapi, sekarang bertambah menjadi enam ekor.
Dalam tiga tahun, harga susu naik empat kali lipat, dua kali lipat saat pusat pengumpulan susu baru didirikan, dan dua kali lagi ketika koperasi desa mendirikan titik penjualan langsung di Miercurea-Ciuc, kota terdekat. Susu segar yang tak dipasteurisasi sekarang tersedia melalui mesin susu otomatis, diisi dua kali sehari melalui truk pengiriman berpendingin dari desa.
Saya bertanya kepada Kajtár, mengapa orang kota mau membeli susunya. “Karena susu kami adalah susu asli,” katanya sambil tersenyum di bawah kumisnya, “sepenggal masa lalu yang telah ditinggalkan kehidupan kota.”
Saya tidak pernah mengira betapa pemandangan mesin susu bisa menyentuh perasaan. Namun, mesin itu adalah simbol orang-orang yang berupaya menyimpan sesuatu yang berharga dalam dunia yang dengan kekuatannya berusaha keras mengikis dan menghancurkan dunia mereka. Hal yang mengagumkan, mesin susu di Miercurea-Ciuc mungkin dapat menjamin keberlanjutan kehidupan padang bunga tinggi di pegunungan.
Dan, penduduk merasakan kebanggaan yang mendalam karena tak meninggalkan keindahan yang mereka warisi. “Inilah tanah kami,” ujar Anuţa Borca, seorang ibu muda dari Breb, yang bersikeras agar saya mendengarkan cerita tentang padang rumput keluarganya.
“Kami harus mengurusnya. Kami harus mengajarkan tradisi kepada anak-anak, dan mengajari mereka sesuatu yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup jika tak ada pekerjaan.” Dia berhenti sejenak saat sedang menyulam kemeja linen untuk anaknya. “Ini penting, karena tradisi adalah harta. Jika mereka mempelajarinya, mereka akan lebih kaya.”
!break!
Pada hari lain, saya bertemu dengan wanita lain di Breb, Ileana Pop, yang sedang menyulam kemeja linen untuk menantunya. Saya bertanya dari mana asal pola itu. “Oh,” katanya dengan santai, “pola ini berasal dari zaman dahulu. Tetapi, kami menggabungkan pola lama dengan ide sendiri. Kami tidak pernah meninggalkan gaya lama. Kami hanya bereksperimen.”
Kalau saja masalah keekonomisan bisa diselesaikan dengan baik, kalau saja subsidi pertanian Eropa lebih mengakomodasi kondisi setempat yang berbeda. Jika saja pemerintah Rumania lebih menyadari berlimpahnya bentang alam menakjubkan di Transylvania, mungkin penduduk dapat menyelamatkan dunia jerami ini. Transylvania belum menjadi fosil.
Tempat itu masih bertahan hidup—dengan susah payah—dan butuh dukungan. Namun, tempat itu menghadirkan salah satu pertanyaan besar untuk masa depan: Dapatkah dunia modern mempertahankan keindahan yang belum pernah dibuatnya sendiri?
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR