Saat saya tumbuh di South Carolina, tempat tertua yang saya tahu ternyata juga tempat terliar.
Sejarah manusia dan sejarah alam berjalin kelindan di lahan persawahan dan penghalang yang telah ada sejak sebelum Perang Sipil, dimulai 55 kilometer di selatan Conway, tempat tinggal kami, dan membentang melewati Georgetown dan Charleston di perbatasan Georgia.
Sejarah mencatat, populasi manusia pernah mengisi tempat-tempat itu, namun meninggalkannya lagi. Sisa-sisa keberadaan manusia dan kehidupan mereka—ikan, mamalia, dan burung, tanpa menyepelekan ular, penyu laut, dan aligator—memunculkan dua rumor. Pertama, cougar (dari genus Puma) masih mengintai dari bagian rawa terdalam. Kedua, ada banyak hantu bergentayangan di beberapa perkebunan. Orang-orang yang bisa dipercaya melihat hal-hal yang sulit dijangkau nalar. Ketika cerita-cerita semacam itu terdengar dari orang yang bisa dipercaya, Anda diam-diam ingin memercayainya.
Saya meninggalkan South Carolina lebih dari 50 tahun silam. Sejak itu, sejarah kembali menghadirkan manusia ke sebagian besar daerah tua tersebut. Ada peluang kemakmuran baru, bisnis baru yang menggiurkan. Sebelum pergi, saya pernah mendengar tentang Pulau Kiawah, wilayah luas yang dihantui sejarah. Sudah lama saya ingin mengunjunginya. Perkebunan-perkebunan kapas pulau lautnya sudah lama hilang. Menurut standar saya, tempat itu bisa dibilang mirip surga—berkilo-kilometer pantai sunyi di satu sisi, berkilo-kilometer rawa berair asin dan sungai pasang di sisi lainnya, dipisahkan oleh hutan pantai lebat.
Beberapa tahun yang lalu, saya mendatangi Kiawah untuk pertama kalinya. Saya menyewa pesawat dari Charleston, 30 kilometer di selatan Basin ACE, ekosistem yang relatif utuh dan luar biasa kaya yang dibentuk oleh Sungai Ashepoo, Combahee, dan Edisto. Kami melewati Pelabuhan Charleston—Benteng Sumter, yang seburuk jerawat, tepat di bawah kami; di cakrawala barat tampak kota lama—dan Kiawah terlihat sesaat kemudian.
"Ryder Cup 1991 diadakan di sana," kata sang pilot, menunjuk lapangan golf di ujung utara. "Saya menonton beberapa pertandingan dan melihat-lihat Kiawah. Wow, tempat itu mirip surga, kalau Anda cukup kaya."
!break!Lapangan golf, pemandangan indah sejauh mata memandang, dan pantai lebar nan panjang terlihat sangat cantik, bermandikan cahaya lembut pagi di musim semi yang sunyi. Tetapi, surga ini berasal dari fantasi yang lain. Mustahil kita dapat melihat macan di sini, kecuali mungkin Tiger Woods.
Setelah lama terabaikan, Kiawah kini memiliki 3.500 unit rumah, dua hotel mewah, pelancong berkelas internasional, dan identitas baru yang berlandaskan pariwisata dan pengembangan perumahan. Perubahan, sebagaimana di pulau ini, juga terjadi di sepanjang pesisir Atlantik. Menjangkau tempat-tempat yang secara bawah sadar saya anggap sakral, misalnya kuburan gereja atau medan pertempuran, yang selama ini dilindungi oleh sejarah dari sejarah itu sendiri.
Seiring dengan semakin langka dan mahalnya bangunan di pinggir pantai, dan mal-mal besar, kompleks perumahan, Basin ACE menjadi semakin anakronis secara ekonomi, dan semakin signifikan secara biologi. Upaya untuk melindunginya dimulai 25 tahun silam, ketika habitat krusial berhasil diidentifikasi. Sejumlah agen, yayasan, dan organisasi nirlaba masuk dalam daftar. Menurut pemetaan terbaru, Basin ACE memiliki luas sekitar 4.400 kilometer persegi, yang terdiri atas daratan, lahan gambut, lahan basah bertanggul, dan pulau-pulau pesisir. Luas wilayah yang dilindungi sekitar 800 kilometer persegi—sebagian dijual atau dihibahkan kepada agen-agen umum, dan sebagian lainnya milik pribadi dengan perjanjian konservasi.
Basin ACE merupakan kepulauan yang terdiri atas pulau-pulau berdataran rendah, yang terpisah dan terhubung oleh labirin lika-liku sungai, lahan gambut, dan rawa. Saat terbang di atas wilayah ini, saya hanya melihat ruas-ruas jalan berlajur ganda, sebagian besarnya belum dibeton dan hanya terlihat saat menyembul dari balik kanopi hutan. Beberapa rumah sederhana tersebar di sepanjang jalan. Terdapat dermaga yang ditambati beberapa kapal nelayan dan sebuah landasan peluncuran kapal umum di dekat mulut Ashepoo.
Wilayah ini sudah terbentuk jauh sebelum Revolusi Amerika, ditempa oleh sejarah pertanian padi. Metode tertua penanaman padi dilakukan dengan membendung rawa-rawa sempit dan memanfaatkan tambak. Sementara sistem yang lebih baru dan rumit bergantung pada air tawar pasang. Hal ini hanya berhasil diterapkan di daerah sempit di hulu, cukup jauh dari jangkauan air asin, tetapi cukup dekat juga dari hilir untuk mendapatkan limpahan air pasang yang banyak. Rawa dibendung dari sungai dan airnya dibersihkan. Kemudian pintu-pintu air pintar berdaun ganda dipasang di tanggul. Pintu-pintu air ini berfungsi untuk menahan air pasang ketika kegiatan membajak dan menanam dilakukan, kemudian mengalirkan air ke lahan dengan ukuran tepat ketika padi tumbuh.
Para petani Lowcountry sangat mandiri, dan mereka membayarnya saat Perang Sipil pecah. Pasukan federal dengan cepat menduduki beberapa pulau penghalang. Para petani kabur ke hutan, membiarkan perkebunan mereka dibumihanguskan dan para budak mereka dibebaskan oleh kru kapal tempur Federal. Seusai perang, salah seorang petani pulang dan mendapati keadaan yang digambarkannya sebagai "kampung hantu merana"—banyak tanggul telah hancur, selokan tersumbat dan penuh tumbuhan. Satwa liar berkembang biak dengan cepat di tempat-tempat terbengkalai ini. Orang-orang kaya yang gemar berburu, sebagian besarnya Yankee, membeli perkebunan tua itu. Kalaupun para pemilik baru itu mempertahankan sawah dan bukit, itu semua demi rusa, burung puyuh, kalkun, burung merpati, dan terutama bebek. Mereka menghabiskan musim dingin dengan memburu hewan-hewan itu.
!break!Puluhan tahun berlalu, dan peluang kemakmuran baru hadir, menjadikan Basin ACE wilayah bersejarah yang memiliki fungsi. Para pemburu, nelayan, dan pengamat burung menghabiskan waktu di area alam liar yang dikelola empat negara bagian. Salah satunya, di Pulau Bear, adalah sawah yang sebagian besarnya telah ditanami lagi. Jagung menjadi tanaman utama. Ladang-ladang itu tetap kering sepanjang musim panas dan diairi saat musim gugur. Bebek memanen jagung; pemburu memanen bebek.
Dean Harrigal, yang bertugas mengawasi ACE untuk South Carolina\'s Department of Natural Resources, membawa saya ke Pulau Otter, salah satu dari banyak permata di sana. Dia bercerita tentang benteng pertahanan Perang Sipil yang terletak di suatu tempat di tengah hutan: gudang senjata yang didirikan oleh pihak Konfederasi pada 1861, direbut Federal dan dijadikan stasiun sinyal. Sebuah koloni budak yang memerdekakan diri sendiri tumbuh di sekitarnya. Tidak ada tanda-tanda mengenai keberadaan hal tersebut ataupun sisa-sisa bangunan manusia, tetapi kami melihat berbagai burung. Tampak burung whimbrel, godwit, willet, oystercatcher, red knot, dunlin, dan plover. Hanya pekikan burung, gemuruh ombak, gemerisik angin yang meniup dedaunan dan decitan pasir terinjak yang terdengar.
Di hutan, di bukit kecil yang menghadap ke Sungai Chehaw, yang alirannya mengarah ke Combahee, terdapat beberapa liang kuburan rendah di bawah sebatang pohon ek yang sebagian akarnya tercerabut banjir. Pohon-pohon di sekitarnya besar dan berjarak lebar—sebatang magnolia, beech, holly, dan walnut. "Pohon-pohon itu ditanam," ujar Harrigal. "Secara alami, kita tidak akan menemukan jenis-jenis pohon itu tumbuh di tempat yang sama. Ada yang ingin menjadikan tempat ini semacam kebun raya. Dan selokan kecil di sepanjang tepi lahan gambut itu? Menurut saya itu kanal kecil, cukup besar untuk mengalirkan hasil panenan ke sungai. Pernah ada kehidupan di sini."
Masih di Chehaw. Terdapat batu-batu nisan para budak, mantan budak, dan anak cucu mereka; sebuah gereja lengang berdinding batako, yang masih digunakan hingga kini, berdiri sekitar satu kilometer dari sana. "Setiap kali kami menandatangani perjanjian penggunaan lahan atau pemindahan hak milik," kata Harrigal, "Saya memberi tahu orang-orang bahwa dengan satu goresan pena, kita akan melestarikan warisan dan lingkungan kita."
Di Kawasan Pengelolaan Margasatwa Bear Island, kehidupan satwanya jauh lebih beraneka ragam, melimpah, dan semarak daripada daerah mana pun di Amerika Utara. Di salah satu kanal di samping sebuah tanggul, saya melihat lebih dari seratus aligator, sebagian besarnya mematung. Sejumlah black skimmer (Rynchops niger) melesat rendah dan lurus, membelah air dengan paruh bawah mereka, dengan santai melintasi kepala-kepala aligator yang bergeming, mirip seseorang yang tengah meniti balok. Sekitar 500 burung bangau, ibis, egret, dan pelikan putih berdiri di sepanjang pematang, seolah menantikan pawai.
Ketika melintasi bekas sawah kecil bertanggul yang sebagian besarnya kering di Kawasan Pengelolaan Margasatwa Donneley, Harrigal menghentikan truk dan meminjamkan teropongnya kepada saya. "Tengoklah ke sana dan katakan apa yang Anda lihat," katanya. Saya mengintai dan melihat burung-burung yang sudah kerap saya lihat—heron, ibis berbulu mengilap, bahkan elang muda yang berdiri di kubangan lumpur. Di dekat si elang tampaklah dua burung putih besar. Saya mengungkapkan rasa tidak percaya. Sepasang bangau bungkuk.
!break!Ketika saya masih kecil, hanya ada kurang dari dua lusin bangau bungkuk di seluruh dunia. Saat ini jumlahnya sekitar lima atau enam ratus. Terakhir kalinya burung itu terlihat di South Carolina adalah pada 1850. Kini pasangan ini muncul. Melihat mereka di tempat ini menunjukkan kemungkinan alami yang hampir menyerupai sihir.
Tetapi, Harrigal menolak keras salah satu kemungkinan itu, begitu pula semua ahli biologi alam liar yang saya temui di sana. "Saya tidak peduli dari mana atau dari siapa Anda mendengarnya," katanya. "Tidak ada cougar di Basin ACE. Elvis? Mungkin. UFO? Saya tidak akan menyangkalnya. Tetapi cougar? Tidak. Mustahil."
Bisa dipastikan, begitu kembali ke Utara, saya mengobrol dengan seorang teman. Dia berasal dari Charleston dan mengenal Basin ACE. Dia bisa dipercaya, skeptis, dan berprofesi sebagai ahli biologi alam liar.
Dia tidak mengalami sendiri kejadian ini. Sepupunyalah, yang bisa dipercaya, yang mengalami, walaupun ketika itu larut malam dan si sepupu sudah lelah. Dia tengah mengemudi perlahan melintasi jalan yang diapit pepohonan ek menuju suatu perkebunan. Satwa itu muncul dari hutan, menyusuri jalan di depannya dengan santai. Dia tahu wujud kucing hutan. Juga anjing, rubah, dan coyote. Satwa ini bertubuh besar, berekor sangat panjang. Ia menoleh, matanya berkilau memantulkan lampu mobil, kemudian melompat ke kegelapan.
Bukti sebuah keyakinan adalah bukti dari hal-hal yang tidak terlihat atau setengah terlihat. Bukti sebuah keyakinan lain adalah fakta: Basin ACE itu sendiri.
---
Buku terbaru Franklin Burrough berjudul Confluence: Merrymeeting Bay. Fotografer Vincent Musi tinggal di Charleston, South Carolina.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR