Mau tak mau, kita pasti tersenyum saat berjalan-jalan di awal musim panas melintasi lembah Transylvania penuh rerumputan. Lembah ini memancarkan kesejahteraan yang harum. Terutama, karena lembah di Pegunungan Carpathia, di pusat Rumania ini, diselimuti oleh padang rumput jerami terkaya dan paling beragam jenisnya di Eropa.
Dalam satu meter persegi padang rumput, kita dapat menemukan hingga 50 spesies rumput dan bunga yang tumbuh di lembah tersebut. Keajaiban yang indah ini bukanlah dipelihara oleh alam semata, melainkan dengan sentuhan tangan manusia. Padang rumput tetap menjadi padang rumput jika hanya dipotong setiap musim panas.
Jika tidak dirawat, padang akan dipenuhi semak belukar dalam tiga sampai lima tahun. Saat ini, setidaknya untuk sementara waktu, Transylvania adalah dunia yang indah berkat simbiosis. Sepanjang hari, aroma padang rumput semakin lama semakin tajam.
Saat berjalan-jalan, akan kita dapati bunga berkerumun di sekeliling kaki. Pemeliharaan yang boleh dikatakan tanpa semprotan zat kimia dan tidak menggunakan pupuk buatan ini terlalu mahal. Para petani miskin berskala kecil ini pun tak memercayainya. Akibatnya, lereng bukit diselimuti warna ungu bunga salvia di padang rumput dan warna merah muda tanaman sainfoin.
Tanaman globeflowers, mirip bunga mangkok besar, tampak bertebaran bagaikan lentera Jepang. Bunga aster kecil berwarna jingga terang yang disebut fox dan cub tumbuh berselang-seling dengan tanaman sorrel dan aneka macam anggrek, campanula, serta yellow rattle.
Tetapi, jika kita berjalan-jalan bersama Attila Sarig—petani berusia 30 tahun asal Gyimes di Transylvania yang kuat dan pandai berbicara—pengalaman tersebut semakin memikat. Sarig, kadang-kadang menggumamkan “ini dia” dan sesekali berhenti untuk memetik tanaman obat yang tumbuh di antara rerumputan: sorrel, snapdragon, gentian, origanum, thymus, salvia padang rumput.
Semuanya akan digantungkan dan dikeringkan di rumah atau gudangnya untuk dijadikan campuran minuman hangat di musim dingin. “Saya sadar bahwa saya turut membentuk lanskap ini dengan hal-hal yang saya lakukan,” katanya.
!break!
Para ahli etnoekologi, Zsolt Molnár dan Dániel Babai, mendapati bahwa setiap penduduk Gyimes yang berusia lebih dari 20 tahun rata-rata dapat mengenali dan menyebutkan lebih dari 120 spesies tanaman. Bahkan anak-anak kecil pun mengenal 45 sampai 50 persen spesies.
“Ini karena kehidupan mereka masih tergantung pada biomassa,” kata Molnár. “Mereka perlu tahu asal-usul makanan yang mereka santap setiap hari. “Ini dunia buatan manusia, sebagian besar tanpa bantuan peralatan, terlalu curam untuk pembibitan, sehingga mereka tahu persis apa yang tumbuh di tempat ini.”
Terdapat jalinan kekerabatan yang kuat di tempat ini. Pada musim panas, padang rumput menyediakan pakan untuk sapi milik satu atau dua keluarga. Namun, selama enam bulan sejak pertengahan November sampai pertengahan Mei, hewan ternak ini harus dikurung di dalam kandang, dan jerami menjadi satu-satunya sumber pangan.
Hanya jerami yang memungkinkan sapi bertahan hidup, dan hanya susu sapi yang menjadikan kehidupan manusia layak di sini. Penduduk Transylvania hidup mengandalkan bahan pangan yang disediakan padang rumput. Itulah sebabnya, di lembah-lembah ini jerami menjadi tolok ukur segalanya.
Ketika Réka Simó, istri Attila, yang dibesarkan di Budapest, Hongaria, pertama kali datang ke Gyimes, dia tercengang karena “penduduk hanya mau berjalan dalam satu barisan saat melintasi padang rumput.” Seolah-olah, ujarnya, “padang rumput adalah tanah suci.”
Pada hakikatnya, petani Transylvania memang hidup dengan mengandalkan jerami. Di seluruh wilayah itu, dari Maramureş yang berbahasa Rumania di utara, hingga sejumlah provinsi dengan etnik Hongaria di pusat negara, sampai pedesaan yang dihuni orang Saxon yang berbahasa Jerman, skala kegiatan mereka pada dasarnya masih mirip dengan kegiatan pada abad pertengahan.
Rata-rata lahan pertanian luasnya 3,2 hektare. Lebih dari 60 persen susu produksi negeri itu berasal dari petani yang memiliki dua atau tiga ekor sapi. Hampir seluruhnya dikonsumsi penduduk setempat. Hitungan matematikanya sederhana sekaligus memprihatinkan para petani.
Seekor sapi makan sedikitnya empat ton jerami pada musim dingin. Jerami sebanyak itu membutuhkan lahan hingga dua hektare dan mungkin membutuhkan sepuluh hari kerja keras di bawah terik matahari untuk memotongnya. Jika memotong rumput sendirian dengan sabit, seperti yang masih dilakukan di sebagian besar daerah dataran tinggi, memberi makan tiga ekor sapi setara dengan pekerjaan memotong rumput sebulan.
!break!
Namun, itu baru cerita pembukanya. Setiap helai rumput harus melalui sedikitnya sepuluh proses lanjutan. Pertama-tama, rumput dipotong, lalu potongan batang rumput harus digaruk menjadi tumpukan kecil yang tak menyerap embun. Kemudian, batang rumput ini dihamparkan lagi di bawah sinar matahari sampai kering.
Setelah itu, dibalikkan di bawah sinar matahari untuk mengeringkan bagian bawahnya. Batang rumput kering ini dikumpulkan menjadi tumpukan jerami di ladang, dan akhirnya dimasukkan ke dalam gerobak.
Tumpukan jerami dengan kupu-kupu yang menari-nari di atasnya ini dibawa menyusuri jalan menuju gudang. Di sini, kuda diberi jerami yang mereka hela ke situ. Jerami dibongkar ke dalam gudang menjadi timbunan beraroma segar, ditumpuk tinggi mencapai atap gudang. Sebelumnya, ayam dikeluarkan agar tidak terhimpit di bawah jerami, hingga jerami itu terhampar bagai kain hijau gemerisik.
Saat musim dingin tiba, sapi digelandang masuk. Jerami untuk pangan sehari-hari pun harus dipotong dari tumpukan padat itu, dan akhirnya dibagikan ke ternak di dalam palungan.
Ketika rumput di padang melimpah, susu sapi di musim panas dibuat menjadi keju lunak, biasanya disantap di rumah atau dibagi dengan tetangga.
Susu juga dijual di desa atau di kota yang berdekatan, atau diminum di rumah. Anak sapi yang diberi susu sebelum dijual atau disembelih, menjadikannya daging berkualitas terbaik. Sangat sedikit mentega yang dibuat. Sebagai gantinya, lemak babi lezat dimakan bersama roti. Kadang-kadang, babi pun diberi susu. Melalui berbagai jalan ini, manfaat rumput menyeruak ke setiap sudut kehidupan manusia.
Namun, jangan terkecoh: Para petani ini tidaklah kaya-raya. Kita dapat melihat tanda kerja keras mereka tanpa henti pada otot yang kuat di setiap tangan yang kita jabat, baik pria maupun wanita. Sebuah keluarga petani di sini diperkirakan memperoleh penghasilan sekitar 50 juta rupiah per tahun, sering ditambah dengan pendapatan dari pekerjaan lain.
Kurang dari separuh rumah tangga saja yang memiliki kamar mandi. Harga kuda mahal karena hanya beberapa orang yang mampu membeli mobil.
!break!
Selama masa pemerintahan komunis, dari 1947 sampai 1989, pemotongan rumput di daerah padang rumput tinggi terus dilakukan. Namun, setelah revolusi 1989, koperasi peternakan dibubarkan dan lahan dikembalikan kepada pemilik sebelumnya. Penduduk melanjutkan pertanian berskala kecil yang telah dilakukan sebelum masa komunisme.
Tetapi, sejak pertengahan 1990-an, kegiatan tersebut mengalami penurunan. Para petani semakin tua. Petani muda berpendapat, mereka bisa memperoleh pendapatan lebih banyak dengan bercocok tanam atau bekerja di kota. Susu bisa dibeli dengan murah dari produsen berskala industri di tempat lain.
Saat itu, tidak terpikirkan bahwa padang rumput jerami adalah aset warisan yang berharga.
Sebagaimana yang dikatakan petani tua Vilmos Szakács dari Csíkborzsova di Eropa Barat, “cara yang umumnya dianut adalah meninggalkan kebiasaan lama.” Bekerja di luar negeri tampak lebih menggoda daripada tinggal di kampung halaman mengurus sapi dan jerami.
Bekerja dua bulan di bidang konstruksi di Norwegia atau Swedia memungkinkan seseorang mampu membeli rumah dan tanah di Transylvania. Seperti dalam masyarakat Transylvania lainnya, jumlah ternak di Csíkborzsova—sebuah desa yang elok di timur—merosot tajam dari 3.000 sapi dan 5.000 domba pada 1990 menjadi 1.100 sapi dan 3.500 domba pada 2012.
Adanya pekerjaan alternatif menyebabkan jumlah ternak lebih sedikit.Jumlah ternak yang lebih sedikit menyebabkan berkurangnya kebutuhan akan jerami, dan menurunnya jumlah jerami yang diperlukan, berarti padang rumput tidak dipotong.
Hutan mulai merayap kembali menghampiri padang. Saat naungan pohon mendekat, bunga padang rumput menghilang. “Kami melihat pohon cemara tumbuh di punggung bukit di selatan,” ujar Rozalia Ivácsony tentang padang rumput tetangganya di Csíkborzsova barat.
“Pria tua itu meninggal, dan anak-anaknya tidak menginginkannya.” Mengenai keluarganya sendiri, “anak-anak datang dan menikmati pemandangan, makan dan minum, lalu pergi. Kami mengajari mereka semua untuk tidak menjadi petani. Tanah ini”—dia melambaikan tangannya perlahan ke sekeliling lereng bukit yang dipotong dengan indahnya—“sekarang tidak berguna. Tidak ada orang asing yang menginginkannya dan tanah itu akan telantar.”
!break!
Uang asing yang diterima anak-anak muda yang bekerja di luar negeri, mulai membanjiri pedesaan ini. Rumah yang “di masa komunis setara dengan enam tumpukan jerami,” seperti yang disampaikan petani Gheorghe Paul dari Breb, di Maramureş, “sekarang harganya tidak kurang dari 500 tumpukan jerami.” Rumah kayu tua telah dirobohkan atau diperbarui.
Sebagai gantinya, berdiri rumah-rumah besar dengan microwave di atas meja melamin, dan alat pemanggang setinggi mata menghadap ke ladang pertanian lama yang masih bertahan: ayam dan kalkun mematuk-matuk di bawah pohon prem (Prunus). Sapi menunggu dengan sabar di kandangnya yang rendah dan gelap. Babi mendengus di kandangnya dan kakek-kakek membawa jerami dari padang rumput.
Masalah ini diperburuk oleh pemerintah Rumania saat bergabung dengan Uni Eropa pada 2007. Definisi kaku tentang alokasi hibah dana Eropa menyebabkan sekian banyak peternakan kecil di Transylvania tidak mendapatkan Euro. Lebih dari 70 persen lahan pertanian telah dibagi-bagi dalam beberapa generasi, dan lahan ini terlalu kecil bagi para birokrat Rumania di Bukares sehingga tidak dianggap sebagai lahan peternakan.
Uni Eropa menetapkan, tanah dengan luas kurang dari sepertiga hektare bukanlah lahan yang memenuhi syarat. Padahal, sebagian besar ladang Transylvania lebih kecil daripada itu. Jumlah sapi telah meningkat di beberapa peternakan besar, tetapi peraturan kebersihan yang dirancang untuk perusahaan susu Jerman dan Skandinavia berteknologi tinggi, berdampak pada kelangsungan hidup cara lama.
Keju lembut misalnya, selalu dibuat di bak kayu. Uni Eropa bersikeras bahwa keju harus dibuat di atas meja baja tahan karat.
Tatkala sadar bahwa dunia mereka memudar, penduduk ingin melindunginya. “Saya ingin mempertahankan lahan yang telah dibangun oleh ayah dan kakek saya,” kata Józef Szőcs. Dan, di sana-sini, dengan cara sederhana, mereka mulai mengendalikan kehidupannya sendiri. Organisasi pelestarian lokal mulai digiatkan.
Sebelumnya, susu hasil pedesaan dibeli perusahaan susu besar yang mengelola pusat pengumpulan susu dan mengendalikan harga. Sejak 2006, satu atau dua komunitas, termasuk Csíkborzsova, mendirikan pusat pengumpulan susu sendiri, membeli peralatan penyimpanan dan pendingin, serta membangun sistem kebersihan sesuai standar Uni Eropa.
Setiap petani yang membawa susu dalam ember ke tempat pengumpulan mendapatkan imbalan—tetapi hanya jika susunya bersih dan berkualitas.
!break!
Hasilnya segera terlihat. Susu dari para petani Csíkborzsova yang telah bergabung dengan sistem baru itu dikumpulkan dan dijual terpisah. Harga susu bersih awalnya naik sekitar 50 persen, dan pada 2012 tiga kali lebih tinggi daripada harga susu dari desa lain.
Di pusat pengumpulan susu di Csíkdelne, saya bertemu dengan Jeno Kajtár pada suatu malam. Masih mengenakan seragam pertanian biru, dia membawa 50 liter susu dari lima ekor sapi yang diperahnya. Semuanya berjalan mulus. Sebelumnya, ia hanya memiliki empat ekor sapi, sekarang bertambah menjadi enam ekor.
Dalam tiga tahun, harga susu naik empat kali lipat, dua kali lipat saat pusat pengumpulan susu baru didirikan, dan dua kali lagi ketika koperasi desa mendirikan titik penjualan langsung di Miercurea-Ciuc, kota terdekat. Susu segar yang tak dipasteurisasi sekarang tersedia melalui mesin susu otomatis, diisi dua kali sehari melalui truk pengiriman berpendingin dari desa.
Saya bertanya kepada Kajtár, mengapa orang kota mau membeli susunya. “Karena susu kami adalah susu asli,” katanya sambil tersenyum di bawah kumisnya, “sepenggal masa lalu yang telah ditinggalkan kehidupan kota.”
Saya tidak pernah mengira betapa pemandangan mesin susu bisa menyentuh perasaan. Namun, mesin itu adalah simbol orang-orang yang berupaya menyimpan sesuatu yang berharga dalam dunia yang dengan kekuatannya berusaha keras mengikis dan menghancurkan dunia mereka. Hal yang mengagumkan, mesin susu di Miercurea-Ciuc mungkin dapat menjamin keberlanjutan kehidupan padang bunga tinggi di pegunungan.
Dan, penduduk merasakan kebanggaan yang mendalam karena tak meninggalkan keindahan yang mereka warisi. “Inilah tanah kami,” ujar Anuţa Borca, seorang ibu muda dari Breb, yang bersikeras agar saya mendengarkan cerita tentang padang rumput keluarganya.
“Kami harus mengurusnya. Kami harus mengajarkan tradisi kepada anak-anak, dan mengajari mereka sesuatu yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup jika tak ada pekerjaan.” Dia berhenti sejenak saat sedang menyulam kemeja linen untuk anaknya. “Ini penting, karena tradisi adalah harta. Jika mereka mempelajarinya, mereka akan lebih kaya.”
!break!
Pada hari lain, saya bertemu dengan wanita lain di Breb, Ileana Pop, yang sedang menyulam kemeja linen untuk menantunya. Saya bertanya dari mana asal pola itu. “Oh,” katanya dengan santai, “pola ini berasal dari zaman dahulu. Tetapi, kami menggabungkan pola lama dengan ide sendiri. Kami tidak pernah meninggalkan gaya lama. Kami hanya bereksperimen.”
Kalau saja masalah keekonomisan bisa diselesaikan dengan baik, kalau saja subsidi pertanian Eropa lebih mengakomodasi kondisi setempat yang berbeda. Jika saja pemerintah Rumania lebih menyadari berlimpahnya bentang alam menakjubkan di Transylvania, mungkin penduduk dapat menyelamatkan dunia jerami ini. Transylvania belum menjadi fosil.
Tempat itu masih bertahan hidup—dengan susah payah—dan butuh dukungan. Namun, tempat itu menghadirkan salah satu pertanyaan besar untuk masa depan: Dapatkah dunia modern mempertahankan keindahan yang belum pernah dibuatnya sendiri?
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR